Saat Amira keluar dari minimarket. Nikil masih berada di depan mobilnya. Pria itu ternyata sedang menunggunya. Dia mau mengajak Amira pulang bersamanya.
"Ayok kita pulang!" Ajak pria itu sambil menarik belanjaan yang di bawa oleh Amira. "Tapi kita kan beda arah." Tolak Amira. "Sudah cepat ayo masuk!" Nikil memaksa Amira untuk masuk ke dalam mobilnya. Amira menurut saja. Wanita itu masuk ke dalam mobil karena Nikil sudah membukakan pintu untuknya. Sampai di depan rumah Amira. Nikil memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu. Kemudian pria itu turun dan kembali membukakan pintu mobilnya. Amira pun turun setelah pintu mobil di bukakan. Wanita itu langsung masuk ke dalam rumah. Dia lupa kalau sedang bersama dengan Nikil. Bukan suaminya. "Ini mau taruh di mana?" Tanya Nikil sambil menunjukkan belanjaan yang di bawanya. "Ya Allah. Maaf ya. Aku lupa kalau tadi aku..." Amira tidak meneruskan ucapannya. Dia langsung mengalihkan pembicaraan. Karena tidak mau membahas tentang suaminya. Biasanya dulu saat Amira belanja. Semua belanjaan akan di bawa masuk oleh Amar. Suaminya itu memang melarangnya membawa semua itu. "Di sini saja. Terimakasih ya. Sudah membantuku." Ucap Amira. "Iya. Sama-sama." Jawab Nikil. Pria itu duduk di sofa. Setelah menaruh belanjaan itu. Dia meminta minuman pada Amira. "Capek banget deh. Kayaknya enak nih kalau minum teh hangat." Ucap Nikil. "Tidak mau minuman yang dingin?" Tawar Amira. "Yang hangat saja lebih enak." Jawab pria itu. Amira pergi ke dapur. Membuatkan teh hangat untuk Nikil. Dia menyerahkan minuman itu. Kemudian duduk di depannya. Nikil minum teh hangat buatan Amira. Dengan menyeruput sedikit-sedikit. Pria itu menikmati minuman hangatnya. "Enak banget teh buatanmu." Puji Nikil. "Kayaknya rasa teh sama saja deh." Jawab Amira. "Kamu salah. Teh itu banyak macam rasanya. Ada teh hitam, teh hijau, teh melati. Dan yang paling manis itu Teh Mira." Ucap Nikil menggodanya. "Kamu bisa saja." Jawab Amira. Mereka berdua berbasa-basi sambil menikmati minuman teh hangat. Hingga akhirnya jam sudah menunjukkan pukul sepuluh siang. Perut Amira pun terdengar keroncongan. Nikil mendengar suara perut itu. Dia langsung menanyakan apakah wanita di depannya itu sudah makan atau belum. Dan dia ingin menawarkan makanan untuknya. "Kalau kamu belum makan. Aku punya makanan untuk kamu. Jangan biarkan perut kamu kosong. Kasihan si dedek nya." Ucap Nikil. Amira hanya tersenyum mendengar ucapan pria itu. Dia merasa tidak sendirian lagi. Ada seorang yang menemaninya. Nikil pun senang melihat wanita di depannya bisa tersenyum lagi. Berbeda saat pertama kali bertemu. Amira terlihat pucat dan tidak ada semangat hidup. "Kamu tidak berangkat bekerja?" Tanya Amira. "Tidak. Hari ini tidak ada jadwal untukku." Jawab Nikil. "Kalau Bu Mira sendiri? Apa tidak ada kegiatan di rumah?" Cetus Nikil. "Berapa kali aku bilang. Jangan panggil aku ibu. Panggil saja Mira." Ucap wanita itu. "Baiklah Mira. Aku ulangi lagi. Apakah kamu tidak ada kegiatan di rumah?" Tanya Nikil lagi. Amira tersenyum mendengar ucapan Nikil. Yang menurutnya itu lucu. Wanita itu merasa terhibur olehnya. Nikil keluar dari rumah