Seusai makan, tanpa berlama-lama Jasmine langsung berkata kepada Harry, “Kak, antar aku pulang, dong!”Aku mengusap mataku dan melirik Jasmine sekilas. Dia bertingkah seolah tidak melihatku dan menarik-narik lengan Harry dengan manja. Di saat itu Harry malah menatapku dengan wajah pasrah seperti sedang meminta tolong. Karena aku tak kunjung berbicara, dia pun berkata, “Kamu tunggu sebentar. Aku mau cuci piring dulu, baru antar kamu pulang.”Jujur, aku benar-benar sudah muak dengan tingkah laku Jasmine dan tidak ingin lama-lama melihatnya. Lantas aku pun berkata, “Kamu antar saja dia! Biar aku yang cuci piring!”“Papa mau ke mana? Aku juga mau ikut!” ujar Adele seraya berdiri dari kursinya dan meminta untuk digendong.Harry langsung mengulurkan tangannya menggendong Adele khawatir dia akan terjatuh. “Papa cuma keluar sebentar! Kamu main di rumah saja sama Mama, ya.”“Bocah, ngapain kamu ikut-ikut?” tutur Jasmine yang jelas tidak suka dengan keberadaan Adele.“Sayang, Papa mau ngantar Ta
Aku hanya pernah datang ke perusahaanku, Aurous Construction, sekali saja semenjak pindah ke gedung perkantoran Brilliant Tower. Saat baru pindah, Harry yang mengajakku ke sana. Dia menyewa satu lantai penuh untuk perusahaan kami, dan itu rasanya sungguh membanggakan dan penuh dengan pencapaian.Hari itu dia berdiri di depan jendela ruang kantor sambil memelukku, dan berkata dengan sepenuh hati, “Makasih, ya, sayangku! Kamu sudah ngasih aku modal untuk sukses dan bisa mempunyai kehidupan yang beda dari masa laluku! Percayalah, nggak lama lagi seisi gedung ini bakal kukasih buat kamu!”Aku hanya tersenyum mengingat kembali masa-masa itu, karena sekarang dia akan merusak semua itu. Begitu aku masuk ke dalam, resepsionis langsung bertanya siapa yang mau aku temui dan ke lantai berapa aku menuju. Ketika aku menyebut nama Harry, dia langsung menatapku dari atas sampai bawah dan berkata, “Maaf, Bu, Pak Harry lagi tidak di tempat. Tadi Pak Harry keluar sama istrinya!”Kepalaku langsung berden
Makan malam kurang lebih sudah selesai kumasak semuanya bertepatan dengan pulangnya Harry dan Adele. Adele melompat kegirangan e dalam pelukanku dan berkata dengan suaranya yang menggemaskan, “Mama, aku sudah pulang. Tadi Papa yang jemput aku di sekolah.”Suaranya yang manis itu membuatku meneteskan air mata. Aku menahan diri untuk tidak menangis dan berkata, “Mama beliin buah nangka kesukaan kamu, tuh!”“Wah! Aku mau makan! Papa, aku mau makan nangka!” seru Adele.“Oke! Ini makan sedikit dulu, ya. Habis makan malam baru makan lagi nangkanya!” ujar Harry sambil mengupas sebagian kecil dan memberikannya pada Adele. Setelah itu dia masuk ke dapur dan memelukku dari belakang, “Tumben hari ini kamu masak banyak banget?”Dalam hati aku bergidik geli. Keluarga kecil yang awalnya baik-baik saja kini jadi berada di ambang kehancuran karenanya.“Kamu kan baru pulang dinas, jadi ini aku bikinin masakan enak buat kamu! Hari ini di kantor sibuk?” tanyaku.Dia hanya menjawab seadanya. Itu membuat h
Pagi berikutnya aku memaksakan diri untuk bangun dengan lingkar mata hitam yang tebal. Harry yang melihat kondisiku ini jadi cemas dan bertanya, “Maya, kamu lagi nggak enak badan? Mukamu kusut begitu.”“Kamu yang bikin aku jadi begini semalam, nggak sadar, ya?” ucapku.Mendengar itu, Harry hanya tersenyum tipis dan memelukku, “Lain kali jangan minum-minum lagi. Olah raga saja, biar tidurnya jadi lebih nyenyak!”Entah mengapa perutku langsung terasa mual saat mendengar perkataannya. Aku segera berlari ke kamar mandi untuk muntah berat. Harry langsung menyusul ke kamar mandi dan menepuk punggungku sambil berkata, “Kamu kenapa? Aku bawa ke rumah sakit saja, ya!”“Nggak usah, mungkin cuma kurang istirahat saja. Kamu sekalian antar Adele ke TK, ya. Aku mau istirahat dulu!”Harry mengantarku sampai ke kasur dan memakaikan selimut untukku, “Tidur lagi saja sebentar. Tenang saja, biar aku yang antar Adele! Kalau masih nggak enak badan juga, telepon aku, ya?”Aku mengangguk dan mendengar sepasa
