Memang benar-benar kurang ajar si Wati itu, tidak ada sopan santunnya sama sekali kepadaku. Mana pantas selama ini ia memperlakukan aku seperti itu, sebab aku ini dianggap pembantu olehnya.
"Oh, jadi karena kedudukan aku dan Ibumu berbeda, sehingga kamu tidak pernah mau menghormati Ibu. Begitukan Wati?""Tepat sekali, Bu, memang karena itulah aku tidak menganggap Ibu sebagai mertuaku, apalagi mau disamakan seperti orang tuaku. Sadar diri dong, Bu! Memangnya Ibu punya apa, hingga mau disamakan derajatnya dengan orang tuaku? Kalian berdua itu jelas-jelas berbeda dan sampai kapanpun aku tidak akan mau menggirmati Ibu. Jangankan aku yang orang lain, Mas Roni yang anak Ibu saja menganggap Ibu sebagai pembantu kan? Buktinya selama ini ia selalu membiarkan Ibu yang mencucikan pakaian dan perabotan kotor bekas kami. Bahkan ia membiarkan saja, dalaman bekas kami bercinta dibersihkan oleh Ibu. Makanya, Bu, jangan menyuruh aku untuk menghormati Ibu. Sedangkan anak Ibu sendiri tidak menghormati Ibu," paparnya lagi.Wati seakan puas telah mengungkapkan semua itu. Ia bahkan tersenyum lebar, sambil menaik turunkan alisnya seakan menantangku. Aku baru sadar sekarang, kalau ternyata Wati tidak menghargai aku itu bukan karena kesalahannya seratus persen. Tetapi ia seperti itu karena kesalahan anakku bahkan kesalahan aku juga.Memang benar, selama Roni menikah dengan Wati, ia tidak pernah menghormati aku lagi. Ia bahkan sering menyuruhku ini dan itu, sehingga memberikan contoh yang jelek untuk Wati. Makanya sekarang Wati un tidak segan kepadaku, ia telah berani menyuruhku seperti menyuruh pembantunya.Sedangkan aku juga bersalah, sebab aku selalu nurut saja jika diperintah anakku. Tanpa aku sadari, jika semuanya itu akan berdampak buruk dan menjadi bomerang juga untukku. Aku juga dengan suka rela selalu mencucikan pakaian kotor mereka, sebab aku merasa risih jika melihat banyak cician menumpuk. Sehingga kini aku selalu dimanfaatkan tenaganya, oleh menantu dan juga anakku sendiri."Bu, sekarang Ibu sudah paham kan kenapa aku bersikap seperti itu? Ibu juga sudah mengerti kan sekarang? Jadi Ibu jangan malah bengong saja, ayo segera cuci semua baju dan perabotan kotor! Setelah itu masak yang enak untukku dan jangan lupa gosok pakaianku dan juga pakaian Mas Roni karena stok pakaian di lemari sudah menipis! Ayo, Bu, jangan malah diam saja," peurintahnya."Maaf, Wati, Ibu tidak akan pernah lagi melakukan semuanya itu. Sebab dulu Ibu melakukannya juga karena Ibu marasa risih dan tidak biasa melihat cucian numpuk. Dulu Ibu mau mencucikan pakaian kamu dan Romi karena Ibu pikir kamu masih butuh penyesuaian di rumah ini. Tapi ternyata kamu malah memanfaatkan kebaikan Ibu, kamu sengaja menumpuk pakaianmu supaya dicucikan oleh Ibu. Ibu tidak sadar, jika ternyata kamu menganggap Ibu sebagai pembantu gratisan di rumah ini. Jadi mulai sekarang dan seterusnya urus saja rumah tangga kamu sendiri, sebab Ibu tidak akan pernah lagi mau membantu kamu apun itu. Sudah cukup kamu memanfaatkan Ibu, apalagi Ibu ini sudah tua tidak selayaknya tenaga Ibu diporsil seperti ini," tolakku."Ibu tidak bisa begitu dong, Bu! Terus kalau bukan Ibu yang mengerjakannya lalu siapa lagi? Aku nggak mau mengerjakannya, yang ada nanti tanganku