Share

Bab 9 Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Aku hanya tersenyum masam dan mengiyakan Fanny, lalu menutup teleponnya.

Di mataku, saat itu Fanny terlihat seperti pengkhianat. Padahal dia sendiri yang bilang untuk sadar akan kelebihan diriku sendiri, tapi sekarang dia malah meledek aku pengangguran di depan suamiku sendiri. Dasar manusia bermuka dua.

Pantas saja dari kemarin dia mengujiku dengan bilang kalau dia bertemu dengan Harry, ditambah lagi malam itu Harry juga bilang kalau dia sudah lama tidak berjumpa dengan Fanny. Perasaan dipermainkan seperti ini sungguh membuatku sakit hati. Di tengah kota yang asing ini, aku sepenuhnya memperlakukan mereka berdua dengan sangat baik, tapi mereka malah berbohong padaku. Aku tidak tahu lagi harus percaya pada siapa sekarang.

Aku terus menatap ke arah jendela dan tanpa ragu menghubungi nomor Harry. Sesuai dugaanku, Harry menjawab yang sama seperti Fanny. Dirundung amarah yang sudah kepalang naik sampai ubun-ubun, aku langsung masuk ke dalam kedai tersebut. Namun seketika aku masuk, ponselku berdering mendapat panggilan dari guru TK, yang bilang bahwa Adele terjatuh dari tangga dan sedang dibawa ke rumah sakit.

Aku begitu syok mendengarnya sampai wajahku pucat pasi, dan langsung mencari kendaraan untuk berangkat ke rumah sakit. Selama perjalanan, aku juga menghubungi Harry dan menjelaskan situasinya. Kami berdua bergiliran tiba di rumah sakit dan mencari Adele di ruang gawat darurat. Suara tangisannya terdengar sampai ke seisi ruangan dan kepalanya penuh dengan keringat. Aku langsung mengambil Adele dari gendongan gurunya dan memeluknya dengan erat, sambil memeriksa kondisi dan memarahi para guru akibat kelalaian mereka.

Harry pun tampak cemas dan bertanya kepada dokter mengenai kondisi Adele. Dokter menjelaskan hasil pemeriksaan yang dia lakukan dan bilang di bagian jidatnya terdapat luka benturan yang cukup besar, serta menderita gegar otak ringan, karena itu Adele harus terus dirawat di rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Guru yang bertugas menjaga Adele tampak sedang menangis sampai matanya bengkak memerah. Kepala TK juga ada di sana dan meminta maaf kepada Harry. Harry tetap menjaga sikap tenangnya meski dalam hati pasti merasa tidak senang. Dengan akal yang sehat dia menanyakan kronologi kejadian, dan kepala TK menjelaskan kalau Adele didorong oleh seorang anak lainnya. Aku yang mendengarnya langsung merinding ketakutan. Tangganya memiliki tinggi sekitar 1.5 meter.

“Kalian ini gimana, sih, jagain anak? Orang tua murid sudah mempercayakan anaknya ke kalian, tapi kalian malah lalai!” seruku marah-marah.

Harry kaget melihat sikapku yang tiba-tiba berubah. Selama ini aku tidak pernah sehisteris itu, bahkan Adele yang berada dalam pelukanku juga ikut terkejut dan menangis. Harry segera menenangkanku. Kepala TK yang merasa sangat bersalah segera mengurus administrasi rumah sakit dan memesankan bangsal rawat inap untuk Adele.

Ketika situasi mulai terkendali, Fanny menghubungiku menanyakan aku ada di mana. Aku benar-benar kehabisan kata-kata, masa dia tidak tahu aku ada di mana? Walau begitu, aku tetap memberi tahu kalau aku sedang berada di rumah sakit karena Adele terjatuh.

Tak lama kemudian, Fanny datang ke bangsal dengan terburu-buru dan menanyakan kabar Adele. Kebetulan Harry juga masih ada di sana. Tampang mereka berdua terlihat biasa saja, tapi aku bisa merasakan mereka berdua sedang berkomunikasi satu sama lain melalui tatapan mata mereka, Khususnya Harry yang terlihat sangat tegang.

Aku pura-pura bodoh dan sengaja bertanya kepada Fanny, “Rapat kamu cepat amat sudah beres?”

“Oh! Iya, bukan rapat penting juga. Tadi kamu telepon ada apa?”

“Nggak apa-apa. Aku cuma lagi santai saja. Harry bilang sudah lama nggak ketemu sama kamu, jadi tadi aku mau ngajak makan siang bareng!” kataku sambil menatap Fanny.

“Hey, itu bisa tunggu nanti saja sampai Adele sembuh. Nanti biar aku yang traktir kalian!”

Seusai berkata demikian, Fanny mengelus kepala Adele dan berkata, “Iya, ‘kan, sayang? Nanti kamu boleh pilih mau makan di mana. Pokoknya apa pun yang kamu mau, Tante beliin!”

Bola mata Adele langsung berbinar dan menganggukkan kepalanya. Jidat Adele masih benjol besar, spontan aku pun menepis tangan Fanny dan mengumpat dalam hati. Dasar ibu tiri sialan, sudah mulai mencuri hati anakku rupanya? Jangan harap aku akan memberikan posisiku padamu!”

Fanny yang merasakan ada yang janggal dengan sikapku pun tersentak, lalu dia menatapku dan bertanya, “Kamu kenapa?”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status