Salma menatap ponselnya cukup lama.
(Aku nggak pulang malam ini.) Pesan yang masuk dari Rajasa membuat Salma tercengang. Ia menatap hidangan di depan matanya dan merasa sedih. Selama tiga tahun, ia selalu menunggu Rajasa pulang dan dengan cinta menyiapkan makan malam. Biasanya pria itu memang memakan masakannya, namun ia tak banyak bicara. Bahkan sekedar menatap Salma pun tidak, seolah Salma hanyalah sosok yang transparan. Padahal malam ini ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga. Tanpa suara, Salma merapikan makanan itu satu per satu dan membuangnya ke tempat sampah. Tiga tahun, dan tak sekalipun pria itu menunjukkan bahwa kehadirannya berarti. Ia masuk ke kamar, mencoba tidur, tetapi kantuknya telah lenyap. Salma mengambil ponselnya lalu membuka sosial media. Ia tertegun, melihat akun Dibyo Arkana menandai akun suaminya, bersama unggahan potret yang tampaknya berada di bar Haven. Suasananya tampak ramai dan meriah, namun bukan itu yang membuat Salma tertegun. Dalam foto itu, ada wanita cantik duduk di samping suaminya. Mereka sangat dekat, bahkan wanita itu menyandarkan dagunya di bahu Rajasa, dan ekspresi suaminya terlihat tenang dan tidak terganggu. Jika tidak melihat foto itu, Salma mungkin akan percaya bahwa Rajasa tidak menyukai wanita. Selama tiga tahun pernikahan, pria itu bahkan tidak pernah menyentuhnya dan mereka tidak pernah melakukan posisi seintim itu. Salma menggigitnya bibirnya dan mengirimi Rajasa pesan (Dimana kamu?) Pesan itu terkirim namun tidak berbalas. Salma merasa jantungnya sesak. Ia menggenggam ponselnya erat-erat seraya membaca komentar. (Astaga, apakah itu Valeri Thomas? Ia sudah kembali ke negara Yugos!) (Dewa dan Dewi akhirnya bersama!) (Valeri sangat cantik, Rajasa Fontier bak pangeran di negara Yugos! Keduanya sangat serasi!) Ada banyak rentetan komentar penuh pemujaan, wajah Salma menjadi dingin. Nama itu familiar di telinganya. Itu adalah Valeri Thomas, wanita yang dulu sering disebut Dibyo sebagai cinta pertama Rajasa. Wanita yang menghilang selama tiga tahun akhirnya kembali ke sisi pria itu. Salma merasa hatinya di remas dengan erat. Meskipun pernikahan mereka karna perjodohan yang ditetapkan oleh mendiang Ibu Rajasa, Salma mencintai pria itu dengan sepenuh hatI. - Keesokan malamnya, Salma duduk di meja makan setelah menyiapkan makan malam, namun ia tak menyentuh apapun. Ia mendengar suara mobil masuk ke garasi. Lalu pintu depan terbuka. Rajasa pulang malam ini. Pria itu melangkah masuk dengan tenang. Sosoknya tampak seperti keluar dari lukisan. Sebagai orang terkaya di seluruh Yugos, Rajasa secara alami memancarkan kharisma tinggi yang berasal dari kekuasaan dan statusnya. Meski tampak sedikit lelah, ketampanannya tetap menonjol. Ia memang diberkati dengan paras yang rupawan dan memikat, membuatnya tidak dapat ditolak oleh wanita manapun. Ketika matanya jatuh pada Salma, Rajasa terhenti sejenak, lalu melirik hidangan di atas meja. "Kamu saja yang makan. Aku sudah makan diluar." Salma tak menjawab, ia melihat Rajasa masih memakai dasinya. Secara naluriah ia bangkit dan membantu lelaki itu melepaskan dasinya. Rajasa terdiam. Namun ia membiarkannya. Salma telah melakukan ini selama tiga tahun, dan ia sudah terbiasa. Jemari Salma masih berada di sekitar lehernya ketika wanita ini