Ekspresi Rajasa menegang sesaat, lalu kembali dingin. "Kamu sebegitu inginnya lepas dariku?"
Salma menggeleng. Ia mundur satu langkah sembari berkata, "Jika kamu telah menemukan wanitamu, aku nggak akan memaksa... " Wajah Salma yang terkena pencahayaan lampu tampak muram, "Rajasa, aku mencintaimu. Namun aku nggak bisa terus menahanmu, jika kamu memang menginginkan wanita itu, maka... aku akan melepaskanmu." Untuk pertama kalinya selama tiga tahun, Salma mengatakan perasaannya dengan gamblang. Wajahnya merona dan telinganya memerah. Tapi ekspresinya tampak penuh tekad. Pandangan Rajasa sesaat menjadi menggelap mendengar pengakuan itu. Salma sedikit takut melihat ekspresi yang melintas di wajahnya yang tampan. Ia menggigit bibirnya gugup, "Beristirahatlah, aku...." Ucapan Salma terpotong. Ia merasakan tangan besar Rajasa menarik pinggangnya dalam sekali sentakan, lalu sebelum ia menyadari apapun, bibir pria itu telah mencium bibirnya. Pikiran Salma seketika menjadi kosong. Selama tiga tahun, Rajasa tidak pernah melakukan interaksi intim apapun dengannya. Ini terasa mimpi. Lutut Salma terasa lemas. Ini pertama kalinya ia dicium oleh pria. Bibir tipis dan lembut Rajasa terasa seperti nyata dan tidak nyata, bulu mata Salma bergetar. Rajasa melepaskan ciumannya dan mengusap bibir Salma dengan ibu jarinya. Mata mereka bertemu, saat itu Salma melihat pria itu tersenyum dengan satu sudut bibirnya. "Apakah itu yang kamu inginkan?" "A.. Apa?" Salma seperti tersadar dari lamunan. Rajasa melepaskan dirinya, "Beristirahatlah. Valeri bukan urusanmu." Lalu ia membalik dan masuk ke ruang kerjanya. Salma masih tertegun. Ia meraba bibirnya pelan. Jejak pria itu masih terasa disana. Pikirannya terasa linglung. Mengapa Rajasa menciumnya setelah tiga tahun. Salma terbangun keesokan paginya dan seperti biasa menatapi ranjang pernikahan mereka yang kosong. Rajasa tidak pernah tidur disana. Selama tiga tahun, pria itu selalu beristirahat dalam kamar di ruang kerja pribadinya. Saat bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan, Salma bertemu dengan Rajasa. Tubuh tinggi suaminya bersandar pada pantry dengan segelas air putih di tangannya. Ia mengenakan kaos putih dan celana rumahan yang membuatnya sedikit manusiawi. Ketika ia menatap Salma, wanita itu terbayang kejadian semalam. Telinganya memerah. Ia merasa canggung, namun Rajasa hanya meliriknya datar seolah tidak terjadi apapun di antara mereka sebelumnya. Pria itu membalik dan mencuci gelasnya lalu menaruhnya pada kitchen set, lalu berkata, "Aku akan ke luar negeri selama seminggu, kamu nggak perlu menungguku untuk makan malam." Dia hendak pergi, namun berhenti untuk memandang Salma yang masih diam menatapnya, "Aku akan sarapan di kantor. Kamu nggak perlu merepotkan diri." Wanita itu mengangguk dengan pahit, "Aku mengerti. " Mobil Rajasa baru saja meninggalkan rumah sepuluh menit yang lalu, ketika bel rumah berbunyi. Salma membuka pintu dan melihat seorang wanita cantik berdiri di sana. Wanita itu sedikit lebih pendek dari Salma, tubuhnya mungil dan wajahnya terlihat lembut. Salma mengerjab, wanita ini adalah Valeri Thomas! Ketika melihat Salma, ia berkata dengan senyuman, "Aku mencari Kak Rajasa. Apakah dia ada?" Salma merasa sudut hatinya geli dan tidak nyaman. Wanita ini memanggil Rajasa dengan panggilan yang akrab dan hangat. Ia menjawab, "Suamiku baru saja berangkat." Ada kilatan tidak suka di mata Valeri mendengar bagaimana Salma menyebut Rajasa. Namun, ia dengan cepat tersenyum manis, "Apakah kamu Salma?" Salma sedikit terkejut karena mengira Valeri tidak mengenalinya. Namun, wanita ini adalah cinta pertama suaminya yang dengan tidak tahu malu datang kesini mencari Rajasa, Salma merasa ia tidak perlu banyak berbasa-basi menjawab pertanyaannya. Melihat Salma yang diam memandangnya, Valeri tertawa lembut. "Kamu sepertinya nggak menyukaiku. Aku akan pergi, aku tadinya hanya ingin berangkat bersama kak