jadi kasar dan rusak. Aku bisa malu, Bu, kalau pas aku kumpul bareng temanku aku berubah jelek," rajuknya.Memang dasar Si Wati anak manja, tapi aku tidak mau tahu apa pun alasanya. Toh yang kotor juga pakaian dia dan suaminya, jadi tidak ada urusan lagi denganku."Ya terserah kamu, Wati, mau sama siapa pun pakaian kamu dicucikan itu urusan kamu. Karena yang jelas Ibu tidak akan lagi mau mencucikan apapun lagi bekas kalian. Kamu dan Roni itu sudah berumah tangga, sudah seharusnya kalian berdua belajar mandiri. Kalian jangan pernah mengandalkan orang tua, dalam urusan rumah tangga kalian," terangku lagi."Aaah ... banyak omong kamu, Bu. Percuma ngomong panjang lebar karena nggak akan aku dengerin! Pokoknya sekarang cepat cucikan bajuku dan bikinkan makanan buatku! Cepat, Bu," tetiaknya sambil menarik tanganku dengan kasar.Setelah itu Wati mendorongku, hingga aku tidak bisa menopang tubuh kurusku dan akhirnya tubuhku membentur lemari dan keningku benjol akibat terkena ujung lemari yang lancip. Aku pun akhirnya ambruk, serta kepalaku kleyengan karena merasa pusing akibat terbentur lemari tersebut."Wati, kamu kok kasar banget sih jadi orang! Kening Ibu sampai benjol begini akibat ulah kamu," ujarku, sambil mengurut keningku yang terasa nyut-nyutan."Rasain kamu, Bu, itulah akibatnya kalau tukang ngeyel. Coba kalau Ibu nurut sama aku, semuanya itu pasti tidak akan terjadi," sahutnya seakan merasa tidak bersalah."Lihat saja, Wati, akan Ibu adukan semua ini kepada suamimu. Biar Roni tau kalau istrinya itu telah menganiaya Ibunya,""Adukan saja, Bu, aku tidak takut kok! Lagian sok-soan banget mau mengadukan aku kepada Mas Roni, memangnya Ibu punya bukti kalau aku yang melakukan semuanya ini," tanya Wati.Bersambung ...Memang benar apa yang dikatakan oleh Wati, kalau aku tidak mempunyai bukti atas perlakuan kasar Wati terhadapku barusan. Jadi mana mungkin Roni mau percaya kepadaku, yang ada aku yang akan diomeli olehnya. Andai saja aku mempunyai handphone, pasti akan aku vidiokan semua kejadian barusan. Atau di rumah ini ada CCTV di rumah ini, sudah pasti aku mempunyai bukti akurat tentang kekerasan yang Wati lakukan padaku."Kamu jah-at, Wati, kamu memang menantu dur-haka," sungutku.Aku merasa sakit hati diperlakukan kasar oleh istri anakku sendiri, andai saja dulu Roni mau mendengar perkataanku, mungkin semuanya tidak akan seperti sekarang. Tapi kini nasi telah menjadi bubur, Roni telah menikahi Wati walaupun tanpa persetujuanku. "Iya, Bu, aku ini memang ja-hat, makanya Ibu jangan macam-macam sama aku. Aku juga tidak peduli ya, Bu, walau dicap menantu dur-haka oleh mertua seperti Ibu. Lagian ya, semua ini salah Ibu. Coba saja Ibu tidak berulah dan ikut campur dengan kebiasaanku, mungkin aku j
Lagi dan lagi Wati mengancamku, hingga membuat aku tidak berdaya. Tapi walau dalam keadaan yang tidak berdaya, aku tetap akan berusaha mencari bukti tentang kesalahannya. Bahkan kini aku merasa, kalau Wati itu seorang psi-kopat. Karena ciri-cirinya juga begitu banyak, contohnya saja saat ini. Wati akan berubah kasar dan tidak segan melukaiku, jika tujuannya tidak tercapai."Wati, Ibu mau nanya deh sama kamu, kata Roni suka memberi uang belanja untuk Ibu dan katanya selalu dititipkan sama kamu. Boleh kan