bertanya dengan suara rendah, "Valeri Thomas telah kembali?" Rajasa yang menatap melewati puncak kepala Salma menunduk dan menatap matanya. Suaranya terdengar serak ketika Rajasa balik bertanya "Kenapa?" Salma menatap mata hazel lelaki itu, " Kamu mau bersamanya lagi?" Tidak ada emosi dalam suara Salma. Itu hanya kehampaan yang terasa kosong dan sepi. Rajasa tersenyum samar. Sangat tipis dan dingin, suaranya terdengar tidak berperasaan ketika ia bertanya lagi, "Kamu cemburu?" Salma menggigit bibir menahan rasa sakit didadanya, ujung matanya memerah, "Jika kamu masih mencintainya, mari kita bercerai."Rajasa masih berdiri di sana ruangan, memandangi wajah cantik Salma yang tanpa riasan namun tak bosan dipandang. Wajah pria itu datar, tapi sorot matanya tampak menahan sesuatu. Mungkin amarah. Mungkin kecewa. Atau mungkin hanya hampa.“Aku minta maaf,” ucapnya akhirnya.Salma menoleh. “Untuk yang mana?”“Untuk… semua yang membuatmu menjauh. Untuk membuatmu takut bersamaku. Untuk merasa kau harus menyiapkan aroma penetral demi menyelamatkan dirimu sendiri dari aku.”Ucapan itu mengejutkan Salma. Dia tak mengira Rajasa akan mengucapkan kalimat seperti itu. Ia menarik napas, lalu bersandar ke pintu, menyilangkan tangan di depan dada.“Aku nggak takut padamu, Rajasa,” katanya pelan. “Tapi aku takut kehilangan kendali. Aku takut membiarkan diriku larut dalam sesuatu yang seharusnya sudah selesai.”Rajasa mengangguk. Ia mengerti.Ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia katakan, namun lidahnya terasa berat. “Kau masih mencintaiku?” tanya Rajasa, pelan sekali.Salma mendongak, tatapannya
Di ruang prediential room nomor 105, pencahayaan tampak lembut. Dua sosok terbaring di atas tempat tidur. Rajasa mencium puncak kepala Salma. "Orang yang kamu bilang itu, berapa lama lagi akan datang?"Salma berkata, "Sedikit lagi, asisten ku sudah kemarin untuk mengantarkan penetral." Selebihnya, ia tak berkata apa-apa. Hanya merasakan tangan Rajasa yang memeluknya erat dan sesekali mencium rambutnya. Ketika Rajasa berkata dia menginginkannya, Salma diterpa kembimbangan. Nalarnya nyaris tidak bekerja ketika Rajasa membawanya ke tempat tidur dan mengungkungnya di sana.Ketika tangan pria itu menyusup di balik kemejanya, seluruh akal sehat Salma kembali. Bagaimana bisa dia bersama dengan Rajasa sedangkan pria itu sendiri memiliki Valeri? Dia bahkan sudah melayangkan gugatan cerai, apa yang terjadi sekarang terasa sangat salah. Salma memiliki kenalan ilmuan kimia yang terkenal. Dia tahu ini bisa di atasi. Rajasa sudah terlihat lebih tenang. Meskipun ada sekelumit sorot kecewa, namun
Tangan besar Rajasa merengkuh pinggang Valeri, kemudian dia mendorong dengan tegas. Wanita itu termundur keluar. Saat itu, Rajasa memerintah dengan lugas, "Keluar sekarang juga."Pandangan matanya tajam dan menusuk, "Aku berhutang janji untuk menjagamu. Bukan merusak."Ucapan Rajasa yang tegas membuat Valeri merasa kesal namun juga tak berdaya. Pria itu terang-terangan menolak. Rajasa maju dan langsung menutup pintu kaca geser tersebut, sepenuhnya menciptakan batas antara dirinya dengan Valeri. Valeri kehabisan cara. Dia tidak berani memaksa lebih jauh. Meskipun Rajasa sangat memanjakannya, pria itu tetap menetapkan batas-batas yang tidak bisa dilanggar. Dia terlihat dekat, namun Valeri merasa pada saat yang bersamaan dia juga berjarak. Valeri keluar dari kamar mandi sambil menghentakkan kakinya. Tiga puluh menit kemudian, Rajasa telah keluar dari sana dengan pakaian kasual. Rambutnya yang basah dan acak-acakan membuatnya terlihat dipenuhi pesona muda yang penuh energi dan vitalita
