Beranda / Romansa / Mencintai Kekasih Saudari Kembarku / Episode 3 (Perubahan Bella)

Share

Episode 3 (Perubahan Bella)

Penulis: Kindi.da
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-30 18:00:17

Bia berada di sebuah mall besar di Jakarta. Kini, penampilannya pun berubah, ia tampak seperti Bia asli, bukan Bella. Mengenakan dress selutut berwarna putih, topi putih, sepatu putih, serta masker hitam yang menutupi wajahnya. Sambil menenteng banyak belanjaan, ia berjalan dengan suka ria. Di tangannya, ia menggenggam sebuah ponsel yang baru saja ia beli menggunakan uang Bella.

"Banyak duit juga si Bella," ucapnya. "Huh, sayang banget dia harus meninggal di usia muda. Tapi tenang aja Bel, gue akan cari tau kebenaran tentang elo," lanjutnya seakan Bella berada di depan matanya.

Sambil berjalan, Bia menghubungi seseorang dengan ponsel baru miliknya.

"Halo, Di, lo dimana?" tanya Bia pada seseorang yang diteleponnya.

"Oke, gue kesana sekarang," ucap Bia lalu mematikan telepon. Ia pun berjalan menuju lantai 3 mall.

Sampai lah Bia di cafe lantai 3. Ia melihat sekeliling, pandangannya terhenti ketika melihat sosok pria berjaket cokelat tengah duduk sambil melambaikan tangan pada Bia. Ia pun menghampiri pria tersebut.

Pria kurus dengan tubuh tinggi sekitar 175 cm. Berkulit putih bersih, dengan rambut pendek yang sedikit bergelombang. Pria itu juga mengenakan kacamata minus. Dia adalah Andi, sahabat Bia sejak SMA.

"Hai, Bi," sapanya.

"Hai, Andi." Bia menyapa balik sahabatnya sembari duduk di kursi.

"100% Bia sih," ucap Andi sambil sedikit tertawa.

"Ya iya lah. Emang siapa?" tanya Bia yang juga ikut tertawa. "Kalo foto ini, Bia atau bukan?" lanjut Bia sambil menunjukkan sebuah foto yang ia ambil dari dalam tasnya.

Andi menggelengkan kepala, "rambut sama panjang, sama lurus, kulit sama putih, hidung sama pesek, tapi sedikit lebih gemuk dari Bia."

"Hey, pesek? Parah lo," balas Bia sambil tertawa. Ia berbicara tanpa melepas masker di wajahnya.

"Dia Bella?" tanya Andi. Mungkin Andi adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia Bia.

Bia mengangguk. "Gimana keadaan rumah? Oma baik-baik aja, kan?" tanya Bia. Wajahnya nampak sedih ketika mengingat sang Oma.

"Oma baik. Sejak pemakaman, Oma jadi jarang keluar rumah. Itu sih yang gue tau. Tapi gue udah pastikan beliau baik-baik aja," ucapan Andi kali ini berhasil membuat Bia tenang.

"Terus, kasus Bella?" tanya Bia lanjut.

Andi melipat kedua tangannya di atas meja. "Seperti yang lo mau, gue udah hancur-in hp Bella sebelum ada orang yang hubungi dia. Juga, setelah gue hubungi Oma soal Bella, Oma bereaksi sesuai prediksi lo."

"Prediksi gue yang kedua," jawab Bia sambil mengangguk-angguk mengerti. "Artinya Bella emang saudara kandung gue. Dan Oma gak mau sampai ada orang yang tau. Tapi kenapa? Oma baik banget kok ke gue." Bia mulai bertanya-tanya, begitu banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada sang Oma, namun ia tau bahwa jalan tersebut bukanlah ide yang bagus. Satu-satunya cara untuk mengungkap kebenaran adalah dengan tetap berpura-pura menjadi Bella.

"Oma pasti punya alasan, Bi. Udah jangan sedih, gue akan bantu lo sampai masalah ini betul-betul clear." Andi menenangkan sahabatnya yang terlihat murung.

"Thanks, Di. Oh iya, semua aman kan? Oma gak tau kan kalau lo yang ancam pake foto Bella?" tanya Bia yang kini mengkhawatirkan sahabatnya.

"Harusnya sih aman, setelah gue hubungi Oma, gue hancur-in semua bukti. Dan lo tau, sekitar 2 jam setelah gue w******p, ajudan Oma langsung bereaksi. Nomornya langsung terlacak, untung gue gerak cepet." Andi memang sahabat Bia yang cekatan.

"Ya itu kenapa gue mau temenan sama lo, karena lo smart, bisa diandalkan," puji Bia sambil mengacungkan jempol.

