Share

Pulang Kampung

Penulis: Icha1109
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-14 12:33:21

Aku butuh ketenangan agar terhindar dari segala amarah dan caci maki di rumah ini, jika terus - terusan begini aku bisa stress.

"Aku akan memberitahu Mas Zidan sebentar," Gumamku dalam hati.

Baru saja aku ingin melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi, tiba - tiba terdengar suara Ibu mertuaku yang berteriak dari luar kamar sambil menggedor - gedor pintu dengan keras.

"KAHIYANG, BUKA PINTUNYA!!!" Teriak Ibu dari luar.

"Astaghfirullah, ada apa lagi ini?" Gumamku dalam hati.

Lekasku melangkahkan kaki menuju ke pintu dan membukanya.

"Ada apa bu?" Tanyaku dengan sopan.

"Kamu tuh ya, mantu kurang ajar! Pasti kamu yang mengadu di suami kamu kalau aku yang mencuri uangmu!" Bentak Ibu dengan suara yang menggelegar.

Segera aku membela diri dan mengatakan bahwa aku hanya mengadu jika uangku hilang, tetapi tidak menuduh ibu sebagai pelakunya, tetapi tetap saja Ibu bersikeras bahwa aku menuduhnya sebagai pencuri.

"Astaghfirullah, tidak bu ... Ibu hanya salah salah paham!"

"Lantas jika Ibu bukan pencurinya, terus kenapa uang empat ratus ribu rupiahku ada di tangan Ibu?" Tanyaku.

Spontan, Ibu langsung terdiam dan menatapku sinis dari atas sampai bawah.

"Eh Kahiyang! Kamu tidak usah sombong! Baru punya uang empat ratus saja sudah belagu! Ingat Kahiyang, kamu cuma berasal dari keluarga miskin. Menikah dengan anakku Zidan membuatmu hidup enak karena Zidan adalah pria yang mapan," Ucap Ibu.

Dalam hati, aku hanya tetap beristighfar sembari mengelus - ulus dadaku yang teras nyeri karena perkataan menyakitkan dari Ibu.

Aku memang berasal dari keluarga miskin, tapi kedua orangtuaku mendidikku dan saudara - saudaraku menjadi anak yang jujur. Kami tidak pernah sekalipun mengambil barang orang lain tanpa izin, apalagi sampai mencurinya.

"Jadi, kenapa Ibu merestui pernikahanku dengan Mas Zidan? Kenapa Ibu tidak menjodohka Mas Zidan dengan perempuan lain?" Tanyaku penasaran dengan suara yang bergetar.

"Apa kamu tidak tau? Orangtuamu punya hutang sama aku! Mereka tidak bisa membayarnya jadi mau tidak mau kamulah yang menjadi penebus hutang kedua orangtuamu!" Jawab Ibu dengan nada tinggi.

Mataku seketika terbelalak, aku sangat terkejut mendengar penuturan yang Ibu sampaikan.

"Penebus hutang? Jadi kedua orangtuaku ada hutang di keluarga ini?" Tanyaku, karena merasa sangat tidak percaya pada pengakuan Ibu.

"Iya! Bentak Ibu.

Astaghfirullah ...

Astaghfirullah ...

Astaghfirullah ...

"Kenapa mama tidak mengatakan ini kepadaku? Jika dari awal aku mengetahui jika pernikahan ini sebagai ajang penebus hutang, aku tidak akan mau menikah dengan Mas Zidan," Gumamku dalam hati.

"Apa Mas Zidan juga mengetahui hal ini?" Tanyaku.

Ibu menjawab bahwa Mas Zidan juga tau dari awal, makanya ia mendekatiku selama beberapa bulan hingga aku jatuh ke pelukannya. Menurut pengakuan Ibu, awalnya Mas Zidan menolak dijodohkan denganku karena ia sudah mempunyai kekasih, tetapi karena Ibu memaksa jadi mau tidak mau Mas Zidan harus tetap melanjutkan perjodohan ini.

"Ya Allah," Ucapku sambil menutup mulutku karena sangat terkejut mendengar semua fakta ini.

Tak terasa, buliran air mata jatuh membasahi kedua pipiku. Aku segera berlari masuk ke kamar kembali dan meninggalkan Ibu yang masih berdiri didepan kamarku.

"Ya Allah, kenapa aku baru mengetahuinya sekarang?"