itu. Kemudian mengambil sesuatu dari dalam mobilnya. Dan memberikannya pada Amira. "Nih. Kamu makan buah ini. Buat isi perutmu. Biar tidak kosong." Ucap Nikil sambil memberikan sekantong buah peer. "Banyak sekali. Untuk kamu mana?" Tanya Amira. "Aku sengaja belikan buat kamu. Jadi kamu harus makan sampai habis. Tapi jangan di makan sekaligus." Jawab Nikil. Mereka berdua menjadi akrab. Seperti sudah lama saling kenal. Dan setelah merasa cukup lama. Juga sudah mulai siang. Nikil pamit untuk pulang. Sebelum itu. Dia menyerahkan ponsel milik Amira yang kemarin pecah. Pria itu juga meminta pada Amira. Agar besok datang ke rumah sakit. "Nih ponsel kamu. Sudah aku service kan." Ucap Nikil sambil menyerahkan ponsel milik Amira. Amira menerima benda pipih itu. Dan langsung mengantonginya di saku bajunya. Wanita itu berterimakasih karena Nikil sudah memperbaiki ponsel miliknya. "Terimakasih ya. Kamu jadi harus keluar uang untuk benda ini." Ucap Amira. "Gak apa kok. Toh enggak seberapa." Jawab Nikil. Pria itu kemudian pergi keluar. Lalu kembali lagi. Dan Amira mengira kalau ada yang ketinggalan di dalam rumahnya. "Ada apa? Ada yang ketinggalan?" Tanya wanita itu. "Tidak. Tapi aku lupa sesuatu." Jawab Nikil. "Apa itu?" Tanya Amira lagi. "Besok kamu mulai bekerja denganku. Aku tunggu di rumah sakit." Ucap Nikil. Kemudian pria itu pergi mengendarai mobilnya. Amira tak menyangka. Kalau ternyata dirinya akan dapat pekerjaan. Dia mengira kalau Nikil tidak mau menerima dirinya sebagai asisten. Karena masalah ponselnya kemarin. Amira sangat bahagia karena mendapat pekerjaan. Untuk pertama kalinya setelah menikah. Dia akan kembali bekerja. Meskipun bukan di bidangnya. Tapi tetap dia akan menjalaninya. Amira mempersiapkan semua untuk besok. Mulai dari baju yang akan di pakainya. Sampai tas yang cocok dengan bajunya. "Kenapa gak ada yang cocok sih." Amira menggerutu sendiri. Dia merasa tidak ada baju yang cocok untuknya. Wanita itu kemudian menelfon Alisa. Menanyakan baju yang pantas untuk bekerja sebagai asisten Dokter di rumah sakit. "Kakak pilih yang mana? biru atau pink?" Tanya Amira sambil menunjukkan lewat video ponselnya. "Biru kayaknya cocok deh." Jawab Alisa. "Kalau tas nya yang mana?" Tanya Amira lagi. Alisa tertawa melihat tingkah adiknya. Hanya mau bekerja saja ribetnya minta ampun. Bahkan tas juga di ikut sertakan. "Kamu mau bekerja atau mau ke pesta?" Tanya Alisa menyindirnya. "Bekerjalah kak. Masa mau ke pesta." Jawab Amira. "Bawa kresek sajalah. itu lebih cocok." Ucap Alisa asal saja. Amira merasa kesal dengan kakaknya. Masa mau bekerja harus memakai kresek. Wanita itu kemudian memilih tasnya sendiri. Dia tidak mau minta pendapat lagi pada Alisa. Kakaknya itu memang kadang-kadang membuatnya kesal. "Ya sudah deh. Aku pilih sendiri saja. Kak Lisa memang gak jelas. Aneh." Ucap Amira sambil menutup sambungan telefonnya secara sepihak. Alisa tidak terkejut dengan itu. Sudah biasa Amira seperti itu kalau perasaannya sedang aneh. Dia lebih senang dengan sikap adiknya yang seperti itu. Amira sudah memilih baju yang menurutnya cocok untuk di pakai bekerja besok. Wanita itu menaruh baju yang sudah di