Mendengar pujian Bia, Andi tampak malu. "Heleh, dasar lo. Eh iya, lo tinggal dimana sekarang?"

"Di jl mawar, gue tinggal satu atap sama cowok, Di," ucap Bia yang sontak membuat sahabatnya terkejut.

"Ha?"

"Serius, namanya Dafa. Dia anak dari orang tua yang udah ngasuh Bella," jelas Bella.

"Kakaknya Bella?" tanya Andi.

"Bella naksir berat sama tu cowok, sampai pin ATMnya aja tanggal lahirnya Dafa, kebayang gak lo?"

Andi tertawa lepas mendengar ucapan Bia. "Parah sih, jadi sekarang lo harus pura-pura bucin dong sama si Dafa."

"Gak lah, gue Bia dan tetap Bia. Bella kan amnesia."

"Yaudah yang penting lo hati-hati, Bi. Jangan sampai ketahuan. Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue. Sekarang kan lo udah ada hp." Andi mulai mengkhawatirkan sahabatnya. Ia takut terjadi sesuatu pada Bia. Langkah yang Bia ambil memang bukanlah langkah yang mudah.

"Ya, pasti lah. Kalo gak hubungi lo mau hubungi siapa lagi?" balas Bia sambil tersenyum lebar. "Oh iya, Di, gue mau minta tolong cari tahu siapa pemilik nomor telepon ini," kata Bia sembari mengambil sebuah amplop di dalam tasnya. Amplop itu adalah amplop yang ia temui di kamar Bella.

"Oke," jawab Andi santai sambil mengambil amplop dari tangan Bia.

***

Bia sampai di rumah tepat pukul 5 sore. Ia memasuki kamar dan langsung merobohkan badannya di kasur. Tak lupa masker yang sedari tadi menutupi wajahnya pun dilepasnya.

"Hah, akhirnya bisa bernafas bebas," ucapnya sambil menghirup udara yang masuk dari jendela.

Baru 5 menit telentang, tiba-tiba seseorang mengetuk kamar Bia. Ia pun bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu.

Dafa berdiri tepat di depan pintu kamar Bia. "Ada apa?" tanya Bia jutek.

Dafa melihat Bia dari ujung kaki hingga ujung rambut. Ia nampak keheranan. "Lupa ingatan bikin Bella jadi feminim?" ucap Dafa.

"Emang kenapa? Bella tambah cantik ya kalo feminim?" tanya Bia sengaja memancing Dafa.

Dafa memalingkan wajah. "Nomor hp kamu," pinta Dafa dengan cuek.

"Buat?"

"Kamu pikir tinggal disini gratis? Kerja. Udah sehat kan, udah bisa ke mall belanja pakaian dan lain-lain? Catat nomor hp kamu, besok masuk kantor jam 7." Dafa mengulurkan ponsel ditangannya pada Bia.

Tanpa komplain, Bia pun menurut. Ia mengambil ponsel dari tangan Dafa dan mencatat nomor teleponnya.

***

Dafa dan Sandi berada di meja masing-masing. Sandi tengah fokus pada pekerjaannya di komputer, sementara Dafa fokus mengecek berkas-berkas. Di dalam kantor memang hanya terdapat 2 komputer, yaitu di meja Sandi dan Yoga. Sementara meja Dafa terdapat tumpukan berkas yang diperolehnya dari Sandi ataupun Yoga.

"Pagi." Bia datang dan memberi ucapan selamat pagi pada rekan-rekannya.

Sandi dan Dafa pun kompak menoleh ke arah pintu masuk.

"Bella?" Sandi terkejut ketika melihat Bia berdandan layaknya wanita feminim. Bia mengenakan celana jeans pendek dengan baju ber-syal berwarna biru muda. Rambut lurusnya terurai indah. Bulu mata lentiknya semakin nampak dengan polesan maskara.

Sandi menoleh ke arah Dafa dengan wajah yang masih tercengang.

"Ini Bella?" tanya Sandi pada Dafa.

Dafa mengangkat bahu, ia juga tidak mengerti dengan perubahan drastis yang dialami Bella sejak amnesia.

Pak Irwan keluar dari ruangan disusul oleh Yoga. Mereka pun tercengang ketika melihat Bia berdiri di pintu masuk.

"Hai," sapa Bia sambil melambaikan tangan pada pak Irwan dan Yoga.

"Hai," balas Yoga yang juga melambaikan tangannya menyambut Bia dengan wajah yang sama terkejutnya dengan Sandi.

"Udah sehat?" tanya pak Irwan mencoba mencairkan suasana yang nampak kaku.

Bia mengangguk sambil tersenyum lebar. Plaster di dahinya telah ia lepas, bekas luka pun sudah tampak samar. Wajah cantiknya terpancar jelas.

