Share

episode 10

Penulis: Shakura
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 23:50:21

“Morning too, Gilang!” senyumku.

Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.

“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.

“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.

“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.

Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.

Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.

Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.

Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.

Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyeberang pantai, maka fasilitas disini juga masih minim.

Yang ada hanya musholla kecil untuk beribadah. Selanjutnya, tidak fasilitas dermaga tambat bagi perahu.

Sehingga kapal hanya bisa merapat mendekat dan pengunjung mau tidak mau harus turun menceburkan diri, dengan ketinggian air selutut.

Perjuangan tentunya. Tapi apabila sudah menginjakkan kaki di pasirnya, maka perjalanan akan semakin menarik. Aku sangat menikmati suasana yang tercipta.

“Sudah sering kesini, Lang?” tanyaku.

“Nggak juga, baru dua kali dengan sekarang!” jawab Gilang.

“Tinggal dimana, Kia?” Gilang menanyakan tempat tinggalku.

“Aku dari Jakarta, Lang!” jelasku.

“Really?” dia memandangku untuk meyakinkan. Akupun menggukkan kepala sebagai jawaban sambil memandang laut lepas.

“Trus, disini tinggal dimana?” tanyanya lagi.

“Menginap di penginapan yang ada di ujung pantai, Lang!” aku menjawab jujur pertanyaan Gilang.

“Dalam rangka apa kesini?” dia melanjutkan.

“Studi banding, Lang,” ucapku.

“Dimana studi bandingnya?” tanya Gilang untuk memastikan jika Kiara sama dengan rombongan Bianca adiknya.

“Universitas Negeri Padang!” jawabku singkat.

“Sampai kapan disini, Kia?” ucap Gilang.

“Studi bandingnya mungkin lusa selesai Lang. Karena jadwalnya sudah dipadatkan. Jadwal yang seharusnya empat hari, sudah di press menjadi dua hari saja.“ jelasku.

“Habis itu langsung kembali ke Jakarta, Kia?” potong Gilang.

“Nggak Lang, mungkin seminggu ini aku masih disini. Aku ada kegiatan lain diluar kegiatan kampus,” jelas Kiara panjang lebar.

“Kegiatan apalagi?” selidiknya penuh tanya.

“Something!” senyumku.

“May I know?” ucapnya dengan nada memohon.

“Lusa hari terakhir kunjungan studi banding. Paginya ke Universitas Negeri Padang terlebih dahulu. Habis itu, kalau kegiatan selesai dan sekalian langsung berpamitan sama pihak kampus. Selanjutnya, mengantarkan rombongan sampai Bandara,” Aku menjelaskan dengan panjang lebar.

“and then?” Gilang tidak sabar dengan penjelasanku.

“Aku kembali ke penginapan. Sorenya, mau ke pantai menikmati sunset,” jawabku sambil tersenyum membayangkan suasana sunset.

“Baiklah. Besok aku temenin ke pantainya,” tegas Gilang.

“Nggak perlu, Lang. Aku bisa sendiri dan nggak butuh teman,” elak Ara.

“Aku cuma mau menemani, karena aku juga sangat menyukai suasana pantai Kia. Daripada kamu sendirian!” jawab Gilang.

“Siapa bilang aku sendirian? Ada banyak orang dipantai ini, Lang,” protes Ara

“Buktinya dari kemaren aku perhatikan kamu sendirian terus dan nggak ada yang menemani. So, boleh dong aku temenin karena aku juga sendirian disini,” Gilang menambahkan.

“Baiklah. Kalau begitu maunya!” aku menggodanya sambil tesenyum miring.

“Jangan menggodaku, Kiara!” Gilang salah tingkah dibuatnya.

“Hahahah. Kamu mempan juga dengan godaan ternyata. Kirain hanya tukang goda anak orang,” tawaku pecah melihat ekspresi Gilang

“Aku bukan tukang godain anak orang Kiara. Tapi kalau untuk godain kamu, aku mau kok!” Gilang malah balik menggoda Kiara sambil tertawa.

“Are you sure?” ucap Kiara.

“Exactly yes!” yakin Gilang sambil menatap kedua netra biru milik Kiara.

Untuk sepersekian menit, aku terpaku menatap kedua netra zamrud milik Gilang.

“Forget it, Lang,” lirih Kiara hampir tidak terdengar.

“Why?” Gilang memandangku penuh selidik.

Fokusku beralih melihat sang surya yang sudah menampakkan cahaya terangnya yang berwarna kemerahan untuk mengalihkan pembicaraan.

Pagi ini cuaca cukup cerah dan tak ada tanda-tanda mendung, meskipun sang surya masih diselimuti kabut tipis.