kalau sekarang Ibu minta untuk membeli apa yang kamu mau," tanyaku walau dengan hati ragu."Apa maksud perkataan, Ibu? Ibu mau meminta uang, yang Mas Roni titipkan kepadaku? Ya tidak bisalah, Bu, orang uangnya juga sudah habis, sebab aku telah membelanjakan uangnya untuk membeli peralatan make up dan juga nyalon. Karena aku pikir daripada uangnya aku kasih kepada Ibu, lebih baik aku belanjakan saja untuk keperluanku. Lumayan kan untuk menambah uang bulanan dari Mas Roni, yang memang
"Aku tahu, ya dari menantu Ibu sendiri lah, Bu Reni. Karena Wati itu kan punya media sosial, banyak kok warga kita yang berteman dengannya. Asal Bu Reni tau ya, hampir setiap hari ia mengeluh tentang kedzoliman Ibu terhadap dia. Makanya tadi aku langsung curiga, saat mendengar keributan di dalam rumah. Tapi Ibu benar kan tidak berbuat macam-macam terhadap Wati," tanya Bu Sari lagi.Sepertinya ia benar-benar curiga, serta tidak percaya terhadap perkataanku, yang bilang tidak ada apa-apa. Rupanya Wati dengan sengaja membuat citraku jelek, hingfa membuat aku dicurigai oleh tetanggaku sekarang. Rupanya aku telah kecolongan, sebab ternyata menantuku telah menyebarkan fitnah untukku melalui media sosial. Hingga aku tidak menyadarinya, kalau aku saat ini sedang menjadi trending tofik di kampungku sendiri."Ya ampun, Bu, demi Allah aku sama sekali tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan Ibu atau orang-orang, Bu. Ini pasti ada kesalah pahaman deh,""Kesalah pahaman apa maksud Ibu?
Aku tidak menyangka, jika Bu Sari malah termakan dengan ucapan Wati. Ternyata para tetanggaku menyangka, kalau aku telah dzalim terhadap menantuku. Padahal kenyataannya adalah sebaliknya, menantuku lah yang telah berbuat dzalim kepadaku."Sudahlah Bu Reni, Ibu nggak usah memasang wajah tak bersalah seperti itu karena aku juga tidak akan pernah percaya terhadap Ibu!" ujanya, kemudian ia berbalik memerintah Wati. "Wati, ayo sana kamu segera makan biar kamu tidak sakit!""Iya, Bu, terima kasih ya. Ya sudah, kalau begitu aku permisi ya, Bu. Aku makan dulu, sudah laper banget soalnya," kata Wati."Iya, Wati, silakan. Ibu juga mau pamit, soalnya masih banyak juga yang belum dibagi. Ya sudah kamu hati-hati saja ya, Nak, Ibu permisi, assalamualaikum," pamit Bu Sari, yang hanya ditujukan untuk Wati.Kemudian kami berdua menjawab salam, lalu Bu Sari pergi dari hadapan kami. Aku juga segera menutup pintu, kemudian berniat membawa kotak makanan milikku tersebut untuk di simpan ke dapur. "Mau d
"Lho ... kok kamu bisa tau sih, Nak! Bukankah tadi saat kejadian kamu tidak ada di rumah," tanyaku sambil menatap heran kepada anakku."Ya bisa dong, Bu, sebab Reno menyimpan CCTV di rumah ini. Reno menyimpannya Ditempat aman, serta tidak akan ada satu orang pun yang mengiranya," sahut Reno.Aku merasa kaget, saat Reno bilang demikian. Kenapa bisa aku tidak tahu tentang semua ini, padahal aku tidak pernah keluar dari rumah ini."Lho kok bisa, sejak kapan kamu memasang CCTV-nya, kok Ibu tidak pernah diberitau," tanyaku."Reno sengaja kok tidak memberitahu, Ibu, biar menjadi surprise," ujarnya sambil tersenyum. "Lagian CCTV model sekarang itu simpel, lho Bu, serta sudah banyak juga kemajuannya. Jadi tidak membuat orang menjadi curiga, kalau kita memasang CCTV," terang Reno, sambil memberikan handphone-nya, yang sedang memutar vidio saat aku dianiaya Wati.Aku baru tahu, jika Reno memasang CCTV di rumah, hingga ia bisa mengetahui perlakuan Kakak iparnya tersebut."Alhamdulillah, kalau m