Rajasa. Kami berencana liburan keluar negeri selama seminggu. Kak Salma, kamu nggak masalah dengan itu kan?" Valeri mengangkat alisnya, jelas dia hanya ingin datang memprovokasi. Salma tertegun. Jadi Rajasa pamit keluar negeri selama seminggu untuk liburan dengan wanita ini? Di depan sana, Valeri kembali melanjutkan dengan puas, "Kami sebelumnya berjanji bertemu di bandara, tetapi aku pikir akan bagus kami berangkat bersama. Sayangnya dia sudah pergi. Kak Salma, aku pamit dulu. Ia pasti sudah menunggu." Salma mengangkat dagunya dan tatapan jatuh kepada Valeri, "Semoga liburanmu menyenangkan." Ia menutup pintu dengan muak. Rasa sakit yang familiar kembali menyerang dadanya. Salma meraih ponselnya lalu mengirimkan pesan pada Rajasa , (Valeri mencarimu kesini.) Rajasa hanya membaca pesannya. Tidak pernah membalas. Sama seperti biasanya. Salma tersenyum miris. Tak lama kemudian sebuah pesan masuk dari Dibyo– sahabat Rajasa. Sebuah foto. Rajasa dan Valeri. Salju pertama di negara Durna. Dibyo menambahkan pesan, (Kamu nggak punya tempat di antara mereka sejak awal, pergilah kalau kamu tahu diri.) Salma tertegun lama. Di dalam foto itu, Rajasa tersenyum lembut pada Valeri. Rajasa tidak pernah tersenyum seperti itu kepadanya. Pria itu lebih banyak memberikan tatapan datar bahkan terlampau tenang ketika berhadapan dengannya. Dengan tatapan itu, Salma merasa Rajasa mungkin akan memberikan seluruh dunia jika Valeri memintanya. Kekuatan cinta pertama memang sungguh luar biasa! Saat itu, ponselnya kembali berbunyi. Menyentakkan Salma dari lamunan. Itu adalah panggilan dengan nomor kontak internasional, dari adiknya. Ketika dia mengangkat panggilan, suara Aritama terdengar, "Kak, kamu harus pulang. Penyakit Ayah kumat lagi. Ia ingin melihatmu." Hati Salma mencelos, namun ekspresinya tidak menunjukkan reaksi berlebihan. Ia berkata pelan, "Aku segera kesana."Ran menjadi pucat. Dia terhenyak. Dengan babak belur dan mulut robek Ran bertanya memastikan, "Salma itu istrimu?"Rajasa tidak suka ketika mendengar cara Ran menyebut nama Salma seolah-olah dia akrab. Dia menghantamkan gagang pistol ke dahi Ran, sepenuhnya membuat pria itu jatuh dan kehilangan kesadaran. Rajasa diam selama beberapa menit. Lalu kepalanya bergerak, dan pandangannya bertemu dengan Salma. Wanita itu telah berdiri tegak, kemejanya telah terpasang dengan benar. Tatapannya terlalu datar. Tidak ada rasa takut, kemarahan ataupun kekecewaan apapun. Lalu tanpa mengatakan apapun, Salma berbalik dan berjalan tenang keluar dari gudang. Suasana hati Rajasa semakin buruk. Dia tersenyum sinis saking kesalnya. Pria itu menyusul Salma dengan cepat, lalu meraih tangan wanita itu. Salma yang tidak menyangka akan di tarik sedikit terkejut, namun dia kemudian kembali terlihat tenang. "Rajasa, lepaskan tanganku.""Kamu nggak ingin mengatakan apapun padaku?"Salma mengerutkan kening. Se
Mobil hitam berhenti di depan gedung apartemen Winda, wanita itu dilemparkan begitu saja ke pinggir jalan. Lalu mobilnya melaju pergi. Dengan lutut berdarah dan tangan gemetar, Winda meraih ponselnya. Dia menelepon polisi. Ketika tersambung, suara dingin di seberang berkata, "Nona Winda, nggak usah ikut campur urusan orang itu. Lebih baik kamu masuk ke rumahmu, makan dan tidur."Wajah Winda menjadi semakin pucat. Dia sadar pria penculik itu bukan orang sembarangan. Bahkan dia telah menyiagakan orang di kepolisian. Dia punya akses menyuap para polisi! Panggilan itu diakhiri secara sepihak. Winda nyaris hendak membanting ponselnya. Kepada siapa dia harus minta tolong?Saat itu, sebuah nama singgah di benaknya. Rajasa Fontier. Biar bagaimanapun, dia masih suami Salma. Pria itu adalah pengendali kota Yugos di balik layar, bahkan bisa membolak-balikan semuanya dengan sesuka hati. Dengan penuh tekad, Winda menghentikan taksi, lalu menyebutkan alamat perusahaan utama Grup Fontier. Ketika