Perlahan matahari naik menyinari alam Kota Padang yang sangat indah. Sekarang saatnya mengabadikan pemandangan alam yang maha indah ini.

Mentari pun mulai beranjak naik, udara juga sudah mulai terasa sedikit panas.

Puas menikmati sunrise, berjemur di pulau, dan foto-foto sebagai kenangan maka kami memutuskan untuk kembali ke pantai.

Sekitar 30 menit, kami telah sampai kembali di seberang pantai.

“Habis ini mau kemana lagi, Kia?” tanya Gilang.

“Ke penginapan dulu Lang,” jawabku.

“Nggak sarapan dulu?” tanyanya.

“Sekarang mau pulang dulu untuk mandi. Nggak enak sarapan basah-basah gini,” jelas Ara.

“Barengan ya, sarapannya?” ucap Gilang.

“Oke.” jawabku sambil menyatukan jari telunjuk dan ibu jari. Gilang langsung tertawa melihat ekspresiku.

Kamipun berpisah di pantai, untuk kembali ke penginapan masing-masing. Satu jam lagi baru keluar untuk mencari sarapan.

Gilang POV

Sore kemaren aku menginjakkan kaki di Bandara Internasional Minangkabau yang berlokasi di Padang. Beberapa hari kedepan aku akan memantau perkembangan pembangunan proyek sebuah mall di kota ini.

Badanku terasa pegal semua setelah menempuh perjalanan Jakarta – Padang, yang memakan waktu hampir 5 jam di bandara Sukarno Hatta. Karena pesawat yang akan membawaku ke Padang, delay sekian jam.

Di pintu Bandara, aku sudah ditunggu oleh supir perusahaan yang biasa menemaniku jika berkunjung kesini. Mobil yang membawaku langsung berjalan menuju hotel tempatku menginap.

Perjalanan terasa melelahkan. Rencananya aku mau istirahat terlebih dahulu, nanti sore baru melihat-lihat dan bekeliling di Padang.

Jam sudah menunjukkan pukul lima waktu setempat, aku bergegas mandi dan berkemas untuk ke pantai.

Sekadar menenangkan pikiranku yang akhir-akhir ini sangat disibukkan dengan jadwal kerja yang terlalu padat.

Aku duduk di café yang terletak di tepi pantai. Tempat duduknya menghadap ke laut lepas.

Aku memandang laut lepas sambil menikmati secangkir kopi hangat yang terasa sungguh nikmat.

Dikejauhan, aku melihat seorang gadis yang sedang duduk menikmati pemandangan yang tersaji didepannya.

Aku memperhatikan, dari tadi gadis tersebut tidak beranjak dari duduknya.

Sepertinya, dia tidak terganggu dengan orang yang berlalu lalang di sekitarnya.

Aku memutuskan untuk berjalan menuju kesana.

“Boleh duduk disini?” tanyaku.

“Silahkan!” ucapnya dengan menganggukkan kepalanya sambil menoleh ke arahku.

Aku sedikit terkejut melihat wajahnya, ternyata gadis tersebut adalah gadis yang kulihat di restoran dan yang menabrakku di Gramedia beberapa hari yang lalu.

Gadis yang telah menyita perhatianku seminggu ini. Aku tersenyum penuh kebahagiaan, sepertinya, Tuhan menjawab do’aku untuk dipertemukan kembali dengannya.

“hmmm, pemandangan yang bagus!” ucapku sambil menatap ke tengah laut lepas.

“Ya. Sangat bagus malahan,” timpalnya tanpa menoleh kepadaku.

“Sering kesini?” aku menambahkan.

“Nggak terlalu sering, tapi lumayan seringlah!” jawabnya.

“Maksudnya?” jawaban ambigunya membuatku bertanya lebih lanjut.

“Forget it!” jawabnya sambil tertawa dengan lesung pipinya yang terlihat sangat jelas.

Untuk sepersekian detik lamanya, aku cukup terpesona dengannya.

”Oh, Tuhan, sepertinya gadis ini akan mengalihkan duniaku!” hatiku menjerit.

Akhirnya, akupun bisa berkenalan dengan gadis yang telah menyita waktu akhir-akhir ini.

Yang kuketahui bernama Sakia Rahayu. Katanya dia biasa dipanggil Ara.

Akan tetapi, aku lebih suka dengan panggilan Kiara. Menurutku, Ara terlalu feminim untuk penampilannya yang agak tomboy.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 96

    Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 95

    “Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 94

    Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 93

    “Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 92

    “Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad

  • Mencintaimu Kesalahan Terbesarku   episode 91

    “Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status