Yuk kasih Komen dan Vote. Jangan lupa kasih bintang 5 ya.
"Sakit!" pekik Ganis ketika tukang urut itu mulai menekan pergelangan kakinya. Ramon sengaja mendatangkan tukang urut itu atas saran pak Dirman. "Tahan sedikit ya Neng," kata tukang urut itu kembali menekan satu titik."Akh!tolong!" Ganis berteriak kesakitan. Matanya sampai berair. Ramon ikut-ikutan mengernyit membayangkan rasa sakitnya. "Nah sudah. Ini akan membaik setelahnya. Jangan banyak bergerak dulu," ujar pria paruh baya itu. Ganis buru-buru mengangguk. Ia mengusap matanya. Baru kali ini kakinya terjatuh dan terkilir separah ini. Ramon mengantar tukang pijat itu sampai ke depan.Ganis berusaha berdiri dan melangkah."Auww," rasa sakit langsung menggigitnya dan membuatnya jatuh terduduk ke sofa. "Aku tak akan bisa kemana-mana sekarang," keluhnya kesal. Ramon muncul dan memandangi kaki Ganis."Gimana rasanya?" tanya Ramon."Sudah tahu sakit!" jawab Ganis ketus. Ia terjatuh gara-gara teriakan Ramon."Kenapa bisa sampai terjatuh sih," Ramon menggeleng sambil mengedikkan kepala
Mata Ganis dan Ramon saling bertemu. Keduanya bisa merasakan degup jantung yang sama-sama berdesir tak biasa.“Pelan-pelan saja!” seru Ramon membenahi letak skruk yang dipakai Ganis dan segera menjauhkan tubuhnya. Ganis hanya melengos sambil mengelus dadanya. Ia pun berjalan perlahan untuk membiasakan dirinya memakai skruk. Ia ingin membereskan alat-alat kebersihan yang masih ada di teras depan Bungalow. Ramon sendiri segera masuk ke kamarnya. Sungguh ia makin tak paham dengan perasaamya. Jelas ia tertarik dengan Ganis. Ia segera meraih laptonya. Ia akan bekerja dari rumah sampai Ganis sembuh total. Ia membawa laptopnya ke ruangan tengah dan mulai konsentrasi dengan pekerjaannya. Sesekali ia juga menghubungi asisten dan juga sekretarisnya.Dengan susah payah Ganis membawa alat kebersihan menuju ruang belakang. Ramon memperhatikan Ganis lewat ekor matanya. Untuk berjalan dari teras ke ruang belakang butuh perjuangan keras untuknya. Tapi ia tak bisa duduk diam begitu saja. Ia kemudian
Sofia tak bisa membiarkan Sebastian terus mengganggunya. Ia sudah memblokir nomornya. Rupanya pria itu tak putus asa. Sofia segera mendapatkan teror SMS lagi. Sofia pun mulai membiarkannya dan menahan diri untuk tak tak meneleponnya balik. Ia mengira Sebastian akan berhenti sampai di situ. Suatu sore saat baru saja pulang dari kantor ayahnya ia menerima seorang pria yang mengirimkan paket. Biasanya paket itu akan ditaruh di kotak khusus tempat pesanan tapi pria itu tetap menunggunya di luar pagar. Sofia merasa janggal. Ia sendiri jarang memesan barang. Pria itu memakai topi dan jaket. Sofia kemudian menghampirinya dengan perasaan was-was.“Sofia. tanda tangan di sini,” kata pria itu membuat Sofia langsung mengenali suaranya. Benar-benar nekat. Sebastian berani muncul di depan rumahnya langsung. Sebenarnya ia bisa meminta bantuan ayahnya mengusir pria itu dalam kehidupannya tapi ia masih tak mau ayahnya yang punya hubungan dengan jaringan mafia membunuh Sebastian. Bagaimanapun ia tak
Ramon hanya bisa menggelengkan kepala begitu melihat Ganis bersorak layaknya anak TK begitu mereka masuk taman hiburan. “Sungguh masa kecil kurang bahagia!” decak Ramon sambil mengikuti Ganis yang berlarian menghampiri sebuah karoussel yang sedang berputar. Ganis langsung menaiki salah satu kuda-kudaan. “Kak ayo naik!” ajaknya tersenyum cerah. Ramon menyadari senyum Ganis begitu menawan. Ramon masih tak bergeming dan hanya membalas lambaian tangan Ganis ketika karoussel itu mulai berjalan memutar. Ramon jadi teringat masa kecilnya. Karousell adalah sarana yang dari dulu sudah ada di belahan dunia manapun. Membawa kebahagiaan jutaan orang dan umumnya anak-anak. Tentu saja ia mengalami semua pengalaman masa kanak-kanak yang menyenangkan. Terutama sampai 10 tahun pertama hidupnya. Ganis muncul dan melabai pada Ramon. Ramon hanya tersenyum. “Ayo kak naik,” ajak Ganis lagi dengan wajah yang berubah masam. Tentu saja tubuh Ramon terlalu besar untuk ikut naik. Ramon hanya melambaikan
