Share

Bab 8

Author: Isha
Selesai bekerja, Kania pulang dengan tubuh yang lelah.

Sandi sudah sampai di rumah lebih dulu, duduk di sofa ruang tamu. Melihat Kania kembali, dia langsung memanggilnya.

"Berhenti!"

"Kenapa kamu kerja di tempat seperti itu? Apa aku nggak memberimu uang?"

Kania bersandar di pintu sambil mengganti sepatu, suaranya datar.

"Aku bosan di rumah, nggak ada kerjaan. Sekadar menambah pengalaman hidup saja."

Kekesalan di wajah Sandi agak mereda, tetapi suaranya tetap dingin.

"Mulai sekarang, jangan pergi ke tempat seperti itu lagi."

Kania memang tidak perlu pergi ke tempat itu lagi.

Dia mengangguk sebagai tanda setuju, lalu menundukkan kepala, dan naik ke atas.

Selama beberapa hari berikutnya, Sandi hampir tidak pulang.

Namun, setiap hari Zita mengirim banyak foto padanya.

Cincin, foto pra-nikah, tempat pernikahan, buket bunga, semuanya memperlihatkan kebahagiaan dan sukacita pernikahan.

Kania tidak membalasnya, dia sibuk berkemas.

Tiga hari menuju kepergiannya, Kania bertemu dengan Sandi yang hendak keluar di tangga, dan memanggilnya.

"Om, tiga hari lagi, bisakah kamu menyempatkan satu jam untuk menemani aku merayakan ulang tahun?"

Karena dia sudah membesarkan Kania selama bertahun-tahun, Kania ingin mengucapkan selamat tinggal dengan baik.

Namun, di mata Sandi, kata-katanya terdengar seperti tantangan.

Sebab beberapa tahun terakhir, setiap ulang tahunnya tiba, Kania akan memaksa Sandi mendengar kata-kata cinta yang tak pantas itu.

Jadi, Sandi menolaknya tanpa berpikir panjang.

"Aku sudah bilang berkali-kali, jangan minta hal seperti itu!"

Melihat Sandi marah lagi, Kania buru-buru menjelaskan.

"Kali ini, aku nggak akan melakukan apa pun yang membuatmu kesal. Aku juga nggak akan mengungkapkan perasaan seperti dulu. Aku cuma mau .…"

Mengucapkan selamat tinggal dengan baik.

Keduanya berada dalam jarak yang cukup jauh, beberapa kata terakhirnya hampir tidak terdengar, dan Sandi tidak mendengarnya.

Mendengar penjelasan Kania yang terdengar wajar, barulah Sandi merasa agak lega dan mengangguk.

Pada hari ulang tahunnya itu, Kania menunggu dari pagi hingga malam, namun Sandi tetap tidak terlihat juga.

Menjelang waktu keberangkatannya, akhirnya dia mengambil ponsel dan menelepon.

Setelah sepuluh detik berbunyi, terdengar suara Zita di ujung telepon.

"Halo? Sandi sedang mandi, nggak bisa mengangkat telepon."

Ada sesuatu yang janggal dalam nada suaranya, hingga membuat jantung Kania berdebar.

Dia melihat jam tangan dan matanya penuh dengan tekad.

"Berapa lama lagi dia selesai? Aku bisa tunggu sampai dia keluar."

Di ujung telepon terdengar tawa mengejek.

"Kania, kenapa repot-repot seperti ini? Dia 'kan sedang mandi."

"Sejujurnya, kami sekarang ada di hotel. Kamu sudah dewasa 'kan? Setelah mandi, kamu tahu dong apa yang akan kami lakukan? Kamu mau nonton dari awal sampai akhir? Dia 'kan pamanmu, masa kamu nggak tahu malu terus-terusan seperti ini? Dia mau menikah, tapi kamu masih nggak mau pindah, terus-terusan menempel sama dia. Kamu nggak malu banget ya .…"

Nada penghinaan yang begitu tajam seperti jarum menusuk hati Kania.

Dia menggigit bibirnya rapat-rapat, berusaha agar air matanya tidak jatuh.

Setelah melampiaskan semua emosinya, Zita langsung menutup telepon.

Menatap tulisan di layar ponsel "Panggilan terputus", Kania terdiam sejenak dan perlahan meletakkan ponselnya.

Entah sudah berapa lama dia termenung, akhirnya dia mengambil lilin dari kotak. Krim di atas kue ulang tahunnya sudah mulai meleleh karena hangatnya ruangan, angka "21" tertancap miring di atasnya.

