Amira di jemput oleh Nikil. Mereka berdua pergi ke rumah sakit bersama. juga saat pulang pun mereka bersama. Hingga hari-hari berikutnya. Mereka menjadi terbiasa.
"Mir. Aku sudah daftarkan kamu untuk priksa kandungan. Nanti sebelum makan siang. Kamu ke poly kandungan ya!" Titah Nikil pada Amira. "Iya Dok. Terimakasih." Jawab Amira. Seperti yang di perintahkan oleh Dokter Nikil. Sebelum makan siang. Amira memeriksakan kandungannya. Dan setelah itu. Dia kembali ke ruangan Dokter Nikil lagi. Dan di sana. Dokter tampan itu sudah menunggunya. "Bagaimana?" Tanya Nikil. "Maksud Dokter. Apanya?" Amira balik bertanya. "Bagaimana kandunganmu?" Nikil mengulangi pertanyaannya. "Oh. Baik Dok. bayi nya sehat." Jawab Amira. "Kalau begitu kamu makan dulu. Setelah itu minum obat. Sudah di ambilkan tadi obatnya?" Titah Nikil lagi. Amira tidak berani menolak. wanita itu selalu menurut perintah dari Dokter itu. Lagipula. Yang di perintahkannya. Itu demi kebaikan diri dan bayi dalam kandungannya. Dokter Nikil melayani pasiennya sendiri. Sedangkan Amira di belakang sedang makan siang. Hanya ada gorden saja. Sebagai pembatas antara ruang belakang dan tempat pemeriksaan. Setelah selesai makan dan minum obat. Amira kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai asisten Dokter Nikil lagi. "Mir. Tolong ambilkan jarum suntik di lemari!" Titah Dokter Nikil. Amira menurut saja. Meskipun dia sedikit kebingungan. Karena baru pertama kali dia di minta untuk mengambilkan jarum suntik. "Ini Dok." Ucap Amira sambil menyerahkan barang yang di mintanya. "Terimakasih." Jawab Dokter itu. Sore hari. Seperti biasa. Mereka berdua pulang bersama. Tapi kali ini. Nikil mengajaknya pergi ke taman. "Kok kita ke sini Dok?" Tanya Amira. "Jam kerja sudah selesai. Jadi jangan panggil aku Dokter." Nikil bukannya menjawab pertanyaannya. Tapi malah melarang Amira memanggilnya Dokter. "Iya. Kenapa kita pergi ke sini?" Tanya Amira lagi. "Kamu butuh refresing. Buat ketenangan pikiranmu. Biar calon anakmu itu merasakan happy di dalam. Tapi maaf. Aku tidak bisa mengajakmu ke tempat yang lebih bagus. Bisa nya cuma di sini." Jawab Nikil. "Terimakasih Dok. Anda sangat perhatian pada calon anak saya." Ucap Amira. Wanita itu merasa senang karena ada orang yang begitu perhatian dengan calon anaknya nanti. Tapi masih ada kesedihan di hatinya. Karena ayah dari janin yang di kandungnya. Dia justru hilang entah kemana. Sampai hampir magrib. Mereka duduk di taman. Sambil melihat anak-anak bermain di tempat itu. Dan setelah taman itu mulai sepi. Barulah mereka berdua pulang. "Terimakasih ya Dok." Ucap Amira turun dari mobil. Setelah sampai di depan rumahnya. "Aku sudah bilang. Selain di rumah sakit. Jangan panggil aku Dokter." Ucap Nikil. "Iya. Mas Nikil." Amira meralat ucapannya. Meskipun dengan perasaan canggung. Amira masuk ke dalam rumah. Sedangkan Nikil berlalu meninggalkan kediaman asistennya. Amira masuk ke dalam kamar. Lalu duduk di pinggir ranjang tidurnya. Wanita itu menatap pada dinding di dekat pintu dan melihat fotonya bersama dengan sang suami. "Kamu di mana sekarang mas? Kamu tahu. Aku sedang mengandung anakmu. Sekarang sudah berusia tiga bulan." Amira berbicara pada foto di dinding kamar itu. Tak terasa. Air matanya jatuh membasahi pipinya yang lembut. Wanita itu mengingat saat terakhir bersama dengan suaminya. Saat itulah suaminya pamit pergi sebentar. Tapi nyatanya sampai sekarang belum kembali. Amira menangis hingga tertidur. Wanita itu belum bisa melupakan suaminya. Dan dia berjanji pada dirinya sendiri. Dia akan mencari suaminya sampai ketemu. Amira bangun kesiangan. Matanya juga bengkak karena menangis semalaman. Dan saat Nikil menjemputnya. Dia belum sempat sarapan. "Maaf Dok. Lama nunggu saya bukain pintunya." Ucap Amira saat membukakan pintu. "Tidak apa-apa. Belum terlambat ini." Jawab