Risti melempar pakaian Bambang ke lantai dengan tatapan garang. Bambang memunguti pakaiannya dengan cepat lalu berlari menuju pintu keluar. “Maafin saya, Mbak, maafin.” Bambang menatap memelas kepada Risti, dia sendiri tidak memahami bagaimana bisa dia tidur bersama wanita itu.“Pergi!” bentak Risti lagi. Bambang memakai pakaian sembarangan sambil mencari tas kecil yang dia bawa semalam, ternyata berada di sofa. Saat mendekati pintu. Aarrggh... Bambang tidak tahu cara membuka pintu itu. Dengan wajah pucat penuh peluh, Bambang mendekati kamar Risti yang dibatasi tirai. “Mbak, maaf, mmh... saya, itu... tak bisa buka pintunya,” dengan nada polosnya.Risti dengan wajah memerah kesal bangun dari kasur menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Berjalan melewati Bambang yang masih terpaku dengan bahu mulus Risti. Dia susah menelan salivanya, sambil memegang dadanya yang berdegub kencang. Belum sampai pintu, Risti berbalik badan, sadar bahwa Bambang memperhatikannya. “Kau... apa belum puas den
"Assalamualaikum, Ayah,” Risti mengucapkan salam sambil mencari keberadaan ayahnya. Bambang berjalan lemas mengekorinya di belakang dengan wajah kaku ditekuk. Ia tidak punya pilihan lain.“Waalaikumsalam, calon pengantin Ayah.” Pria dewasa itu memeluk Risti dengan hangat sambil memperhatikan Bambang yang terpaku di belakang Risti. Sadar diperhatikan, Bambang lalu dengan cepat mengajak calon mertuanya itu bersalaman sambil tersenyum. “Ayo, duduk,” Ayah mempersilakan. “Bi... buatkan minum untuk anak dan calon menantu saya,” titah Pak Hermawan kepada pembantu rumah tangganya. Lagi-lagi Bambang mengusap peluh yang bercucuran. “Bagaimana kabarnya, Nak Bambang?” “Eh, iya, Om. Alhamdulillah, sehat,” jawabnya kikuk sambil menyunggingkan senyum tipis yang dipaksakan. “Om, bagaimana kabarnya?” Bambang berbasa basi.“Wah, saya sehat sekali, apalagi dengar kabar kalian sudah menentukan tanggal,” jawab Pak Hermawan sumringah. “Ayo, diminum, Nak.”“Terima kasih, Om.”“Eh, eh, jangan panggil Om
Pagi, 5 April 2019Harusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Bambang, namun yang terjadi sepanjang malam tadi, dia tak dapat memejamkan mata. Di rumahnya, Bude Yati merasa sangat senang bersama beberapa tetangga, sudah bersiap mengecek semua seserahan yang akan dibawa, tak kalah semangat, Pak RT menyewa lima angkot untuk mengangkut pengantin dan para tetangga.Lala dan Lulu tidak kalah bahagia, Mas kesayangan mereka akan segera menikah dengan wanita yang sangat cantik. Semua tampak bahagia kecuali Bambang. Dia mematut diri di depan cermin melihat tampilannya mengenakan kemeja putih dan setelan jas keren yang telah disiapkan Risti.Risti sudah bersiap di rumahnya, ditemani para om dan tante, serta para sepupunya. Ada beberapa orang tetangga juga yang hadir di sana. Ia memandang dirinya di depan cermin. “Perfect,” gumamnya memuji kecantikannya.“Karin, akhirnya kejombloan gue lulus juga,” kekeh Risti sambil tersenyum bahagia menggoda Karin yang saat itu menemaninya dalam kamar pen
Tepat pukul 18.30, pasangan pengantin baru, yaitu Bambang dan Risti masuk ke ruangan resepsi yang sudah di dekorasi sedemikian bagus dan cantik. Bunga-bunga hidup menghiasi setiap sisi ruangan ditambah lampu hias dan kue tart pernikahan yang sangat cantik. Benar-benar sempurna, seperti pesta pernikahan impian wanita itu.Para tamu mulai memadati ruangan, antre bersalaman dengan kedua mempelai. Banyak yang memuji kedua pengantin. Pengantin wanita sangat cantik dan memesona dengan pakaian pengantin warna biru laut serta kilauan mutiara menghiasi baju tersebut, sedangkan pengantin lelaki terlihat gagah dan menggoda. Ya, Bambang terlihat berbeda saat acara resepsi, tuxedo biru dongker dan sepatu yang pas ia kenakan serta senyumannya selalu terurai saat bersalaman dengan para tamu, sesekali Risti memandangi wajah suaminya kini. “Handsome,” bisiknya memuji.“Wah, selamat ya. Mas,” ucap lelaki tampan; tamu undangan itu bersalaman dan mengucapkan selamat kepada Bambang sambil tersenyum. “I
