Pagi sekali Amira bagun. Wanita itu merasakan mual yang amat sangat. Rasanya ingin memuntahkan semua isi di dalam perutnya.
Amira bangun dan berlari menuju ke kamar mandi. Dia memuntahkan semua yang di makan nya semalam. Wanita itu merasa lemas setelah semua isi perutnya di rasa kosong. "Kenapa setiap pagi selalu seperti ini?" Amira bertanya pada dirinya sendiri. Wanita itu merasa keadaannya sangat lemah sekarang. Setelah di rasa sudah mulai baikan. Amira segera mandi dan mengambil whudlu. Kemudian menunaikan sholat dua rakaat. Setelah itu baru membuat masakan untuk dirinya sendiri. "Akhirnya selesai juga." Amira mencuci semua peralatan kotor bekas memasak barusan. Amira sarapan. Kemudian menyiapkan bekal makanan untuknya nanti saat bekerja. Wanita itu juga membawa obat dari dokter kemarin. Mulai sekarang. Amira harus hidup hemat dan menjaga kesehatannya. "Sekarang aku harus bisa mengatur keuangan. Aku juga harus tetap sehat. Demi kamu." Amira berbicara sambil mengelus perutnya yang masih rata. Setelah semuanya siap. Amira segera pergi ke rumah sakit tempat Nikil bekerja. Dan saat tiba di sana. Ternyata Dokter Nikil belum datang. Akhirnya wanita itu terpaksa menunggunya. "Amira? Kamu di sini?" Tanya Farel. Kakak iparnya itu juga baru saja tiba. Pria itu duduk di sebelah Amira dan menanyakan keadaannya. "Kamu sekarang gimana? Apa sudah lebih baik?" Tanya Farel. "Alhamdulillah. Karena sudah terbiasa. Jadi semua seperti tidak ada masalah." Jawab Amira. "Alisa selalu menghawatirkanmu. Dia takut terjadi sesuatu denganmu. Kalau saja kamu mau tinggal bersama kita. Pasti kakakmu yang super rempong itu tidak merasa khawatir." Ucap Farel lagi. "Kak Farel ini. Rempong juga kak Farel cinta." Amira meledek kakak iparnya. "Kalau tidak cinta. gak mungkin aku nikahi kakakmu itu." Jawab Farel sambil tertawa kecil. Farel melihat jam di tangannya. Pria itu kemudian pamit untuk pergi ke ruangannya. Dan meninggalkan Amira sendirian menunggu kedatangan Dokter Nikil. "Aku ke ruanganku dulu ya. Palingan sebentar lagi Dokter Nikil datang." Ucap Farel kemudian pria itu pergi. Hampir setengah jam. Amira menunggu kedatangan Dokter Nikil. Wanita itu merasa perutnya mual lagi. Dia langsung berlari menuju ke toilet dan memuntahkan kembali makanan yang di makan tadi pagi. Setelah itu kembali merasa lemas. "Kenapa harus muntah seperti ini terus. Aku jadi tidak bertenaga lagi. Bagaimana aku bisa bekerja kalau seperti ini terus?"Amira mengeluh sendiri. Saat keluar dari toilet. Ternyata Dokter Nikil sudah berada di depan pintu. Pria itu memberikan permen pada Amira dan menyuruhnya untuk langsung memakannya. "Makanlah! Biar tidak merasa eneg." Ucap Dokter Nikil. Amira menerima permen itu dan langsung memakannya. Wanita itu merasa lebih baik. "Terimakasih. Aku sudah merasa lebih baik." Ucap Amira. "Apa kamu sanggup untuk mulai bekerja hari ini?" Dokter Nikil menanyakan tentang kesanggupan Amira. "Iya Dok. Saya sanggup." Jawab Amira. Mereka berdua pergi ke ruangan Dokter Nikil. Amira di beri tahu. Apa saja yang harus di kerjakan olehnya. Dokter itu juga memberikan sebungkus permen lagi pada Amira. "Mulut wanita hamil itu biasanya gak mau diam. pengennya ngemil. Kalau tidak. Nanti akan merasa mual." Ucap Dokter Nikil. Amira menerima permen itu lagi. Benar apa yang di katakan oleh Dokter di hadapannya itu. Mulutnya memang harus selalu di isi. Amira melakukan pekerjaannya dengan baik. Hari pertama bekerja justru membuatnya menjadi lebih baik. Selain bisa belajar memahami tentang kehamilan. Wanita itu juga bisa menjaga pola makannya. Karena ada Dokter Nikil yang selalu mengingatkan padanya. "Kamu tadi berangkat naik apa?" Tanya Dokter Nikil. "Tadi aku naik taksi. Terus nanti pulang mau naik apa?" Tanya Dokter itu lagi. Amira mengangkat kedua bahunya. Menandakan dirinya belum tahu. Nanti