"Ya Allah, kuatkanlah hamba menjalani semua ini,"

Begitu perih perasaanku saat ini. Sakit, sangat sakit. Ternyata aku hanyalah dianggap sebagai penebus hutang dikeluarga ini dan tidak dianggap sebagai menantu. Pantas saja sikap keluarga Mas Zidan sangat kasar kepadaku.

"Aku harus segera pulang dan menanyakan semua ini kepada mama," Gumamku dengan sangat yakin.

Dengan segera, aku meraih koper dan memasukkan beberapa baju ku disana dan beberapa barang penting lainnya.

Tidak lama, terdengar suara deru mobil Mas Zidan yang berarti ia sudah pulang.

"Assalamualaikum," Aku bisa mendengar Mas Zidan mengucapkan salam, tandanya ia sudah masuk ke dalam rumah.

[KRIET]

Mas Zidan membuka pintu dan terkejut melihatku yang sedang memasukkan barang - barang ke dalam koper.

"Kahiyang, kamu sedang apa?" Tanya Mas Zidan yang bingung.

"Aku mau pulang Mas," Jawabku sambil menahan tangisku.

Aku tidak mau menangis di hadapan Mas Zidan, aku malu. Aku tidak tau apakah Mas Zidan menganggapku sebagai istrinya atau justru hanya menganggapku sebagai penebus hutang kedua orangtuanya.

"Kenapa? Ada masalah apa?" Mas Zidan mencercaku dengan beberapa pertanyaan.

Aku hanya bisa menggeleng lalu menoleh kepadanya kemudian tersenyum getir.

"Tidak ada masalah apa - apa kok Mas, aku cuma rindu sama mama," Jawabku dengan suara bergetar.

"Tapi kenapa sangat mendadak seperti ini?" Tanya Mas Zidan yang sepertinya tidak mengizinkanku untuk pergi.

Saat aku ingin menjawab pertanyaan Mas Zidan, tiba - tiba Ibu langsung datang menghampiri kami berdua.

"Istrimu itu nak, tidak bisa di kasih tau! Ibu sudah melarangnya untuk pulang tetapi dia memaksa untuk pulang," Ucap Ibu mertuaku dengan angkuhnya.

Aku yang mendengar perkataannya hanya tersenyum palsu sambil terus beristrighfar dalam hati.

"Kahiyang, apa karena masalah tadi kamu jadi marah pada Ibuku?" Tanya Mas Zidan sambil menatapku dalam - dalam.

"Tidak Mas, sama sekali tidak. Aku hanya ingin pulang karena rindu pada Ibu," Jawabku dengan tegas sambil menggelengkan kepalaku.

Ibu terus berkilah dan berakting seakan ia sedih melepas kepergianku, katanya ia tidak menyangka aku akan pulang padahal baru dua hari aku berada di rumah ini.

Kulihat Mas Zidan terdiam, ia sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Hum, baiklah Mas akan mengantarmu ke Bandung," Tutur Mas Zidan.

"Tapi, Mas hanya mengizinkanmu untuk berada disana selama tiga hari saja, setelah itu Mas akan kembali menjemputmu!" Lanjut Mas Zidan.

Aku mengangguk paham lalu melanjutkan mengatur barang. Kulihat Ibu yang tersenyum penuh kemenangan sambil melirikku.

Setelah siap, Mas Zidan membantuku membawakan barang ke mobil. Sebelum aku pergi, aku menyempatkan berpamitan kepada Ibu dan menciumi tangannya dengan takzim meski dengan perasaan yang jengkel kepadanya. Sedangkan Zenith, ia tidak keluar kamar sedari tadi.

"Hati - hati di jalan ya nak!" Ucap Ibu sembari melambaikan tangannya kepada kami.

Sekarang, Mas Zidan dan aku sedang berada dalam perjalanan ke Bandung. Dibutuhkan waktu beberapa jam untuk sampai kesana.

Selama diperjalanan, suasana hening menyelimuti. Aku masih merasa canggung dengan Mas Zidan untuk berbicara. Aku yakin, Mas Zidan juga merasakan apa yang kurasakan.

Sekitar satu jam perjalan kami lalui tanpa ada satu patah kata pun yang terlontarkan dari kami berdua.

"Kenapa Mas Zidan diam saja dari tadi?"

"Apakah Mas Zidan marah kepadaku?"

Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikiranku hingga membuatku pusing sendiri. Apalagi mengingat perkataan Ibu yang mengatakan bahwa Mas Zidan sempat menolak untuk menikahiku karena ia sudah punya kekasih.

"Astaghfirullah,"

"Astahgfirullah,"

"Astaghfirullah,"

Aku cepat beristighfar agar pikiranku menjadi tenang kembali.

Tetapi, sebagai seorang perempuan aku pasti merasa cemburu karena aku sudah mencintai Mas Zidan.

Tiba - tiba saja, mulut ini terbuka dan melontakan pertanyaan yang menjadi privasi Mas Zidan.

"APAKAH MAS ZIDAN DAHULU MEMPUNYAI KEKASIH DAN MASIH MENCINTAINYA SAMPAI SEKARANG?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantu yang Tersakiti   Bertengkar

    "Astaghfirullah," Foto tersebut menunjukkan seorang pria yang begitu mirip dengan Suamiku, Mas Zidan tengah bercumbu dengan seseorang diatas mobil."Ya Allah, apa betul ini Mas Zidan?" Ucapku lagi.Berulang kali aku memperbesar gambar yang kulihat, mobilnya sama persis dengan mobil Mas Zidan, kemeja yang tadi dikenakan olehnya pun, nampak sangat sama."Ya Allah Mas, tega kamu berbuat begitu sama aku, hiks," Refleks ponselku jatuh dari genggamanku dan aku menangis."Mas, tega sekali kamu sama aku, hiks," Aku menangis berlinang air mata melihat foto Mas Zidan yang sedang bercumbu dengan perempuan lain diatas mobil."Tega sekali, Ya Allah,"Perih, sangat perih yang kurasakan. Hanya tangisan yang bisa kulakukan untuk menenangkan diriku. Suamiku telah berselingkuh diluar sana. Hal ini yang membuatku mantap untuk pergi dari rumah ini."Lihat saja Mas, aku akan pergi dari rumah ini, silahkan kamu urus perkawinanmu yang kedua, aku tidak peduli sama sekali dan aku tidak ingin ikut campur," G

  • Menantu yang Tersakiti   Sebuah Foto

    "Kahiyang, Zidan mana?" Tiba - tiba Ibu mertua muncul."Ada di kamar bu," Jawabku sambil mulai menyendokkan sepotong kue ke dalam mulut.Entah mengapa, bukannya menyusul Mas Zidan ke kamar, Ibu malahan memilih untuk ikut bergabung duduk bersamaku di ruang tengah.Aku tidak menggubris ibu dan tetap asyik menonton televisi sambil memakan kue kesukaanku. Biarkan saja dia merasa kesal karena aku terkesan cuek, aku tidak peduli lagi."Kahiyang, kira - kira pendapatmu bagaimana kalau Zidan menikah lagi? Suka atau tidak suka, kau harus menerimanya!" Tiba - tiba Ibu membahas hal itu lagi.Aku memutar kedua bola mataku karena merasa sangat kesal jika harus membahas hal itu lagi, bukankah mereka sudah tau kalau aku sama sekali tidak mau dimadu?"Sudah kukatakan berapa kali bu, aku tidak akan pernah menerima dan merestui pernikahan Mas Zidan yang kedua," Jawabku dengan malas.Tanpa kutatap wajah ibu, sudah kupastikan wajahnya berubah menjadi kesal dan cemberut."Kamu itu harus sadar, kamu tidak

  • Menantu yang Tersakiti   Mulai Cuek

    Aku mengelus dada mendengar jawaban dari ibu, jadi dia hanya membutuhkanku disini kurang lebih sebagai pembantu di rumahnya.“Tega kamu Mas!” Ucapku pelan namun penuh dengan penekanan. Kemudian aku memilih untuk beranjak dari sana. Ibu dan Mas Zidan masih terus memanggil – manggil namaku, tetapi aku memilih untuk tidak menoleh dan terus melangkah masuk ke dalam kamar.[PRANK]Aku membanting pintu kamar dengan sangat keras, kemudian menangis di dalam kamar.“Tega kamu mas, tega sekali kamu sama aku!”“Lihat saja Mas, aku akan menjadi seorang wanita yang sukses agar kamu tidak bisa menginjak – injakku begitu saja!” Gumamku dalam hati.Aku kemudian berniat untuk mencari pekerjaan sampingan untuk mendapatkan penghasilan tambahan, siapa tahu aku bisa sukses dan mendapat banyak keuntungan, aku bisa menabungnya untuk membuat usaha yang lebih besar lagi seperti usaha rumah makan.Kali ini, aku tidak akan menumpahkan banyak air mata lagi, sudah cukup kutumpahkan air mataku untuk pria brengsek