Setelah berada dalam kamar, Valeri segera berkata, "Kak Rajasa, kamu mandi dulu. Tadi salah satu asistenmu sudah mengantarkan pakaian ganti." Rajasa tidak berbicara dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Dia juga sudah merasa sedikit gerah. Rajasa mulai membersihkan diri di bawah shower air hangat. Pria itu terus memikirkan Salma. Apa yang wanita itu lakukan bersama Jonathan di dalam kamar? Meski sebuah kamar presidential suite itu luas dan tak ubahnya seperti apartemen sendiri, namun Rajasa tetap merasa terganggu membayangkannya. Rajasa tidak menyukai perasaan itu. Tangan kanannya menumpu pada dinding. Aliran air menelusuri garis rahangnya yang tegas. Saat itulah Rajasa mulai menyadari kalau ada bau aneh yang samar di sekeliling kamar mandi, berasal dari diffusser yang menyala. Bersamaan dengan itu, Rajasa mulai merasakan kejanggalan dalam suasana hati dan tubuhnya. Dia merasa panas. Aliran darahnya menjadi cepat dan otot-ototnya menegang. Pria itu tersentak. Otaknya yang
"Pak Investor, apakah ada pertanyaan?"Rajasa menggeleng, "Kamu menjelaskannya dengan baik."Salma menganggukkan kepala, "Kalau begitu aku pamit dulu." Rajasa buru-buru mencegah, "Salma."Salma menoleh ke arahnya. Dia tidak bertanya, hanya menunggu Rajasa berbicara. Pria itu berkata dengan serius, "Kalau kamu mau, aku bisa memberikan beberapa proyek Fontier Group padamu."Salma tidak langsung menanggapi, dia perlahan-lahan tersenyum. Rajasa mengira Salma setuju. Dia merasa bakat Salma sangat menjanjikan, wanita ini bisa bersinar jika dibukakan jalan. "Pak Rajasa sangat baik. Tapi maaf, aku terlalu sibuk. Kontrakku lumayan padat, aku nggak bisa menerima tawaran Pak Rajasa."Rajasa tertegun. Bahkan Pak Juga yang sedari tadi hanya menjadi pendengar turut terkejut. Dia memang tahu Salma seorang arsitek profesional, namun tidak sampai pada level kepercayaan diri menolak kontrak dengan Fontier Grup! Fontier Grup adalah pengendali ekonomi di Yugos! Bisa bekerja sama dengan grup mega bint
Saat telah berada di bawah, Pak Jugo dan Rajasa langsung berjalan ke arah Salma. Wanita itu menghela napas berat, lalu memakai bathrobenya yang tersampir di kursi lipat. Rajasa dan Pak Jugo telah sampai. Pak Jugo segera berinisiatif menyapa lebih dulu, "Nona, kebetulan sekali. Investor kami ingin berbincang dengan Anda tentang desain kolam -kolam yang ada di resort ini. Saya harap Anda nggak keberatan." "Saya merasa telah mengganggu waktu senggang Anda, barangkali Anda bersedia saya traktir?" Suara Rajasa menyela. Pria itu berdiri dengan auranya yang mulia, sepasang tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia menatap Salma dengan santai seperti biasa. Salma melihat pada Rajasa dan berkata, "Apa yang ingin Anda bicarakan? Saya rasa nggak masalah kalau langsung saja." Salma benar-benar sedang bersantai, dia tidak menyangka akan bertemu Rajasa di tempat ini. Dia juga tidak mengira Rajasa adalah pemilik resort Asmara. Meski itu tidak terlalu mengherankan, namun Salma tetap