pilihnya ke dalam lemari. Kemudian dia pergi ke dapur untuk memasak. Amira memasak telur goreng. Hanya itu saja yang dia masak. Belanjaan tadi memang hanya telur dan mie instan. Karena di minimarket tadi tidak ada sayuran. "Hmm enaknya. Telur goreng yang enak. Lebih enak dari opor ayam buatan Kak Lisa." Amira berbicara sendiri. Memuji masakan miliknya sendiri.Ting tong. Bel pintu rumah berbunyi. Narendra dan Nikil sedang duduk di ruang tengah. Sedangkan Savitri dan Amira membantu Art nya memasak di dapur. "Bi. Tolong bukain pintu! Kayaknya ada tamu." Teriak Narendra sambil asik nonton TV. Begitupun juga Nikil. Dia tidak mau bangkit untuk membuka pintu. Karena tidak mau meninggalkan siaran berita tentang politik. Savitri yang mendengar teriakkan suaminya. Wanita itu melarang Mbok Asih. Art nya yang hendak keluar untuk membukakan pintu. Tapi dia malah menyuruh Amira. "Gak usah mbok! Lanjutin saja masaknya. Biar Amira saja yang membukakan pintu." Ucap Savitri pada Mbok Asih. "Iya nyonya." Jawab Mbok Asih. "Mira. Tolong kamu yang bukain pintu! Sekalian. Setelah itu kamu mandi ya! Biar ini semua mama sama Mbok Asih yang kelarin." Titah Savitri pada Amira. "Iya ma." Jawab Amira. Kemudian wanita itu keluar dari dapur dan menuju ke pintu depan. Saat pintu di buka. Seorang pria dan wanita berpenampilan mewah. Mereka berdua membawa
Narendra melihat Amira berada di belakang Nikil. Wanita itu terlihat lebih cantik dari saat pertama kali bertemu waktu itu. Saat sedang hamil dulu. "Kamu?" Tanya Narendra pada Amira. Pria itu lupa dengan nama wanita itu. "Dia Humaira." Jawab Nikil. "Humaira? Bukankah dia asistenmu? Namanya A, Siapa sih aku lupa." Ucap Savitri. "Dia Amira Humaira. Mahasiswi tercantik di kampus tempat Nikil belajar." Ucap Nikil sambil melirik Amira. Amira bingung dengan apa yang di maksud oleh Nikil. Wanita itu tidak merasa dirinya masih sebagai mahasiswi. Dia sudah bekerja dan sudah menikah. Menjadi seorang ibu rumah tangga. "Oh. Jadi ini orangnya. Yang sudah membuat anakku pindah haluan." Ucap Savitri. Membuat Amira makin bingung dengan yang keluarga ini bicarakan. "Maksud tante apa ya?" Amira bertanya. Wanita itu penasaran dengan apa yang di ucapkan oleh Savitri. "Sudahlah ma! Biarkan Amira istirahat dulu. Ayok Mir! Silakan duduk!" Nikil mempersilakan pada Amira untuk duduk. Tapi wani
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanya Nikil. Amira tersadar dari lamunannya. Wanita itu juga baru sadar kalau dirinya sudah menatap wajah pria di hadapannya tanpa berkedip. "Terimakasih. Kamu sudah peduli denganku." Jawab Amira. "Aku akan selalu peduli padamu. Karena aku mencintaimu." Ucap Nikil membuat Amira tersenyum. Wanita itu yakin bahwa Nikil serius mencintai dirinya. "Jangan berbuat seperti tadi lagi! Aku takut. Takut kehilanganmu untuk kedua kalinya." Bisik Nikil di telinga Amira. Kemudian pria itu mencium leher jenjang wanita itu. Membuatnya merasa geli dan terpancing hasrat. "Jangan menciumiku di situ!" Amira menyuruh Nikil untuk menghentikan ciumannya. Dia takut kalau sampai dirinya terbawa hasrat kemudian melakukan hal yang belum seharusnya. "Kenapa? Kamu tidak suka?" Tanya Nikil. Amira menggeleng bukan karena tidak suka. Justru karena dia sangat menikmatinya dan merasakan ciuman yang selama ini dia rindukan. "Kenapa?" Tanya Nikil lagi. "Aku takut ki