Ganis tenggelam dan mulai kehilangan akal. Kelembutan bibir Ramon membuat tubuhnya lunglai seperti jelly. Ramon sangat senang akhirnya tak ada penolakan lagi. Mulanya bibir Ganis tak memberi tanggapan. Ramon sadar Ganis tak punya pengalaman dalam berciuman. Tangan Ramon membelai pipi Ganis dengan meraih pinggang gadis itu untuk merapat pada tubuhnya. Ia ingin Ganis merasa nyaman dan rileks. Ia menuntun bibir Gadis itu agar membuka dengan menggigitnya pelan. Tangan Ramon beralih pada tengkuk Ganis. Ganis meremat sisi kemeja Ramon merasakan gelayar yang mulai menjalar ke seluruh tubuh ketika lidah Ramon mulai masuk ke dalam mulutnya dan bergerak liar di sana. Ganis cepat belajar dan mulai merespon. Pautan bibir yang awalnya pelan lama-kelaman menjadi saling menuntut. Bunyi decah basah terdengar diantara debur ombak. Ramon menghentikan pautan mereka dan melihat Ganis tersenyum dan kemudian menunduk. Ramon membawa Ganis ke dalam pelukannya. Keduanya kemudian saling merapat untuk meredakan
Ramon menghentikan mobilnya di depan bungalow menjelang tengah malam. Sepanjang perjalanan tadi hanya kebisuan yang ada diantara dirinya dan Ganis.“Turunlah! Lekas istirahat. Sudah malam,” ujar Ramon dengan nada datar. Ganis yang sudah bisa menetralisir perasaannya hanya mengangguk dan membuka pintu mobil.“Maafkan aku. Aku sudah melewati batas,” ucap Ramon menatap Ganis singkat sebelum kemudian menutup pintu mobil.“Kakak mau kemana malam-malam begini?” tanya Ganis sedikit terkejut karena ternyata Ramon hanya berhenti untuk menurunkan dirinya saja.“Kau tak perlu tahu,” ucap Ramon dingin dan segera menghidupkan mesin mobilnya dan melajukanya meninggalkan Ganis yang sedikit termangu. Mungkin lebih baik memang Ramon tak menginap membayangkan apa yang bisa diperbuat pria itu kepadanya. Gadis itupun segera masuk ke dalam Bungalow.Sementara itu Ramon terus mengendarai mobilnya dengan hati rusuh. Hasratnya pada Ganis yang tak tersalurkan membuatnya frustasi. Ia sungguh tak habis pikir de
Ganis mundur beberapa langkah.“Bukan begitu kak,” seru Ganis sedikit terkesiap dan berusaha menghindari pandangan Ramon. Ramon segera melepaskan tangannya dan berlalu begitu saja. Ganis dapat bernafas lega. Setidaknya Ramon tak menciumnya secara tiba-tiba. Ganis melihat Ramon kini berdiri di dekat jendela dapur sambil melihat suasana di luar.“Ngapain lihat-lihat! cepetan bikinin aku sup jamurnya,” seru Ramon lagi sambil mulai bertelepon.“”Eh iya kak,” jawab Ganis masih belum terbiasa dengan perubahan sikap Ramon. Ganis pun langsung melesat ke dapur dan mulai membuka kulkas dan menyiapkan jamur dan bahan-bahanya. Untungnya saat belanja tadi Ganis sengaja membeli jamur agak banyak. Ia berharap memang Ramon akan segera mengunjungi bungalow dan makan sup jamur kesukaannya.Saat sibuk memasak Ganis mencuri-curi pandang dan juga dengar apa yang dilakukan Ramon. Wajah Ramon saat itu tersenyum kecil dengan nada berbisik. Pasti ia sedang bertelepon mesum dengan kak Sofia tunangannya. Enta
Sedang apa gadis itu sekarang. Tadi ia meninggalkan Ganis menangis di kamar mandinya. Ramon segera menelepon Pak Dirman.“Hallo Pak Dirman,”“Ya ada apa Pak Ramon?” jawab Pak Dirman yang baru saja sampai di rumah setelah mengantarkan Ganis bertemu temannya.“Aku ingin kau lihat Ganis di Bungalow. Sedang apa gadis itu. Kalau dia baik-baik saja laporkan padaku,” ucap Ramon mengkhawatirkan kondisi Ganis.“Maaf Pak Ramon saya baru saja mengantarkan Non Ganis pergi keluar menemui temannya,” ujar Pak Dirman sedikit takut karena langsung mengantarkan Ganis tanpa melapor dulu pada Ramon. “Kira-kira kau tahu siapa temannya dan mau pergi kemana mereka,” sahut Ramon kini mulai kesal. “Dia bertemu teman laki-lakinya. Mereka pergi naik motor entah kemana. Saya juga tak begitu paham,” jawab Pak Dirman sudah siap untuk diomeli lebih lanjut.“Kenapa kau tak mengikutinya? kenapa tak tanya kemana perginya dan juga jam pulangnya?” bentak Ramon entah kenapa menjadi panas mendengar Ganis pergi dengan co