Share

Bab 7

Memang benar-benar kurang ajar si Wati itu, tidak ada sopan santunnya sama sekali kepadaku. Mana pantas selama ini ia memperlakukan aku seperti itu, sebab aku ini dianggap pembantu olehnya.

"Oh, jadi karena kedudukan aku dan Ibumu berbeda, sehingga kamu tidak pernah mau menghormati Ibu. Begitukan Wati?"

"Tepat sekali, Bu, memang karena itulah aku tidak menganggap Ibu sebagai mertuaku, apalagi mau disamakan seperti orang tuaku. Sadar diri dong, Bu! Memangnya Ibu punya apa, hingga mau disamakan derajatnya dengan orang tuaku? Kalian berdua itu jelas-jelas berbeda dan sampai kapanpun aku tidak akan mau menggirmati Ibu. Jangankan aku yang orang lain, Mas Roni yang anak Ibu saja menganggap Ibu sebagai pembantu kan? Buktinya selama ini ia selalu membiarkan Ibu yang mencucikan pakaian dan perabotan kotor bekas kami. Bahkan ia membiarkan saja, dalaman bekas kami bercinta dibersihkan oleh Ibu. Makanya, Bu, jangan menyuruh aku untuk menghormati Ibu. Sedangkan anak Ibu sendiri tidak menghormati Ibu," paparnya lagi.

Wati seakan puas telah mengungkapkan semua itu. Ia bahkan tersenyum lebar, sambil menaik turunkan alisnya seakan menantangku. Aku baru sadar sekarang, kalau ternyata Wati tidak menghargai aku itu bukan karena kesalahannya seratus persen. Tetapi ia seperti itu karena kesalahan anakku bahkan kesalahan aku juga.

Memang benar, selama Roni menikah dengan Wati, ia tidak pernah menghormati aku lagi. Ia bahkan sering menyuruhku ini dan itu, sehingga memberikan contoh yang jelek untuk Wati. Makanya sekarang Wati un tidak segan kepadaku, ia telah berani menyuruhku seperti menyuruh pembantunya.

Sedangkan aku juga bersalah, sebab aku selalu nurut saja jika diperintah anakku. Tanpa aku sadari, jika semuanya itu akan berdampak buruk dan menjadi bomerang juga untukku. Aku juga dengan suka rela selalu mencucikan pakaian kotor mereka, sebab aku merasa risih jika melihat banyak cician menumpuk. Sehingga kini aku selalu dimanfaatkan tenaganya, oleh menantu dan juga anakku sendiri.

"Bu, sekarang Ibu sudah paham kan kenapa aku bersikap seperti itu? Ibu juga sudah mengerti kan sekarang? Jadi Ibu jangan malah bengong saja, ayo segera cuci semua baju dan perabotan kotor! Setelah itu masak yang enak untukku dan jangan lupa gosok pakaianku dan juga pakaian Mas Roni karena stok pakaian di lemari sudah menipis! Ayo, Bu, jangan malah diam saja," peurintahnya.

"Maaf, Wati, Ibu tidak akan pernah lagi melakukan semuanya itu. Sebab dulu Ibu melakukannya juga karena Ibu marasa risih dan tidak biasa melihat cucian numpuk. Dulu Ibu mau mencucikan pakaian kamu dan Romi karena Ibu pikir kamu masih butuh penyesuaian di rumah ini. Tapi ternyata kamu malah memanfaatkan kebaikan Ibu, kamu sengaja menumpuk pakaianmu supaya dicucikan oleh Ibu. Ibu tidak sadar, jika ternyata kamu menganggap Ibu sebagai pembantu gratisan di rumah ini. Jadi mulai sekarang dan seterusnya urus saja rumah tangga kamu sendiri, sebab Ibu tidak akan pernah lagi mau membantu kamu apun itu. Sudah cukup kamu memanfaatkan Ibu, apalagi Ibu ini sudah tua tidak selayaknya tenaga Ibu diporsil seperti ini," tolakku.

"Ibu tidak bisa begitu dong, Bu! Terus kalau bukan Ibu yang mengerjakannya lalu siapa lagi? Aku nggak mau mengerjakannya, yang ada nanti tanganku jadi kasar dan rusak. Aku bisa malu, Bu, kalau pas aku kumpul bareng temanku aku berubah jelek," rajuknya.

Memang dasar Si Wati anak manja, tapi aku tidak mau tahu apa pun alasanya. Toh yang kotor juga pakaian dia dan suaminya, jadi tidak ada urusan lagi denganku.

"Ya terserah kamu, Wati, mau sama siapa pun pakaian kamu dicucikan itu urusan kamu. Karena yang jelas Ibu tidak akan lagi mau mencucikan apapun lagi bekas kalian. Kamu dan Roni itu sudah berumah tangga, sudah seharusnya kalian berdua belajar mandiri. Kalian jangan pernah mengandalkan orang tua, dalam urusan rumah tangga kalian," terangku lagi.

"Aaah ... banyak omong kamu, Bu. Percuma ngomong panjang lebar karena nggak akan aku dengerin! Pokoknya sekarang cepat cucikan bajuku dan bikinkan makanan buatku! Cepat, Bu," tetiaknya sambil menarik tanganku dengan kasar.

Setelah itu Wati mendorongku, hingga aku tidak bisa menopang tubuh kurusku dan akhirnya tubuhku membentur lemari dan keningku benjol akibat terkena ujung lemari yang lancip. Aku pun akhirnya ambruk, serta kepalaku kleyengan karena merasa pusing akibat terbentur lemari tersebut.

"Wati, kamu kok kasar banget sih jadi orang! Kening Ibu sampai benjol begini akibat ulah kamu," ujarku, sambil mengurut keningku yang terasa nyut-nyutan.

"Rasain kamu, Bu, itulah akibatnya kalau tukang ngeyel. Coba kalau Ibu nurut sama aku, semuanya itu pasti tidak akan terjadi," sahutnya seakan merasa tidak bersalah.

"Lihat saja, Wati, akan Ibu adukan semua ini kepada suamimu. Biar Roni tau kalau istrinya itu telah menganiaya Ibunya,"

"Adukan saja, Bu, aku tidak takut kok! Lagian sok-soan banget mau mengadukan aku kepada Mas Roni, memangnya Ibu punya bukti kalau aku yang melakukan semuanya ini," tanya Wati.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status