  • Menantu yang Tersakiti   Kedatangan Tamu

    DEG!Seketika mataku yang tadi sayu - sayu sudah ingin tertidur, kini segar kembali ditambah jantungku berpacu dengan sangat cepat, semakin menambah ketegangan yang kurasakan.Setelah berbicara ditelfon, segera Mas Zidan menuju ketempat tidur dan baring membelakangiku.Tidak berani aku menegurnya, takut dia terganggu dan marah.Aku masih memikirkan perkataan Mas Zidan tadi, meskipun ia berbisik namun telingaku masih mampu mendengar suaranya. Apalagi perkataannya sangat mengundang rasa penasaranku."Aku harus mencari tau, apa yang sedang direncanakan oleh Mas Zidan dan Ibu!" Batinku.“Assalamu’alaikum!”Tiba – tiba ada ucapan salam dari seseorang yang baru saja dating.“Wa’alaikumsalam” Jawab Ibu.Kudengar suara riuh dari luar, sepertinya lumayan banyak yang datang ke rumah malam ini.Bergegas aku mengenakan baju sopan serta hijab andalanku dan segera meluncur keluar.“Eh, Mba Kahiyang!” Sapa Lina, adik iparku.“Eh, Mba Lina! Masha Allah!” Jawabku sambil melakukan ritual cipika – cipik

  • Menantu yang Tersakiti   Mandul

    "Nak? Ini pertama kali dia memanggilku dengan sebutan "nak" hal ini semakin menjadikan instingku tajam bahwa ada sesuatu yang tidak beres yang sedang terjadi," Batinku.Saat aku masuk ke dalam kamar dan menutup pintu, tidak sengaja aku mendengar pembicaraanku dengan Ibu."Apa kalian sudah melakukanya?" Tanya Ibu."Sudah, aku yakin dia pasti akan hamil," Jawab Mas Zidan."Semoga, kalau tidak maka dia akan ditendang dari rumah ini!" Ucap Mas Zidan DEG!Hatiku bagai tersayat belati tajam mendengar hal yang terucap dari mulut suamiku sendiri. Sudah kuduga kalau sikap baik mereka belakangan ini karena ada maunya.Aku hanya berharap kepada Allah semoga cepat dianugerahi malaikat kecil didalam perutku agar bisa membuktikan kepada mereka kalau aku juga merupakan wanita sempurna.Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu, bulan demi bulan berlalu tetapi aku belum juga dipercayai oleh Allah diberi momongan.Karena segala cara alami sudah kulakukan, akhirnya aku dan Mas Zidan memutuskan

  • Menantu yang Tersakiti   Bersikap Aneh

    "Heh Kahiyang, ngapain kamu disitu? Kamu menguping pembicaraan saya ya?" Tuduh Ibu."Tidak kok bu, saya sedang menggoreng," Jawabku membela diri.Ibu langsung melongos kemudian pergi begitu saja dengan wajah angkuh.Malam pun tiba, Mas Zidan sudah pulang ke rumah, tetapi iya tidak menyapaku dan terkesan cuek kepadaku. Ah, biarkan saja kalau dia marah lagi pula semua yang ia katakan tidak benar dan itu fitnah.Disaat aku hendak tidur, Mas Zidan tiba - tiba masuk di kamar kemudian duduk dipinggir jalan, ia membelai rambutku membuatku sedikit kaget."Kahiyang, aku ingin segera punya anak," Bisik Mas Zidan dengan lembut ditelingaku."Apa - apaan ini? Kenapa Mas Zidan langsung berubah menjadi lembut? Bukannya tadi dia sangat marah kepadaku?" Gumamku dalam hati.Aku yang masih berbaring ditempat tidur memilih untuk berpura - pura tidur dan mengabaikan Mas Zidan."Kahiyang, Kahiyang ... Ayo bangun dong sayang!" Ucap Mas Zidan lembut sambil membelai rambutku.Aku tetap tidak bergeming sama se

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status