"Ya sudah, silahkan ke meja Bella," balas pak Irwan sambil menjulurkan tangannya mengarah pada meja Bella. Hanya pak Irwan yang menyambut Bia dengan normal.

Bia pun bergegas menuju meja.

"Coba aja Bella dari dulu kaya gini, pasti Dafa udah balas suka." Sandi mulai menggoda Bia dan Dafa.

"San," tegur Dafa. Sandi pun terdiam. Sementara pak Irwan terlihat menggelengkan kepala. Ia pun keluar dari kantor diikuti Yoga.

"Pak Irwan sama Yoga pergi kemana?" tanya Bia penasaran.

"Kerja lah," jawab Dafa yang sibuk memilah tumpukan kertas di mejanya.

"Pak Irwan sama Yoga pergi ke kantor polisi. Mau interogasi," jawab Sandi menerangkan kebingungan di kepala Bia.

"Interogasi siapa?" tanya Bia lagi.

"Narapidana. Dirut perusahaan tekstil," jawab Sandi.

"Oh, korupsi?" tanya Bia lagi. Ia tampak begitu penasaran dengan kasus yang ditangani rekannya.

"Bukan, Bel. Penyelundupan." Sandi dengan sabar menjawab pertanyaan Bia. Meski sibuk dengan komputer di depannya, pria bermata sipit ini cukup fokus dengan pertanyaan-pertanyaan Bia.

"Oh," jawab Bia sambil tercengang. Kasus penyelundupan bukanlah kasus yang ringan. Bia tersenyum sendiri tampak begitu senang, ia merasa ini adalah sebuah tantangan serta perjalanan yang seru baginya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 20 (Rasa apakah ini?)

    Bia terdiam mendengar ucapan Dafa. Ia teringat bahwa besok adalah hari Jum'at, hari dimana Dafa akan berlibur dan menemani kekasihnya."Nemenin Selly?" Meski telah mengetahuinya, Bia tetap ingin memastikan bahwa pria di dekatnya itu akan meninggalkannya sendirian dirumah untuk bersama sang kekasih.Dafa mengangkat tubuhnya. Kini ia duduk berhadapan dengan Bia. "Gak takut sendirian?""Kan udah pernah," jawab Bia ketus, nampak tidak rela jika Dafa harus meninggalkannya sendirian.Dafa mengangguk pelan, "apa mau ikut?" tanyanya."Gila! Ngapain ngikutin orang yang mau pacaran. Mau jadi nyamuk? Ogah." Dafa berhasil memancing emosi Bia. Namun, hanya beberapa saat, Bia kembali berbicara pelan. Kali ini, nampak begitu serius. "Tapi kenapa sih, harus nemenin Selly tiap hari Jum'at? Emang dia tinggal dimana? Orang tuanya kemana?" tanya Bia mencaritahu lebih dalam tentang Selly.Dafa terdiam. Ia menyenderkan bahunya pada sofa. Seakan begitu berat untuk menjawab pertanyaan Bia. "Rumit." Satu kata

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 19 (Kini rumah terasa hangat)

    Bia membuat semua orang terkejut. Emosinya tak mampu lagi ia redam. Walau Bia memiliki pemikiran yang sama dengan Sandi, namun hatinya tetap sakit. Ia tak mampu menerima jika orang yang paling menyayanginya adalah sosok wanita tua yang jahat."Kenapa bukan?" tanya Dafa sambil memutar kursi mengarahkannya pada meja Bia. Bia memandang Dafa dengan mata yang sedikit memerah."Kayanya kita jangan berprasangka dulu deh," ucap Yoga menengahi.Sandi mengangguk, "ya, semoga aja bukan."Bia perlahan mengontrol emosinya. Matanya pun jernih kembali. Menarik nafas lalu mengeluarkannya secara perlahan.***"Bia yang awalnya menjalankan peran dengan sangat baik, kenapa sekarang mendadak ceroboh?" tanya Dafa. Di dalam ruangan hanya tersisa Dafa dan Bia. Sementara Sandi dan Yoga pergi untuk makan siang.Bia melirik ke arah Dafa yang memandanginya sedari tadi, "menurut kamu apa mungkin Oma pelakunya?" tanyanya."Mungkin," jawab D

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 18 (Dafa akan membantunya)