Setelah menyalakan lilin, dia membungkuk untuk meniupnya, dan berdoa dalam hati.

Di ulang tahunnya yang ke-21, harapan Kania bukan lagi ingin selalu bersama pamannya.

Namun, harapannya kini adalah agar pamannya panjang umur, hidup tenang setiap tahun tanpa keberadaan dirinya lagi di sepanjang sisa hidup sang paman.

Setelah berdoa, dia meniup lilin itu.

Terakhir, dia membereskan semua jejak keberadaannya, hanya meninggalkan tiga hal di rumah yang telah dia tinggali selama belasan tahun ini.

Sebuah kartu ATM dengan saldo ratusan miliar, sebagai tanda terima kasih atas semua pengasuhannya.

Sebuah hadiah pernikahan, semoga dia bisa berbahagia bersama orang yang dia cintai hingga usia senja.

Dan, sebuah ucapan perpisahan terakhir.

"Om Sandi, aku menyerah. Semoga kamu bahagia."

Setelah menulis itu, dia membawa kopernya, memandang rumah itu untuk terakhir kali.

Lalu dia berbalik dan pergi, tanpa menoleh lagi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (12)
goodnovel comment avatar
Mia Dina
sudah ada dramanya didracin
goodnovel comment avatar
Yuni Yanti
nggak seru, karena ceritanya tidak bisa di baca
goodnovel comment avatar
Indah Setijawati Sukarno Putri
syukurin sansi
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mencintai dalam Diam   Bab 26

    Meskipun Keluarga Kurnia bukan dari kalangan pejabat atau pedagang kaya, mereka selalu dihormati di Jintara berkat warisan budaya literatur mereka yang sudah turun-temurun.Hingga generasi Zita, Keluarga Kurnia hanya memiliki satu anak perempuan, sehingga mereka membesarkannya dengan penuh perhatian, mencurahkan banyak sumber daya sejak kecil untuk memastikan masa depan cerah yang dapat mendukung keluarga.Untuk itu, Keluarga Kurnia secara khusus mengundang seorang maestro seni lukis tradisional yang paling terkenal di negeri ini untuk mendidik Zita sejak kecil. Dengan reputasi sebagai murid langsung dari Pak Jayadi, Zita berhasil menciptakan nama besar di dunia seni lukis meski usianya masih muda.Melalui Pak Jayadi pula Zita bisa mengenal Sandi.Ketika berita pertunangan mereka menyebar, Keluarga Kurnia sangat gembira, mengira inilah kesempatan untuk mencapai puncak kesuksesan.Namun, tidak sampai satu bulan kemudian, berita bahwa Zita diusir dari vila Keluarga Buwono menyebar luas d

  • Mencintai dalam Diam   Bab 25

    Setelah upacara pembukaan selesai, Kania mengantar keluarga tantenya keluar dari kampus, lalu berbalik menuju fakultasnya.Baru saja sampai di gerbang, dia mendongak dan langsung bertemu dengan sepasang mata yang sangat tidak asing.Entah kenapa, setelah sepenuhnya melepaskan perasaan itu, setiap kali bertemu Sandi, dia selalu merasa seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah oleh orang tuanya.Rasanya persis seperti saat dia diam-diam memberikan kalung ibunya kepada temannya dan ketahuan.Apakah ini yang disebut wibawa dari seorang senior?Bertemu langsung seperti ini, dia tidak mungkin berpura-pura tidak melihatnya. Dengan gugup, dia maju untuk menyapa Sandi."Om, kenapa Om ke sini?"Melihat matanya yang menghindar, hati Sandi terasa sakit.Namun, dia menekan gejolak emosinya dan berpura-pura tenang."Aku datang untuk melihat upacara pembukaan."Kania mengangguk pelan tanpa berkata apa-apa lagi.Keduanya berjalan dalam diam, perlahan memasuki fakultas.Keheningan ini membuat Sand