TringSendok di tangan Bambang terlepas kaget. Peluhnya bercucuran. Risti menutup mulut menahan tawa. Ayah menoleh, “Maaf, Yah, sendoknya licin,” kata Bambang sekenanya. Ayah Risti ikut tertawa karena menyadari kegugupan menantu barunya itu.***Mereka sudah tiba di ruang tunggu bandara, Edward sudah mengurus semuanya. “Ah, akhirnya liburan juga,” gumam Risti gembira tapi tidak dengan Bambang, dia tidak bersemangat. Seandainya ini honeymoon dia dengan Fani, tentu dia sangat bersemangat.“Hei... ngelamun apaan sih, Bang?” tanya Risti yang sedari tadi memperhatikan Bambang tanpa komentar. “Eh... mmm... gapapa kok, cuma kepikiran kembar,” jawab Bambang berbohong.“Tapi kalau dilihat dari wajah kamu sepertinya sedang memikirkan Fani,” balas Risti sambil menatap lekat wajah Bambang. Seketika itu juga, Bambang menunduk karena malu ketahuan telah berbohong. “Kamu sangat mencintainya, ya?” tanya Risti kembali dengan wajah sendu. Bambang mengangguk.“Huf... kejam banget suami ngaku cinta
Keduanya menikmati makan malam bersama, suasana sudah sedikit cair, sesekali mereka tertawa kecil, apalagi Risti memang hobi banget menggoda Bambang yang dinilainya terlalu polos. Risti memberikan teka-teki kepada suaminya dan tak ada satupun yang bisa dijawab dengan tepat oleh Bambang."Bang, kenapa pohon kelapa di depan rumah harus di tebang?" tanya Risti sambil tersenyum iseng."Kenapa ya?gak tau deh," jawab Bambang polos sambil menggelengkan kepalanya."Karena kalau diangkat berat. Ha ha ha ...." Risti tertawa renyah dan Bambang terlihat menyungginggkan senyum."Ada lagi nih," lanjut Risti kepada Bambang"Tau ga persamaan AC sama kamu?""Ga tau," jawab Bambang lagi, malas berpikir."Sama-sama bikin aku sejuk. Eeaa ...." Risti tertawa keras, hingga pengunjung yang lain memperhatikan mereka.Bambang mengusap peluhnya yang mulai bercucuran karena sedikit grogi."Ah, ga seru nih! Masa kamu ga bisa jawab satupun teka teki aku." Bibir Risti maju dua senti."Iya, sorry aku ga banyak tahu
Risti senyum-senyum sendiri merasa sangat bahagia saat Bambang menggendongnya, sedangkan Bambang berusaha sekuat tenaga menahan sesuatu yang mendesak dari bawah sana. Harum rambut dan tubuh Risti membuat Bambang goyah.Akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar. Bambang dengan cepat menurunkan Risti."Terimakasih suamiku sayang, cup." Risti mengecup cepat pipi Bambang lalu membuka kunci pintu kamar.Bambang tersenyum kecut, "ya Tuhan, rasanya seperti aku berselingkuh dengan istri sendiri," gumamnya dalam hati.Risti lalu masuk ke kamar diikuti oleh Bambang, Risti segera bersih-bersih dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur seksi, sedikit mirip lingeri tapi lebih sopan karena modelnya menutup pundak.Risti sudah merebahkan dirinya di atas kasur cantiknya."Aahh ... nyamannya," gumam Risti sambil menarik selimut tebal berwarna putih dan mencari posisi yang tepat meletakkan kepalanya di bantal lalu memajamkan mata dengan perlahan.Bambang keluar dari kamar mandi sudah dengan kaos lus
"Hei!" Bambang menarik lembut tangan istrinya. "Masih wangi pengantin baru tapi kamu dengan mudahnya mengucapkan kata cerai," ucap Bambang dengan nada serius sambil menatap tajam ke arah Risti."Aku sudah berjanji bertanggung jawab dengan perbuatanku, meskipun aku sampai saat ini ga ngerti bagaimana bisa....aahh sudahlah intinya tidak ada kata cerai lagi,kamu pahamkan?" kali ini dengan tatapan sedikit melunak, bukan karena dia ingin dikasihani Risti, tapi lebih karena ini sudah jam 9 pagi dan mereka belum sarapan.Risti memandang malas wajah Bambang, entah kenapa dia sangat kecewa dengan perkataan Bambang yang mengatakan aktingnya tadi? Padahal Risti berharap semua perkataan Bambang tadi bukan pura-pura semata. "Apakah aku mulai menyukainya?" bisik hati Risti kemudian dengan kencang menggeleng-gelengkan kepalanya."Kamu kenapa?" tanya Bambang heran"Ga papa, iya udah aku minta maaf kalau perkataanku tadi menyinggungmu," jawab Risti halus."Ayo kita sarapan!" ajaknya bersemangat. Ia b