Nikil. Amira mengambil tas di kamarnya. Lalu keluar bersama dengan Nikil. Wanita itu tidak jadi membuat sarapan untuknya. Dan berangkat kerja dengan perut kosong. "Nih ambil dan makanlah!" Nikil memberikan kotak bekal makanannya pada Amira. "Tapi Dok. Inikan bekal makan siang Dokter." Amira menolak untuk menerima makanan itu. "Makanlah. Habis itu kamu minum obat. Jangan sampai telat makan dan minum obatnya!" Ucap Nikil. Amira menerimanya. Lalu makan bekal makan siang milik Dokter itu. Setelah Amira menghabiskan sekotak nasi goreng. Dan sudah minum obatnya. Dokter Nikil mengatakan sesuatu yang membuat Amira menangis. "Sudah?" Tanya Nikil. "Sudah Dok. Terimakasih." Jawab Amira. "Jangan biasakan pergi tanpa sarapan dulu. Jaga kesehatan bayi dalam kandunganmu itu." Ucap Nikil membuat Amira merasa terharu. "Iya Dok." Jawab Amira. "Dan satu lagi. Jangan menangis lama-lama. Apalagi sampai terbawa tidur. Itu tidak baik." Ucap Nikil lagi. Amira menatap Dokter tampan yang sedang menyetir di sebelahnya. Wanita itu merasa heran. Kenapa Dokter itu selalu tahu tentang keadaannya. "Dokter tahu dari mana?" Tanya Amira ingin tahu. "Matamu bengkak. Masih terlihat meskipun sudah di tutup oleh make up." Jawab Nikil. Amira merasa malu karena ketahuan menangis semalaman. Dan make up nya ternyata tidak bisa menutupi sempurna. "Satu lagi. Jangan memikirkan suamimu terus. Kalau bisa lupakan pria yang tidak bertanggung jawab itu. Kamu harus fokus pada kesehatan bayi dalam kandunganmu itu." Ucap Nikil dengan nada suara yang sepertinya tidak suka. Amira menangis. Wanita itu tidak terima dengan ucap Nikil. Tapi dia tidak berani membantah. Dia hanya memendam rasa kesal karena suaminya di katakan pria yang tidak bertanggung jawab.Ting tong. Bel pintu rumah berbunyi. Narendra dan Nikil sedang duduk di ruang tengah. Sedangkan Savitri dan Amira membantu Art nya memasak di dapur. "Bi. Tolong bukain pintu! Kayaknya ada tamu." Teriak Narendra sambil asik nonton TV. Begitupun juga Nikil. Dia tidak mau bangkit untuk membuka pintu. Karena tidak mau meninggalkan siaran berita tentang politik. Savitri yang mendengar teriakkan suaminya. Wanita itu melarang Mbok Asih. Art nya yang hendak keluar untuk membukakan pintu. Tapi dia malah menyuruh Amira. "Gak usah mbok! Lanjutin saja masaknya. Biar Amira saja yang membukakan pintu." Ucap Savitri pada Mbok Asih. "Iya nyonya." Jawab Mbok Asih. "Mira. Tolong kamu yang bukain pintu! Sekalian. Setelah itu kamu mandi ya! Biar ini semua mama sama Mbok Asih yang kelarin." Titah Savitri pada Amira. "Iya ma." Jawab Amira. Kemudian wanita itu keluar dari dapur dan menuju ke pintu depan. Saat pintu di buka. Seorang pria dan wanita berpenampilan mewah. Mereka berdua membawa
Narendra melihat Amira berada di belakang Nikil. Wanita itu terlihat lebih cantik dari saat pertama kali bertemu waktu itu. Saat sedang hamil dulu. "Kamu?" Tanya Narendra pada Amira. Pria itu lupa dengan nama wanita itu. "Dia Humaira." Jawab Nikil. "Humaira? Bukankah dia asistenmu? Namanya A, Siapa sih aku lupa." Ucap Savitri. "Dia Amira Humaira. Mahasiswi tercantik di kampus tempat Nikil belajar." Ucap Nikil sambil melirik Amira. Amira bingung dengan apa yang di maksud oleh Nikil. Wanita itu tidak merasa dirinya masih sebagai mahasiswi. Dia sudah bekerja dan sudah menikah. Menjadi seorang ibu rumah tangga. "Oh. Jadi ini orangnya. Yang sudah membuat anakku pindah haluan." Ucap Savitri. Membuat Amira makin bingung dengan yang keluarga ini bicarakan. "Maksud tante apa ya?" Amira bertanya. Wanita itu penasaran dengan apa yang di ucapkan oleh Savitri. "Sudahlah ma! Biarkan Amira istirahat dulu. Ayok Mir! Silakan duduk!" Nikil mempersilakan pada Amira untuk duduk. Tapi wani