Sudah lebih dari sebulan. Nikil tidak pernah lagi pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Pria itu tidak lagi bertugas sebagai Dokter di sana. Dan Amira baru menyadari hal itu. Saat sedang sarapan bersama. Amira bertanya pada Nikil. Tenang pekerjaan mereka berdua di rumah sakit. "Oh ya mas. Kapan kita ke rumah sakit lagi?" Tanyanya. Sekarang Amira sudah memanggil Nikil dengan sebutan mas. "Kamu sedang sakit? Apa yang kamu rasakan? Biar aku periksa." Nikil tidak menjawab pertanyaan Amira. Dia malah panik. Mengira wanita itu sedang sakit. "Tidak. Aku tidak sedang sakit. Tapi kamu kan seorang Dokter. Kamu bekerja di rumah sakit. Sepertinya sudah lama kita tidak bekerja." Amira menjelaskan maksud pertanyaannya. "Oh. Aku kira kamu sakit." Ucap Nikil. Kemudian pria itu melanjutkan menyuapkan makanan ke mulutnya. Amira merasa kesal karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban. Wanita itu kembali bertanya hal yang sama. "Mas." Panggil Amira. "Iya sayang. Ada apa?" Jawab Nikil.
"Iwa. Apa nyonya belum bangun?" Tanya Nikil pada Iwa Kadek. "Sudah tuan. Tadi yang masak semua ini juga nyonya." Jawab Iwa Kadek. "Tuan di suruh makan duluan saja. Nanti nyonya akan makan sendiri katanya." Ucap Iwa Kadek lagi. "Sekarang nyonya ada di mana?" Tanya Nikil. "Ada di kamar. Tadi bilangnya mau istirahat sebentar." Jawab Iwa Kadek lagi. Nikil mengira kalau Amira sedang sakit. Pria itu tidak jadi makan. Tapi malah kembali ke kamarnya. Kemudian keluar lagi dengan membawa perlengkapan dokternya. Nikil mengetuk pintu kamar Amira dan memanggilnya. Berkali-kali dia memanggil. Tapi tidak ada suara sahutan dari dalam. Pria itu menjadi panik. Takut Amira kenapa-napa. "Mira. Mir. Buka pintunya Mir! Kamu baik-baik saja kan?" Teriak Nikil. Pria itu berusaha mendobrak pintunya. Tapi saat dia akan mendobrak. Amira membuka pintu itu dan akhirnya. Dia malah menabrak Amira. Lalu terdorong dan terjatuh. Nikil menindih tubuh Amira. Wanita itu meringis kesakitan. Karena tertimp
"Siapa yang datang Iwa?" Tanya Amira dan Nikil bersamaan. "Namanya Shella dan calon suaminya." Jawab Iwa Kadek. "Oh iya. Suruh mereka masuk!" Titah Amira. Nikil masuk ke kamarnya. Pria itu mau mandi dulu. Karena merasa badannya bau amis karena setelah mencuci udang tadi. Amira ke ruang tamu. Menyambut kedatangan temannya itu. Wanita itu terlihat sangat bahagia bertemu dengannya. "Shella. Apa kabar?" Ucap Amira sambil memeluknya. "Kabarku baik. Kamu sendiri gimana?" Tanya Sella. "Seperti yang kamu lihat." Jawab Amira. "Kamu nampak lebih baik di banding saat terakhir kita bertemu." Ucap Sella. "Oh ya?" Ucap Amira. "Iya. Beneran." Jawab Shella. "Kenalin. Ini Nandito. Calon suamiku." Shella memperkenalkan calon suaminya pada Amira. Setelah saling berkenalan. Mereka duduk di sofa. Kemudian Nikil datang. Pria itu sudah mandi dan mengganti baju santai yang lain. "Ada tamu rupanya." Ucap Nikil. "Iya mas. Ini temanku namanya Shella. Dan ini Nandito. Calon suaminya."