    Ruangan begitu hening. Desir angin malam masuk melewati celah jendela, tak terasa menyentuh kulit Bia. Sekujur tubuh Bia menjadi kaku, ia bahkan tak berani untuk sekedar mengedipkan mata.Dafa berjalan mendekati Bia. "Bianca Lariza. Nama panggilannya Bia. Keponakan dari almarhum pak Tiar. Cucu dari Dahlia Rani, pemilik perusahaan kopi yang cukup besar. Berpura-pura menjadi Bella. Sementara Bella dimakamkan atas nama Bia. Apa tujuannya?"Dafa berhenti tepat di hadapan Bia. Sementara itu Bia masih terdiam kaku, ia tak memiliki keberanian untuk menatap langsung mata pria yang telah mengetahui rahasianya itu."Kenapa diam padahal punya sejuta pertanyaan di kepala?" tanya Dafa menekan Bia agar berbicara padanya.Bia menghela nafas. Diamnya tak akan merubah kenyataan bahwa Dafa telah mengetahui siapa dirinya. "Udah tau, kenapa selama ini diam aja?" tanya Bia perlahan melirik ke arah Dafa. Dafa tersenyum, "penasaran aja, sejauh mana Bia bisa be

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 17 (Dafa memanggilnya Bia)

    Perlahan genggaman tangan itu melonggar. Bia mengambil kesempatan itu untuk melepaskan tangannya. Ia pergi meninggalkan Dafa yang masih tercengang mendengar perkataannya. Tanpa sadar, air mata Bia terjatuh seiring dengan tetesan darah di tangannya. Tangan yang semula berada di genggaman Dafa itu kini terluka akibat jam tangan di pergelangan tangan Bia yang ikut tergenggam oleh Dafa.Di luar, Bia berpapasan dengan Sandi dan Yoga yang kini tengah kembali dengan membawa botol minuman bersamanya."Kamu kenapa, Bel?" tanya Sandi ketika melihat Bia berjalan sambil menangis. Bia tidak memperhatikan Sandi, ia berlari meninggalkan kantor."Tangannya berdarah," ucap Yoga saat melihat tangan Bia."Serius? Ayo masuk," balas Sandi dan segera memasuki ruangan.Sandi dan Yoga kembali ke meja masing-masing. Ruangan begitu hening. Baik Sandi maupun Yoga tak berani bersuara. Mereka hanya menatap satu sama lain. Sementara Dafa masih berdiri di dekat tembok

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 16 (Bertemu pacar Dafa)

    Bia berjalan memasuki kantor dengan wajah tertunduk lesu. Sedari tadi ia berpikir siapa orang di dalam rumah Oma yang berhubungan dengan Bella?"Makan dulu, Daf, keburu dingin." Suara seorang wanita terdengar begitu asing di telinga Bia. Bia pun mengangkat wajahnya. Ia melihat seorang wanita berada di sebelah Dafa. Duduk berdekatan tanpa sekat. Wanita itu membawakan sarapan untuk Dafa.Sementara itu, Yoga dan Sandi saling berpandangan. Mereka merasa canggung dengan situasi saat ini."Hai, Bel," menyadari kehadiran Bia, wanita dengan kulit putih itu mulai menyapa dengan senyuman.Dafa tampak membeku, ia tidak bergerak sedikit pun. Suasana yang memang cukup canggung, terutama untuk Dafa.Bia membalas senyuman wanita di dekat Dafa itu, "Hai," balasnya. Bia berjalan mendekati meja Dafa. Ia menarik kursi plastik di meja Sandi dan memindahkannya tepat di sebelah Dafa. Hal itu membuat Dafa semakin merasa sesak.Melihat Bia duduk dekat d

  • Mencintai Kekasih Saudari Kembarku   Episode 15 (Siapa yang menghubungi Bella?)

    Dafa beranjak dari sofa lalu pergi meninggalkan Bia yang masih ternganga mendengar perkataan pria berwajah dingin itu."Dia udah tau?" tanya Bia pada dirinya sendiri. Ia begitu bingung dengan kata yang terucap dari mulut Dafa. Apakah Dafa benar mengetahui bahwa wanita yang tinggal serumah dengannya bukan Bella melainkan Bia? Ataukah perkataan itu hanya persepsi Dafa semata?Bia memasuki kamar dengan wajah cemas. Ia tak ingin rahasianya terbongkar begitu cepat. Sudah larut malam dan Bia belum bisa tidur lagi. Matanya pun kembali segar, perkataan Dafa kini terngiang-ngiang di telinganya. Setelah cukup lama gelisah, gadis cerdik itu pun bereaksi. Bia menggeledah seluruh isi kamar Bella yang tak sempat ia cek sebelumnya. Entah apa yang dicarinya.Bia menemukan tumpukan struk di dalam laci meja rias. Ia melihat satu persatu isi struk belanja milik Bella."Mie instan? Kopi? Dari ratusan struk cuma isi mie instan sama kopi doang?" keluh Bia ketika meliha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status