  • Mencintai dalam Diam   Bab 24

    Sejak mengetahui bahwa Nona Kania bukan kabur dari rumah melainkan pindah ke luar negeri, dahi pengurus rumah selalu berkerut.Dulu, saat Nona Kania masih di sini, jika mereka melakukan kesalahan, masih ada yang membela mereka.Selama Nona Kania yang bicara, kesalahan sebesar apa pun, Sandi pasti akan memaafkannya.Karena sekarang dia tidak ada, yang menderita adalah para pelayan di bawah Sandi.Entah kenapa, Sandi belakangan ini tidak hanya murung, tetapi juga gemar mencari kesalahan.Juru masak tidak memasak bubur pagi, Sandi langsung marah besar. Juru masak yang panik hanya bisa buru-buru memasak sambil menggerutu. "Nona Kania nggak ada, Pak Sandi sendiri juga nggak suka bubur. Wajar dong, kalau nggak dimasak?"Tukang kebun memangkas dua pohon di halaman, gajinya langsung dipotong dua bulan. Tukang kebun itu berpikir keras, tetapi tidak mengerti. Bukankah dua pohon itu ditanam oleh Nona Kania, yang sebelum pergi terus berpesan agar sering dipangkas supaya bisa tumbuh tinggi? Apa yan

  • Mencintai dalam Diam   Bab 23

    Setelah tiba di Jintara, asisten yang pengunduran dirinya ditolak langsung datang menjemput Sandi dengan mobil.Setelah melewati peristiwa ini, asisten itu melihat banyak hal dengan lebih jelas. Sekarang dia bekerja dengan sungguh-sungguh, pikirannya hanya tertuju pada atasannya dan Nona yang pernah menyelamatkan nyawanya.Selama dua hari ini, ponselnya hampir tidak berhenti berdering karena masalah pernikahan yang dibatalkan. Namun, dia tetap tutup mulut, tidak mengungkapkan sepatah kata pun.Kini bosnya sudah kembali, beban dan tekanan yang dia pikul akhirnya bisa dilepaskan, membuat suasana hatinya jauh lebih baik.Satu-satunya masalah adalah suasana hati bosnya tampaknya tidak terlalu baik, sehingga dia menyampaikan laporan dengan nada yang sangat hati-hati."Pak Sandi, meskipun pernikahan telah dibatalkan, Nona Zita terus membuat keributan. Kemarin dia bahkan membawa barang-barangnya dan pindah ke vila, tinggal di kamar yang dulu dihuni oleh Nona Kania."Mendengar hal ini, Sandi l

  • Mencintai dalam Diam   Bab 22

    Kemala tidak bicara, hanya memandanginya dengan tatapan tajam.Malam musim panas yang terik membuat Sandi berkeringat dingin di bawah tatapan itu.Sandi mengira Kemala tidak mendengarnya dengan jelas, dan saat hendak bertanya lagi, Kemala akhirnya berbicara."Kania bilang hari ini hari pernikahanmu. Kenapa kamu ada di Zelandia? Pengantin pria nggak perlu menghadiri pernikahan sendiri, ya?"Nada suaranya terdengar sangat tenang, tetapi kata-katanya mengguncang hati Sandi seperti badai besar.Di bawah tekanan dan aura kuatnya, akal sehat Sandi yang sempat hilang akhirnya kembali."Pernikahan dibatalkan.""Kenapa dibatalkan? Apa karena mau menemui Kania? Apa Om Buwono tahu soal ini?"Kemala tidak memberinya kesempatan untuk bernapas sama sekali. Rentetan pertanyaan itu seperti butiran mutiara yang jatuh ke piring keramik, menimbulkan suara gemerincing.Setelah beberapa menit hening, Sandi akhirnya memaksa dirinya memberikan jawaban."Dibatalkan sebelum aku datang. Ini nggak ada hubunganny

  • Mencintai dalam Diam   Bab 21

    Setelah Kania membawa Liana pergi, Sandi duduk sendirian di ruang pribadi hingga langit gelap.Baru setelah pelayan masuk untuk membereskan meja dan dengan hormat mengatakan bahwa restoran akan tutup, dia membayar ganti rugi atas barang-barang yang rusak, lalu meninggalkan restoran itu dengan linglung.Dalam gelapnya malam, lampu jalan mulai menyala di mana-mana.Saat dia membuka ponselnya, ada lebih dari seratus panggilan tak terjawab dan 99+ pesan yang belum dibaca.Ada dari Zita, dari orang tuanya, dari teman-temannya, dan dari pembawa acara.Pembawa acara?Oh, benar. Hari ini adalah hari pernikahannya. Dia hampir lupa.Namun, ingat atau tidak, apa bedanya?Pernikahan ini pada dasarnya hanya pura-pura. Sebuah sandiwara yang diatur olehnya dan Zita untuk menghancurkan delusi Kania terhadap dirinya.Apa yang dia inginkan sudah didapatkan tanpa usaha berarti, jadi pernikahan ini tidak lagi diperlukan.Mengingat bagaimana selama dua bulan ini dia menahan rasa tidak nyaman, berpura-pura

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status