Share

episode 9

“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.

“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.

“Pastinya, Car,” jawabku.

“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.

“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.

“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.

“It’s ok, Car!” ucap Ara.

Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.

Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.

Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.

Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing yang akan mendampingi disana.

Satu orang pembimbing akan membimbing sepuluh orang mahasiswa/mahasiswi.

Sebuah mobil mewah keluaran Ferrari sport berwarna merah memasuki halaman parkir kampus yang membuat semua mata melongo melihatnya.

Gilang keluar dari mobil dengan stelan kantor lengkap.

“Sudah lengkap semuanya, Bi?” tanya Gilang pada adiknya yang juga akan mengikuti Studi Banding

“Udah, Kak. Semuanya sudah beres. Jangan khawatir, Kak!” jawab Bianca.

“Apa nggak ada yang ketinggalan?” Gilang meyakinkan adiknya.

“Rasanya cukup, Kak!” ucap Bianca sambil tersenyum.

“Jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai disana!” perintah Gilang.

“Ya, Kak. Aku kesana dulu, sudah disuruh berkumpul sepertinya, Kak,” jawab Bianca sambil berlalu dari hadapan sang kakak.

“Ya sudah. Hati-hati disana,” nasehat Gilang pada Bianca yang mulai berjalan menuju lapangan tempat berkumpul semua peserta.

Setelah Bianca sampai di lapangan dan memastikan adiknya telah masuk dalam rombongan, Gilang pun berangkat menuju kantornya untuk mempersiapkan keberangkatannya siang nanti.

Semua peserta studi banding dikumpulkan di lapangan untuk mendengarkan instruksi dari dosen pembimbing demi lancarnya project disana nantinya.

Dosen pembimbing memberikan beberapa aturan dan instruksi yang harus dipatuhi oleh semua peserta studi banding tersebut.

Sebelum keberangkatan, semua peserta berdo’a bersama terlebih dahulu agar diberikan kemudahan dan keselamatan selama menjalani kegiatan.

Mereka berdo’a semoga semuanya berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

***

Pukul sepuluh waktu setempat, rombongan studi banding telah sampai di Padang.

Mereka langsung menuju penginapan yang telah disediakan pihak kampus.

Semuanya beristirahat setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan Jakarta - Padang. Besok mereka akan memulai kegiatan yang sudah dijadwalkan.

Ara menuju ke kamar yang telah disediakan, untuk beristirahat sejenak.

Rencananya nanti sore Ara akan berjalan-jalan melihat-lihat kota Padang yang sudah lama tidak dikunjunginya.

Saat terbangun dari tidurnya, jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Ara bergegas mandi, dan berkemas.

Rencananya akan ke pantai untuk me-refresh otaknya yang sudah sangat lelah, sambil menikmati pemandangan pantai yang indah.

Ara berjalan menyusuri pantai sambil menikmati pemandangan lukisan alam yang tersaji melalui kanvas Tuhan yang maha besar. Langit sore terlihat sangat cerah.

Namanya Pantai Air Manis yang merupakan salah satu daya tarik dari kota Padang.

Pantai ini tidak terlalu jauh dari pusat kota. Didukung dengan akses jalan yang memadai membuat lokasi pantai ini mudah dijangkau.

Banyak yang menyarankan, saat yang tepat untuk berkunjung ke pantai ini adalah ketika matahari terbenam. Karena pada saat itu, pemandangan pantai Air Manis terlihat lebih eksotis.

Garis pantainya yang panjang, pasirnya yang putih, ditambah deburan ombak yang menawan membuat pantai ini menjadi incaran para turis baik lokal maupun asing.

Bagi para pengunjung yang menyukai petualangan, di pantai ini pengunjung juga dapat menyewa ATV (All Teran Vehicle) yang bisa digunakan untuk berkeliling mengitari pantai.

Ara duduk di atas pasir, sambil memandang kearah laut lepas.

Cahaya merah keemasan memberikan sensasi yang luar biasa, betapa indahnya panorama sunset sore ini. Keindahan yang sangat melegenda saat senja mulai menjelang.