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" Tanya Nikil. Amira tersadar dari lamunannya. Wanita itu juga baru sadar kalau dirinya sudah menatap wajah pria di hadapannya tanpa berkedip. "Terimakasih. Kamu sudah peduli denganku." Jawab Amira. "Aku akan selalu peduli padamu. Karena aku mencintaimu." Ucap Nikil membuat Amira tersenyum. Wanita itu yakin bahwa Nikil serius mencintai dirinya. "Jangan berbuat seperti tadi lagi! Aku takut. Takut kehilanganmu untuk kedua kalinya." Bisik Nikil di telinga Amira. Kemudian pria itu mencium leher jenjang wanita itu. Membuatnya merasa geli dan terpancing hasrat. "Jangan menciumiku di situ!" Amira menyuruh Nikil untuk menghentikan ciumannya. Dia takut kalau sampai dirinya terbawa hasrat kemudian melakukan hal yang belum seharusnya. "Kenapa? Kamu tidak suka?" Tanya Nikil. Amira menggeleng bukan karena tidak suka. Justru karena dia sangat menikmatinya dan merasakan ciuman yang selama ini dia rindukan. "Kenapa?" Tanya Nikil lagi. "Aku takut ki
Sudah lebih dari sebulan. Nikil tidak pernah lagi pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Pria itu tidak lagi bertugas sebagai Dokter di sana. Dan Amira baru menyadari hal itu. Saat sedang sarapan bersama. Amira bertanya pada Nikil. Tenang pekerjaan mereka berdua di rumah sakit. "Oh ya mas. Kapan kita ke rumah sakit lagi?" Tanyanya. Sekarang Amira sudah memanggil Nikil dengan sebutan mas. "Kamu sedang sakit? Apa yang kamu rasakan? Biar aku periksa." Nikil tidak menjawab pertanyaan Amira. Dia malah panik. Mengira wanita itu sedang sakit. "Tidak. Aku tidak sedang sakit. Tapi kamu kan seorang Dokter. Kamu bekerja di rumah sakit. Sepertinya sudah lama kita tidak bekerja." Amira menjelaskan maksud pertanyaannya. "Oh. Aku kira kamu sakit." Ucap Nikil. Kemudian pria itu melanjutkan menyuapkan makanan ke mulutnya. Amira merasa kesal karena pertanyaannya tidak mendapatkan jawaban. Wanita itu kembali bertanya hal yang sama. "Mas." Panggil Amira. "Iya sayang. Ada apa?" Jawab Nikil.
"Iwa. Apa nyonya belum bangun?" Tanya Nikil pada Iwa Kadek. "Sudah tuan. Tadi yang masak semua ini juga nyonya." Jawab Iwa Kadek. "Tuan di suruh makan duluan saja. Nanti nyonya akan makan sendiri katanya." Ucap Iwa Kadek lagi. "Sekarang nyonya ada di mana?" Tanya Nikil. "Ada di kamar. Tadi bilangnya mau istirahat sebentar." Jawab Iwa Kadek lagi. Nikil mengira kalau Amira sedang sakit. Pria itu tidak jadi makan. Tapi malah kembali ke kamarnya. Kemudian keluar lagi dengan membawa perlengkapan dokternya. Nikil mengetuk pintu kamar Amira dan memanggilnya. Berkali-kali dia memanggil. Tapi tidak ada suara sahutan dari dalam. Pria itu menjadi panik. Takut Amira kenapa-napa. "Mira. Mir. Buka pintunya Mir! Kamu baik-baik saja kan?" Teriak Nikil. Pria itu berusaha mendobrak pintunya. Tapi saat dia akan mendobrak. Amira membuka pintu itu dan akhirnya. Dia malah menabrak Amira. Lalu terdorong dan terjatuh. Nikil menindih tubuh Amira. Wanita itu meringis kesakitan. Karena tertimp
"Siapa yang datang Iwa?" Tanya Amira dan Nikil bersamaan. "Namanya Shella dan calon suaminya." Jawab Iwa Kadek. "Oh iya. Suruh mereka masuk!" Titah Amira. Nikil masuk ke kamarnya. Pria itu mau mandi dulu. Karena merasa badannya bau amis karena setelah mencuci udang tadi. Amira ke ruang tamu. Menyambut kedatangan temannya itu. Wanita itu terlihat sangat bahagia bertemu dengannya. "Shella. Apa kabar?" Ucap Amira sambil memeluknya. "Kabarku baik. Kamu sendiri gimana?" Tanya Sella. "Seperti yang kamu lihat." Jawab Amira. "Kamu nampak lebih baik di banding saat terakhir kita bertemu." Ucap Sella. "Oh ya?" Ucap Amira. "Iya. Beneran." Jawab Shella. "Kenalin. Ini Nandito. Calon suamiku." Shella memperkenalkan calon suaminya pada Amira. Setelah saling berkenalan. Mereka duduk di sofa. Kemudian Nikil datang. Pria itu sudah mandi dan mengganti baju santai yang lain. "Ada tamu rupanya." Ucap Nikil. "Iya mas. Ini temanku namanya Shella. Dan ini Nandito. Calon suaminya."