Home / Rumah Tangga / Mencari Selingkuhan Suamiku / Bab 2 Pesan yang Mendalam

Share

Bab 2 Pesan yang Mendalam

Author: Kak Zorah
Ketika aku baru saja ingin melihat siapa yang mengirimkan pesan itu, Harry langsung kembali dari kamar mandi dan merebut ponselnya, lalu berkata padaku dengan terburu-buru, “Itu dari Jasmine!”

“Apaan, sih? Takut ketahuan sama aku?” tanyaku curiga, tapi sesungguhnya dalam hati aku merasa tidak tenang.

Dalam pesan itu tertulis tiga kata, yaitu “Dia sudah tahu?”

Pesan yang sangat mendalam, mengartikan bahwa dia takut aku mengetahui sesuatu. Bahkan dalam pesan itu juga tersirat kemesraan. Aku terus mengamati setiap perilaku Harry. Insting wanitaku langsung aktif, dan firasat buruk yang sejak tadi kurasakan makin menguat.

Harry hanya terkekeh dan melempar ponselnya kembali ke meja, kemudian dia memelukku ke dalam dekapan dan mencium bibirku.

“Kamu mikir kejauhan! Yang Jasmine maksud itu bukan kamu, tapi mamaku! Dia jadiin aku tameng untuk ngambil uang Mama!”

Jasmine ini adalah adik kandungnya Harry yang sejak kecil sakit-sakitan. Karena penyakitnya itu, dia selalu diperlakukan dengan manja dan lama-lama jadi terbiasa dengan itu. Layaknya seorang anak perempuan dari keluarga kaya, di usianya yang 20-an tahun,dia tidak bekerja dan hanya bersenang-senang saja setiap hari.

“Memangnya uang mama kamu uangnya siapa?” tanyaku kesal.

Di situ Harry hanya tersenyum dan memelukku. Dia lalu kembali ke kamar mandi sambil berkata, “Iya, iya. Itu uang kamu! Habisnya siapa suruh aku dapat istri yang begitu baik hati!”

Aku sangat tersanjung dengan ucapan manisnya. Dari dulu aku tidak pernah pelit dengan keluarganya Harry. Aku selalu berpikir bahwa keharmonisan keluarga adalah kunci untuk hidup sukses dan bahagia.

Mandi bersama dengan Harry membuat segala kekalutan dan kecurigaan yang ada di pikiranku menghilang bagaikan asap yang tertiup angin.

Saat aku terbaring di dalam pelukannya malam itu, aku kembali mengungkit tentang perumahan di area sekolah, yang mana sudah menjadi kecemasan terbesarku belakangan ini. Sejak kami menikah sampai detik ini, kami selalu tinggal di sebuah apartemen kecil yang luasnya hanya 45 meter persegi. Sebenarnya aku tidak masalah dengan rumah sekecil apa pun, tapi aku juga ingin memberikan yang terbaik untuk Adele. Sebentar lagi Adele akan mulai bersekolah. Tempat tinggal kami sekarang tidak memiliki sekolah yang bagus di sekitar.

Sebenarnya aku sudah mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli rumah baru dari beberapa tahun yang lalu, tapi Harry selalu bilang tidak usah buru-buru. Perkembangan Kota Reva sangat pesat, makanya aku harus mencari tempat tinggal yang lebih baik.

Malam ini aku kembali membicarakan hal itu, tapi kali ini Harry tidak melawan dan malah menepuk bahuku, kemudian mencium keningku, “Oke, kalau ada tempat yang cocok, nanti aku bawa kamu lihat-lihat!”

Aku cukup puas dengan jawaban itu, dan aku pun tertidur pulas dengan harapan suatu hari bisa tinggal di rumah besar yang indah.

Keesokan paginya, saat aku baru saja mengantar Adele ke TK, aku mendapatkan panggilan masuk dari teman baikku, Fanny, untuk bertemu di tempat biasa. Aku tentu saja menyanggupinya dan langsung memanggil mobil untuk membawaku ke sana.

Fanny adalah satu-satunya orang yang sudah kuanggap seperti saudara sendiri di Reva. Selalu ada saja yang bisa kami bicarakan berdua, tapi tumben sekali dia mengajakku untuk bertemu pagi-pagi begini. Fanny adalah orang yang sangat sibuk. Dia bekerja sebagai agen di sebuah perusahaan media.

Begitu memasuki toko dessert favorit kami, aku melihat Fanny sudah duduk di pojokan dengan sebuah laptop di hadapannya. Sepasang tangannya yang lentik tak hentinya mengetik sesuatu. Cahaya matahari pagi menyinari tubuhnya, membuatnya terlihat sangat cantik. Dia segera melambaikan tangannya begitu melihat kedatanganku. Aku pun menghampirinya dan bergurau, “Tumben hari ini kamu santai!”

“Memangnya nggak boleh aku peduli sama kamu?”

“Hahaha, boleh, dong!” Aku pun duduk dan tanpa segan-segan mengambil secangkir kopi yang sudah Fanny pesan untukku. “Tapi kamu bukannya sibuk? Kalau aku sih memang setiap hari santai!”

“Ha! Masih bisa kamu ngomong begitu! Aku lihat kamu kayaknya jadi makin lemot, ya. Harry terlalu manjain kamu, sih. Jangan bilang aku nggak pernah ingatin, ya, tapi jadi orang itu nggak boleh terlalu santai, nanti gampang jadi lemot!”

Entah mengapa ucapan Fanny membuat jantungku berdegup kencang.

“Apa maksudnya?”

“Ngga ada maksud apa-apa! Aku cuma kasih tahu saja! Oh ya, dua hari yang lalu aku ketemu sama Harry!”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 299 – Pertarungan yang Kejam

    Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 298 – Mati Secara Tidak Wajar

    Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 297 – Petugas Polisi Datang

    Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 296 – Panggilan Telepon yang Aneh

    Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 295 – Memulai Perang Secara Terang-terangan

    Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi

  • Mencari Selingkuhan Suamiku   Bab 294 – Beberapa Mobil Saling Bertabrakan

    Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status