akan pulang dengan kendaraan apa. "Ayok. Kita pulang sekarang!" Ajak Dokter Nikil. Amira terkejut. Dokter itu mengajaknya pulang. Dia kira Dokter itu hanya akan pamit pulang dan membiarkannya pulang sendirian. Ternyata Nikil adalah seorang Dokter yang sangat baik. Mengerti keadaan asistennya. "Dokter mau mengantarkan saya pulang?" Amira memastikan apa yang di dengarnya. Wanita itu tidak mau salah faham dan membuat dirinya menjadi gede rasa. "Iya. Kamu mau pulang naik taksi lagi?" Tanya Dokter itu lagi. "emmm." Amira tidak menjawabnya. Wanita itu takut untuk bilang iya atau tidak. Takut nanti di anggap sombong. "Kalau mau naik taksi lagi juga terserah kamu sih. Cuma apa tidak sayang dengan uang kamu." Nikil mengingatkan agar Amira berhemat. "Tidak. Saya ikut Dokter saja." Dengan rasa malu. Amira mengatakan ingin ikut bersama dengan Dokter itu. Memang benar apa yang di katakannya. Tapi bukan begini seharusnya. Caranya memberi tumpangan sungguh membuat harga diri orang lain harus mau terjatuh. Nikil mengantarkan Amira pulang ke rumahnya. Dan sebelum sampai di rumah. Pria itu membelikan buah untuk asisten barunya. Dan menyerahkannya saat tiba di kediamannya. "Terimakasih ya Dok. Sudah mengantarkan saya sampai rumah." Ucap Amira. Kemudian wanita itu turun dari mobil milik Dokter tampan itu. "Ini buat kamu. Jangan lupa di makan ya. Obatnya juga jangan sampai lupa." Nikil memberikan buah yang tadi di belinya. Amira menerima buah itu dan kembali berterimakasih. Wanita itu mempersilakan Nikil untuk mampir ke rumahnya. Tapi Dokter itu menolaknya. Dan langsung pamit pergi. "Oh iya. Besok aku jemput ya!" Ucap Dokter Nikil. Dan pria itu langsung pergi melajukan mobilnya.Ting tong. Bel pintu rumah berbunyi. Narendra dan Nikil sedang duduk di ruang tengah. Sedangkan Savitri dan Amira membantu Art nya memasak di dapur. "Bi. Tolong bukain pintu! Kayaknya ada tamu." Teriak Narendra sambil asik nonton TV. Begitupun juga Nikil. Dia tidak mau bangkit untuk membuka pintu. Karena tidak mau meninggalkan siaran berita tentang politik. Savitri yang mendengar teriakkan suaminya. Wanita itu melarang Mbok Asih. Art nya yang hendak keluar untuk membukakan pintu. Tapi dia malah menyuruh Amira. "Gak usah mbok! Lanjutin saja masaknya. Biar Amira saja yang membukakan pintu." Ucap Savitri pada Mbok Asih. "Iya nyonya." Jawab Mbok Asih. "Mira. Tolong kamu yang bukain pintu! Sekalian. Setelah itu kamu mandi ya! Biar ini semua mama sama Mbok Asih yang kelarin." Titah Savitri pada Amira. "Iya ma." Jawab Amira. Kemudian wanita itu keluar dari dapur dan menuju ke pintu depan. Saat pintu di buka. Seorang pria dan wanita berpenampilan mewah. Mereka berdua membawa
Narendra melihat Amira berada di belakang Nikil. Wanita itu terlihat lebih cantik dari saat pertama kali bertemu waktu itu. Saat sedang hamil dulu. "Kamu?" Tanya Narendra pada Amira. Pria itu lupa dengan nama wanita itu. "Dia Humaira." Jawab Nikil. "Humaira? Bukankah dia asistenmu? Namanya A, Siapa sih aku lupa." Ucap Savitri. "Dia Amira Humaira. Mahasiswi tercantik di kampus tempat Nikil belajar." Ucap Nikil sambil melirik Amira. Amira bingung dengan apa yang di maksud oleh Nikil. Wanita itu tidak merasa dirinya masih sebagai mahasiswi. Dia sudah bekerja dan sudah menikah. Menjadi seorang ibu rumah tangga. "Oh. Jadi ini orangnya. Yang sudah membuat anakku pindah haluan." Ucap Savitri. Membuat Amira makin bingung dengan yang keluarga ini bicarakan. "Maksud tante apa ya?" Amira bertanya. Wanita itu penasaran dengan apa yang di ucapkan oleh Savitri. "Sudahlah ma! Biarkan Amira istirahat dulu. Ayok Mir! Silakan duduk!" Nikil mempersilakan pada Amira untuk duduk. Tapi wani