Angin yang berhembus saat matahari mulai terbenam, membelai lembut rambutku.

Sungguh, suatu pemandangan yang luar biasa indah.

Nun jauh disana, terlihat kapal-kapal nelayan di tengah tenggelamnya matahari.

Bagiku, menikmati matahari terbenam merupakan suatu pemandangan indah yang tidak ada bandingnya.

Entah berapa lama Ara menikmati pemandangan dari kanvas Tuhan yang tercipta di langit yang bewarna kemerah-merahan, hingga lamunannya terhenti oleh sebuah suara disampingnya.

“Boleh duduk disini?” tanya seseorang.

“Silahkan!” ucap Ara dengan menganggukkan kepalanya sambil menoleh kearah sang pemilik suara.

“Ya Tuhan, kok aku ketemu terus sama orang ini,” kata hari Ara.

Ternyata pemilik suara tersebut adalah laki-laki yang aku tabrak di Gramedia beberapa hari yang lalu.

“Hmmm, pemandangan yang bagus!” ucapnya sambil menatap ke tengah laut lepas

“Ya. Sangat bagus malahan!” timpalku tampa menoleh kepadanya.

“Sering kesini?” dia menambahkan

“Nggak terlalu sering, tapi lumayan seringlah!” seru Ara.

“Maksudnya?” jawaban ambiguku membuat dia bertanya lebih lanjut.

“Forget it!” jawabku sambil tertawa.

Itulah awal pertemuan kami. Membahas hal-yang sebenarnya tidak penting, hanya sekadar untuk mencairkan suasana yang tercipta.

Dia adalah pria yang baik menurutku, yang aku ketahui bernama Gilang.

Kami menikmati pemandangan saat dimana sang surya sudah terbenam di peraduannya.

Langit yang semula terang sudah berubah gelap dengan diterangi ribuan bintang yang berkelip indah di angkasa.

Kami memutuskan untuk pulang ke penginapan masing-masing karena udara pantai yang dingin sudah mulai terasa menusuk tulangku.

***

Matahari mulai memancarkan cahayanya di ufuk Timur belahan bumi ini, kicauan burung-burungpun ikut menyambut datangnya pagi yang indah.

Angin laut menyapa lembut kulitku ketika kubuka jendela penginapan yang menghadap ke arah laut lepas.

Aku menggunakan bajo kaos lengan panjang dan dilengkapi dengan celana training, serta memakai topi.

Karena hari sudah mulai terang, aku buru-buru keluar penginapan tanpa memakai alas kaki.

Berlari tanpa alas kaki di pantai lebih bagus dan sehat tentunya daripada menggunakan alas kaki.

Karena berlari tanpa alas kaki menggunakan otot yang berbeda dibandingkan berlari dengan sepatu.

Sesampainya di pantai, hari sudah mulai terang. Pantai menjadi salah satu destinasi liburan yang sangat cocok untuk merelaksasi pikiran.

Terlihat banyak pengunjung yang juga sedang berolahraga di sekitaran pantai. Banyak aktivitas yang dilakukan pengunjung di pantai.

Ada yang sedang berlari, beberapa orang terlihat sedang berenang, dan bahkan ada juga yang berjemur di bawah sinar sang surya yang mulai memunculkan diri kepermukaan.

Setelah berlari di sekitar pantai, aku mencari tempat duduk untuk istirahat sambil berjemur dan menikmati sunrise tentunya.

Di ufuk timur terlihat sang surya sudah mulai menampakkan wajahnya dengan sinar yang terang benderang.

Desiran ombak terdengar sangat menyejukkan telinga yang mampu memberikan ketenangan pikiran.

“Morning, Kiara!” suara Gilang terdengar disampingku dengan senyuman menawannya.

Ya, Gilang memanggilku dengan panggilan Kiara meskipun aku sudah membantahnya. Akan tetapi dia tetap bersikeras dengan panggilannya tersebut.

Aku hanya berkomentar, what ever lah, yang penting itu kan nama juga. Hanya itu jawabanku kemaren saat dia memutuskan memanggilku dengan Kiara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status