Salma berada di apartemennya, duduk di depan sketsa dengan pensil di tangannya. Dia baru saja hendak menggoreskan sesuatu ketika ponselnya berdering. Nama Winda tampak di sana. Salma meletakkan pensilnya lalu mengangkat telepon, "Halo." Suara Winda terdengar, "Salma. Aku dalam posisi nggak baik." Sikap duduk Salma menjadi tegak, "Kamu kenapa?" Winda terdengar sangat tertekan, "Aku di sandera. Dan orang ini hanya mau melepaskanku kalau kamu datang. Aku... " Suara Winda terpotong, tergantikan dengan suara serak seorang pria, "Nona Salma, sebaiknya kamu datang sekarang, atau kamu nggak akan lihat wanita ini selamanya." Salma mengernyit, "Apa yang kamu inginkan?" "Kamu akan tahu kalau sudah datang kesini." Salma hendak membuka mulut, namun suara pria itu kembali terdengar, "Suruh pengawalan itu mundur, kamu harus datang sendiri, atau aku akan meledakkan kepala sahabatmu. Salma, aku dan orang-orangku mengawasi gerak-gerikmu. Aku harap kamu nggak gegabah. Nyawa temanmu nggak
Valeri masuk ke ruangan privat tersembunyi di bar Haven, seorang pria berwajah tegas berpakaian semi formal dengan banyak tato melingkar di tangannya, menatap Valeri dengan tajam dari dalam ruangan. Pria ini adalah seorang yang sangat berpengalaman dalam dunia hitam, wajahnya yang tegas dan keras langsung memberikan kesan atas sifatnya dalam sekali lihat. "Ran, kamu sudah mendapatkan apa saja dalam penyelidikanmu?" Valeri bertanya dengan tidak sabar. Pria yang di panggil Ran menjawab, "Identitas Salma itu sangat dilindungi. Aku juga bahkan melihat ada beberapa orang mencurigakan disekitarnya. Mereka seperti hamba yang mengabdi pada tuannya."Valeri menyipitkan matanya, "Dia ini, apakah seorang borjuis yang nggak dikenal?" Biar bagaimanapun, apa yang terjadi telah memberikan sebuah pemahaman baru pada Valeri. Perlindungan Salma terlihat terlalu ketat dan tidak bisa dilakukan para orang biasa. Wanita itu juga muncul di resort Asmara di kamar tipe eksklusif yang hanya bisa ditebus ol
Rajasa masih berdiri di sana ruangan, memandangi wajah cantik Salma yang tanpa riasan namun tak bosan dipandang. Wajah pria itu datar, tapi sorot matanya tampak menahan sesuatu. Mungkin amarah. Mungkin kecewa. Atau mungkin hanya hampa.“Aku minta maaf,” ucapnya akhirnya.Salma menoleh. “Untuk yang mana?”“Untuk… semua yang membuatmu menjauh. Untuk membuatmu takut bersamaku. Untuk merasa kau harus menyiapkan aroma penetral demi menyelamatkan dirimu sendiri dari aku.”Ucapan itu mengejutkan Salma. Dia tak mengira Rajasa akan mengucapkan kalimat seperti itu. Ia menarik napas, lalu bersandar ke pintu, menyilangkan tangan di depan dada.“Aku nggak takut padamu, Rajasa,” katanya pelan. “Tapi aku takut kehilangan kendali. Aku takut membiarkan diriku larut dalam sesuatu yang seharusnya sudah selesai.”Rajasa mengangguk. Ia mengerti.Ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia katakan, namun lidahnya terasa berat. “Kau masih mencintaiku?” tanya Rajasa, pelan sekali.Salma mendongak, tatapannya
Di ruang prediential room nomor 105, pencahayaan tampak lembut. Dua sosok terbaring di atas tempat tidur. Rajasa mencium puncak kepala Salma. "Orang yang kamu bilang itu, berapa lama lagi akan datang?"Salma berkata, "Sedikit lagi, asisten ku sudah kemarin untuk mengantarkan penetral." Selebihnya, ia tak berkata apa-apa. Hanya merasakan tangan Rajasa yang memeluknya erat dan sesekali mencium rambutnya. Ketika Rajasa berkata dia menginginkannya, Salma diterpa kembimbangan. Nalarnya nyaris tidak bekerja ketika Rajasa membawanya ke tempat tidur dan mengungkungnya di sana.Ketika tangan pria itu menyusup di balik kemejanya, seluruh akal sehat Salma kembali. Bagaimana bisa dia bersama dengan Rajasa sedangkan pria itu sendiri memiliki Valeri? Dia bahkan sudah melayangkan gugatan cerai, apa yang terjadi sekarang terasa sangat salah. Salma memiliki kenalan ilmuan kimia yang terkenal. Dia tahu ini bisa di atasi. Rajasa sudah terlihat lebih tenang. Meskipun ada sekelumit sorot kecewa, namun