Aku hanya tersenyum masam dan mengiyakan Fanny, lalu menutup teleponnya.Di mataku, saat itu Fanny terlihat seperti pengkhianat. Padahal dia sendiri yang bilang untuk sadar akan kelebihan diriku sendiri, tapi sekarang dia malah meledek aku pengangguran di depan suamiku sendiri. Dasar manusia bermuka dua.Pantas saja dari kemarin dia mengujiku dengan bilang kalau dia bertemu dengan Harry, ditambah lagi malam itu Harry juga bilang kalau dia sudah lama tidak berjumpa dengan Fanny. Perasaan dipermainkan seperti ini sungguh membuatku sakit hati. Di tengah kota yang asing ini, aku sepenuhnya memperlakukan mereka berdua dengan sangat baik, tapi mereka malah berbohong padaku. Aku tidak tahu lagi harus percaya pada siapa sekarang.Aku terus menatap ke arah jendela dan tanpa ragu menghubungi nomor Harry. Sesuai dugaanku, Harry menjawab yang sama seperti Fanny. Dirundung amarah yang sudah kepalang naik sampai ubun-ubun, aku langsung masuk ke dalam kedai tersebut. Namun seketika aku masuk, ponsel
Sebelum aku menjawab, Harry dengan sigap maju dan menjelaskan kalau suasana hatiku sedang buruk. Kemudian dia menaruh tangannya di bahuku dengan kuat dan berkata, “Sayang, nggak usah takut, dokter sudah bilang nggak apa-apa. Tinggal diperiksa sedikit lagi, habis itu boleh pulang!”Pulang ….Kata itu membuatku seketika kehilangan kendali. Aku langsung mendorong Harry menjauh dariku dan berlari keluar sambil menangis. Rumah tangga ini bagaikan porselen yang sudah penuh dengan retakan, dan bisa pecah berkeping-keping kapan saja. Bahkan Fanny sampai berani datang terang-terangan dan mengancam posisiku sebagai ibu.Fanny segera menyusulku keluar meninggalkan Adele yang menangis di dalam.“Maya, kamu kenapa? Jangan bikin Adele takut begitu, dong! Kamu harus tabah, yang terpenting sekarang adalah kondisinya Adele!”“Tabah? Apa bisa?” ujarku membentaknya, membuat Fanny terkejut.Aku menyadari diriku telah kehilangan kendali, maka itu aku berusaha untuk kembali tenang dan berkata, “Kamu pulang
Setelah insiden jatuh dari tangga, mungkin karena masih ada rasa takut yang tersisa, Adele jadi sangat manja dan terus saja berada di pelukanku selama satu harian penuh. Aku jadi harus berada di dekat Adele setiap saat, dan itu membuatku merasa sedikit cemas. Harry pun tingkahnya tak jauh beda dengan seekor rubah yang licik. Dia tidak memberikan ruang bagiku sedikit pun untuk mencari petunjuk. Dia selalu berangkat dan pulang kerja tepat waktu, tidak ada satu pun kejanggalan yang bisa kutemukan pada dirinya. Semua barang yang dia bawa pulang pun tidak memberikan petunjuk apa-apa. Terkadang, aku jadi heran apa mungkin aku sendiri saja yang berhalusinasi.Siang hari itu dengan susah payah aku berhasil membuat Adele tertidur pulas. Aku menyadari di rumah ternyata sudah tidak ada buah apa pun yang tersisa. Melihat Adele tidur begitu pulas, aku memutuskan untuk pergi ke pasar sebentar.Lokasi pasar dengan rumahku sangat dekat. Aku buru-buru mengganti baju dan keluar, dan pulang secepat mungk
Saat aku mendengar si resepsionis menyapa “Ibu”, aku langsung berbalik untuk melihat bagaimana Fanny akan menghadapiku. Berani-beraninya dia menyamar sebagai diriku selama ini. Namun ketika mataku melintas sekilas, orang yang awalnya kukira Fanny ternyata adalah Jasmine.Dia berpakaian dengan sangat fashionable, dengan warna baju yang terang dan rambut panjang berwarna kecokelatan dibuat agak ikal sebahu. Wajahnya yang kecil juga dirias dengan sangat cantik, membuat tampang aslinya yang tidak seberapa jadi terlihat sangat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekat dengan senyum angkuh di wajah. Saat dia baru ingin berbicara, dia melihat aku yang saat itu sedang berbalik. Seketika menatapku, bola matanya langsung menciut dan tubuhnya terdiam di tempat seperti dipaku. Dia jelas tidak menyangka aku akan muncul di tempat ini.Aku tersenyum geli melihat situasi ini. Harus kuakui dari penampilan kami berdua saat ini, memang Jasmine-lah yang lebih cocok disebut sebagai istrinya Harry, dan