Ia berkata dengan penuh emosi, saat mendengar penjelasanku tersebut."Iya, Nak, kamu hati-hati di jalan ya! Ibu nggak tau akan seperti apa, kalau sampai tidak ada kamu, Nak." "Iya, Bu, Ibu tenang saja, pokoknya aku akan selalu menjaga dan membela Ibu. Apalagi Ibu memang tidak bersalah sama sekali," ujarnya.Setelah itu Roni pun pergi untuk membeli obat serta makan untukku. Anak bungsuku memang sholeh dan perhatian semoga dia selalu diberi kelimpahan rezeki, serta urusannya juga selalu dilancarkan. Semoga juga Roni segera dibukakan mata hatinya, supaya bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar, sehingga tidak selalu membela istrinya yang jahat.Sekitar sepuluh menit serelah kepergian Reno, terdengar Roni dan Wati datang. Aku pun mengabaikannya saja, tidak aku beritahu anak sulungku itu, kalau aku sedang sakit saat ini. Karena percuma juga aku bilang, yang ada nanti aku yang malah akan sakit hati, jika kata-kata kasar anakku. Apalagi jika di panas-panasi oleh istrinya, yang mema
"Lho, Mbak, kok kamu marah sih! Seharusnya aku yang marah sama kamu, sebab kamu selalu menyalahkan Ibuku dalam setiap hal. Padahal aku tau, kalau apa yang kamu katakan itu justru sebaliknya. Bahkan kamu menuduh Ibuku yang mengambil nasi berkat milikmu, padahal kamu sendiri yang merampas nasi milik Ibuku. Karena ketamakan kamu, Mbak, hingga Ibu tidak bisa makan siang dan asam lambung Ibuku naik. Ibu sampai sakit begini juga karena ulah kamu, Mbak," bentak Reno, ia sampai menunjuk-nunjuk wajah Wati.Wajah Wati langsung berubah drastis menjadi merah padam, apalagi ia memilki kulit putih jadi begitu ketara perubahannya."Bahkan tadi kamu bilang, kalau yang mengerjakan pekerjaan rumah ini kamu. Sedangkan Ibuku hanya bermalas-malasan saja, padahal kamu sendiri yang malas, mencuci pakaian sendiri saja kamu tidak mau. Apalagi untuk membersihkan rumah ini, itu merupakan sesuatu yang mustahil! Aku juga tau, kalau kamu selalu curhat di media sosial. Kamu selalu bilang, jika Ibuku selalu mendzol
"Kamu itu apa-apaan sih, Reno, sampai menyuruh aku sadar segala? Memangnya aku hilang ingatan apa, atau sedang pingsan? Aku ini sadar, Reno, justru kamu yang harus sadar karena ngomongnya jangan ngelantur." Roni malah membalikan ucapan kepada Reno, ia tidak terima saat Reno berusaha menyadarkannya"Tuh kan Mas, kamu lihat sendiri kan, kalau adikmu juga tidak menyukaiku! Adik sama Ibumu sama-sama membenciku, bahkan mereka berdua ingin menyingkirkan aku dari kehidupanmu. Mereka itu tidak suka, jika melihat kita hidup bahagia, Mas," tuding Wati.Wati malah membolak-balikkan fakta, ia menuduh aku dan Reno ingin merusak kehidupan rumah tangga mereka berdua."Wati, apa maksud ucapan kamu? Ibu dan Reno tidak pernah mau merusak kebahagiaan kalian, tetapi apa yang dikatakan Reno itu memang benar, kalau kamulah yang telah mendzolimi Ibu, bukannya Ibu yang mendzolimi kamu.""Ibuku kok ngotot banget sih, mengatakan kalau aku mendzolimi Ibu, justru Ibu yang selalu mendzolimi aku! Lagian kamu punya