Share

Episode 4 (Mengejar target)

Kantor nampak hening, Dafa dan Sandi sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tidak ada suara yang terdengar selain suara keyboard komputer Sandi serta kertas yang bergesekan di meja Dafa. Sementara itu, Bia hanya termenung, ia nampak jenuh.

Dafa beranjak dari kursi dan pergi ke belakang, tempat toilet kantor. Bia pun menggunakan kesempatan untuk bertanya-tanya pada Sandi.

"Sandi." Bia mulai memanggil Sandi dengan suara pelan.

"Kamu ingat siapa aku, Bel?" tanya Sandi yang sontak terkejut mendengar Bia memanggil namanya.

Bia menunjuk akrilik yang terpampang nama Sandi. Sandi pun kecewa, "iya, kan ada papan nama ya, kirain kamu udah ingat," ucap Sandi melemas.

"Oh iya, aku liat semua pada sibuk. Emang banyak kerjaan?" tanya Bia lanjut. Bia dan Sandi mengobrol dalam kejauhan. Meja mereka berjarak sekitar 5 meter.

"Iya lah, Bel. Kita gak pernah gak ada kerjaan," jawab Sandi yang kini kembali fokus pada komputer di hadapannya.

"Oh ..." Bia mengangguk-angguk. "Terus aku ngapain? Gak ada kerjaan?" tanya Bia lanjut.

"Ya nanti, kalau kita udah action," jawab Sandi dengan santai.

Bia nampak kebingungan, "action?"

"Iya, kalau udah mau tangkap buronan." Kali ini Sandi menghentikan pekerjaannya dan memutar kursi ke arah meja Bia.

"Terus aku ngapain?" Bia tidak berhenti bertanya.

"Nyetir lah, kamu kan driver disini."

Sontak Bia terkejut, ia seakan dihantam besi dengan berat 1 ton. Bagaimana mungkin gadis sepertinya menjadi driver untuk berburu narapidana.

"Kenapa? Gak trauma nyetir mobil kan, Bel?" tanya Sandi yang melihat Bia tampak menyedihkan.

Bia menggelengkan kepala sambil tersenyum ragu. Pantas saja saat kecelakaan terjadi Bella tengah mengemudi dengan kecepatan tinggi, ternyata ia sudah terlatih menjadi driver.

"Gue harus latihan nyetir," bisik Bia pada dirinya sendiri. Tak lama setelah Bia dan Sandi menghentikan obrolan, Dafa datang dan kembali pada mejanya.

"Kringgg ... ." Telepon yang berada di meja Sandi berdering. Ia pun dengan cepat mengangkat telepon.

"Halo."

"San, kompatriot NJ berhasil gue lacak. Gue kirim ke hp lo. Segera ya,"

"Oke," jawab Sandi lalu menutup telepon dengan cepat. Ia pun memberitahu Dafa untuk segera berangkat.

"Daf, ketemu. Yok," ajak Sandi sambil membereskan meja. Sementara itu, Dafa juga bergegas dengan memasang jaket yang semula tergantung di kursi.

"Ayo, Bel, buruan," ajak Sandi yang melihat Bia terpaku.

"Ha, eee ... oke," balasnya sembari ikut bergegas.

Dafa, Bia, dan Sandi kini berada di parkiran depan kantor.

"Ini kunci mobilnya. Cepet ya, Bel." Sandi melempar kunci mobil ke arah Bia sambil berjalan dengan cepat. Bia menangkap kunci dengan cukup baik.

Bia mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi. Sandi berada di sampingnya, sementara Dafa memilih kursi di belakang. Sandi terus mengarahkan Bia pada jalan yang harus dilalui. Menggantikan Bella bukanlah hal yang mudah, namun tekad Bia kali ini mengharuskan ia mampu melakukan apapun yang bisa Bella lakukan.

Di tengah jalan, Bia mengerem mendadak.

"Ada apa, Bel?" tanya Sandi.

"Ada kucing nyeberang," jawab Bia.

"Bel, kemampuan nyetir kamu udah ilang juga?" tanya Sandi keheranan.

"Udah, gak usah cerewet. Kita harus sampai paling nggak 7 menit dari sekarang. Atau target keburu pergi." Dafa mulai panik. Ia menekan Bia untuk terus melanjutkan perjalanan. Bia pun kembali menancap gas.

Setelah sampai di tempat, Sandi dan Dafa turun dari mobil. Mereka tiba di sebuah hotel besar bintang 7. Hotel itu nampak tak begitu ramai.

"Kayanya hotel ini gak asing deh," ucap Bia ketika melihat hotel yang ada dihadapannya. Ia pun turun dari mobil hendak menyusul rekannya.

"Bella kamu tunggu di mobil," ucap Dafa yang melihat Bia turun dari mobil.

"Ha, oke ... ." Bia tidak melawan. Situasi memang terlihat cukup menegangkan, ia pun kembali memasuki mobil.

"Wah, seru juga ya." Bia menarik nafas sembari tertawa. Ia merasa pengalamannya menjadi Bella memang cukup menyenangkan walau seringkali menegangkan.

Sementara itu, Sandi dan Dafa tengah bersiap menangkap target. Sandi terus berkomunikasi dengan Yoga by telepon.

"Gimana, Yog? Target belum terlihat," ucap Sandi.

"Terget di lantai empat, berjalan melewati kamar nomor 103 ke arah selatan," jawab Yoga dari seberang telpon.

"San, lo dari kiri gue dari kanan. Kalau bisa sebelum 5 menit, target ada di depan kamar 112," jelas Dafa yang kini mulai memainkan otak matematikanya.

"Siap mengerti," jawab Sandi. Mereka pun bergerak dari arah berbeda.

Setelah 3 menit lebih berjalan dengan langkah lebar, Dafa sampai di jarak 7 meter dari target. Ia pun tanpa ragu mengeluarkan borgol yang ia bawa di dalam jaket hitam miliknya.

Target merupakan seorang pria yang berusia sekitar 38 tahun. Berpakaian rapi dengan jas biru setel dengan dasi yang melingkar di lehernya. Memiliki tinggi sekitar 175 cm. Ia tengah berjalan melewati kamar hotel tepat seperti prediksi Dafa.

"Bapak ditangkap atas dugaan kerjasama penyelundupan tekstil." Dafa menangkap target dan langsung memborgol kedua tangannya.

"Ada surat perintah?" tanya si target dengan wajah yang begitu tenang.

Sandi pun datang sambil menunjukkan kartu identitas. Dalam kartu tersebut tertulis bahwa Sandi merupakan anggota bareskrim (Badan Reserse Kriminal). Ternyata Sandi adalah seorang polisi, lalu bagaimana dengan Dafa dan rekan yang lain? Apakah mereka juga seorang polisi atau hanya agen penyelidikan?

Target tersenyum santai, "baik," ucapnya pasrah. Pria berkacamata ini membawakan diri begitu tenang. Terlihat dari sikapnya ia adalah pria yang cukup cerdik.

Dafa dan Sandi membawa pria yang telah diborgol itu menuju mobil. Sesampai di mobil, mereka bertemu dengan Bia yang kini mengenakan masker. Tentu saja hal itu membuat Dafa dan Sandi tampak heran, namun mereka memilih untuk tidak bertanya hal sepele tersebut. Mereka lebih fokus untuk membawa buronan itu sampai di kantor polisi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status