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanya Nikil. Amira tersadar dari lamunannya. Wanita itu juga baru sadar kalau dirinya sudah menatap wajah pria di hadapannya tanpa berkedip. "Terimakasih. Kamu sudah peduli denganku." Jawab Amira. "Aku akan selalu peduli padamu. Karena aku mencintaimu." Ucap Nikil membuat Amira tersenyum. Wanita itu yakin bahwa Nikil serius mencintai dirinya. "Jangan berbuat seperti tadi lagi! Aku takut. Takut kehilanganmu untuk kedua kalinya." Bisik Nikil di telinga Amira. Kemudian pria itu mencium leher jenjang wanita itu. Membuatnya merasa geli dan terpancing hasrat. "Jangan menciumiku di situ!" Amira menyuruh Nikil untuk menghentikan ciumannya. Dia takut kalau sampai dirinya terbawa hasrat kemudian melakukan hal yang belum seharusnya. "Kenapa? Kamu tidak suka?" Tanya Nikil. Amira menggeleng bukan karena tidak suka. Justru karena dia sangat menikmatinya dan merasakan ciuman yang selama ini dia rindukan. "Kenapa?" Tanya Nikil lagi. "Aku takut ki
Sudah lebih dari sebulan. Nikil tidak pernah lagi pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Pria itu tidak lagi bertugas sebagai Dokter di sana. Dan Amira baru menyadari hal itu. Saat sedang sarapan bersama. Amira bertanya pada Nikil. Tenang pekerjaan mereka berdua di rumah sakit. "Oh ya mas. Kapan kita ke rumah sakit lagi?" Tanyanya. Sekarang Amira sudah memanggil Nikil dengan sebutan mas. "Kamu sedang sakit? Apa yang kamu rasakan? Biar aku periksa." Nikil tidak menjawab pertanyaan Amira. Dia malah panik. Mengira wanita itu sedang sakit. "Tidak. Aku tidak sedang sakit. Tapi kamu kan seorang Dokter. Kamu bekerja di rumah sakit. Sepertinya sudah lama kita tidak bekerja." Amira menjelaskan maksud pertanyaannya. "Oh. Aku kira kamu sakit." Ucap Nikil. Kemudian pria itu melanjutkan menyuapkan makanan ke mulutnya. Amira merasa kesal karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban. Wanita itu kembali bertanya hal yang sama. "Mas." Panggil Amira. "Iya sayang. Ada apa?" Jawab Nikil.
"Iwa. Apa nyonya belum bangun?" Tanya Nikil pada Iwa Kadek. "Sudah tuan. Tadi yang masak semua ini juga nyonya." Jawab Iwa Kadek. "Tuan di suruh makan duluan saja. Nanti nyonya akan makan sendiri katanya." Ucap Iwa Kadek lagi. "Sekarang nyonya ada di mana?" Tanya Nikil. "Ada di kamar. Tadi bilangnya mau istirahat sebentar." Jawab Iwa Kadek lagi. Nikil mengira kalau Amira sedang sakit. Pria itu tidak jadi makan. Tapi malah kembali ke kamarnya. Kemudian keluar lagi dengan membawa perlengkapan dokternya. Nikil mengetuk pintu kamar Amira dan memanggilnya. Berkali-kali dia memanggil. Tapi tidak ada suara sahutan dari dalam. Pria itu menjadi panik. Takut Amira kenapa-napa. "Mira. Mir. Buka pintunya Mir! Kamu baik-baik saja kan?" Teriak Nikil. Pria itu berusaha mendobrak pintunya. Tapi saat dia akan mendobrak. Amira membuka pintu itu dan akhirnya. Dia malah menabrak Amira. Lalu terdorong dan terjatuh. Nikil menindih tubuh Amira. Wanita itu meringis kesakitan. Karena tertimp
"Siapa yang datang Iwa?" Tanya Amira dan Nikil bersamaan. "Namanya Shella dan calon suaminya." Jawab Iwa Kadek. "Oh iya. Suruh mereka masuk!" Titah Amira. Nikil masuk ke kamarnya. Pria itu mau mandi dulu. Karena merasa badannya bau amis karena setelah mencuci udang tadi. Amira ke ruang tamu. Menyambut kedatangan temannya itu. Wanita itu terlihat sangat bahagia bertemu dengannya. "Shella. Apa kabar?" Ucap Amira sambil memeluknya. "Kabarku baik. Kamu sendiri gimana?" Tanya Sella. "Seperti yang kamu lihat." Jawab Amira. "Kamu nampak lebih baik di banding saat terakhir kita bertemu." Ucap Sella. "Oh ya?" Ucap Amira. "Iya. Beneran." Jawab Shella. "Kenalin. Ini Nandito. Calon suamiku." Shella memperkenalkan calon suaminya pada Amira. Setelah saling berkenalan. Mereka duduk di sofa. Kemudian Nikil datang. Pria itu sudah mandi dan mengganti baju santai yang lain. "Ada tamu rupanya." Ucap Nikil. "Iya mas. Ini temanku namanya Shella. Dan ini Nandito. Calon suaminya."