Share

Chapter 4 : Ancaman

“Lalu, apa urusannya denganku. Kau sudah menikmati uang kotor dari hasil jabatanmu?” Ryan kembali menjawab dengan tenang. 

Langsung saja Chris turut melangkah maju mendekat dan meninggikan suara.

“Apa yang kau ketahui, huh! Tuan White begitu puas akan kinerjaku selama bertahun-tahun. Seketika kau muncul, seakan menjadi pahlawan menyelamatkan data keuangan! Tunjukkan bukti-bukti itu, jika kau berani membeberkan semua itu pada dewan direksi, mari bertaruh!" Tiba-tiba Chris kembali mengendalikan emosinya, berusaha membujuk. "Sudahlah, sebaiknya kau terima kerja sama ini, akan kuberikan bagianku. Sejujurnya aku tidak sabar ingin mendekati Briana. Maka kita berdua akan aman.” Chris menyodorkan jabat tangan.

“Briana?” Ryan masih melipat tangannya di dada dan hanya melirik tangan Chris yang menggantung di depannya. Memberi kesan abai. 

Geram menerima penolakan, Chris menurunkan tangannya kembali. “Jangan pura-pura bodoh. Briana tidak hadir di rapat karena baginya ini tidak penting dihadiri seorang direktur. Aku diminta khusus mewakilinya untuk melihat presentasimu!” Dia menunjuk-nunjuk dada Ryan.

“Aku tidak tahu persis Briana. Apakah ... dia cantik? Wanita berambut cokelat, yang kemarin memakai blouse putih dan rok biru gelap?” ucap Ryan dengan santai sambil mengangkat sebelah alisnya.

Chris mengulas senyum sinis dan berjalan ke belakang Ryan. “Tepat sekali! Wanita cerdas yang membuang-buang waktunya. Dia butuh pria sepertiku." Ekspresinya berubah seketika, Chris pun berjalan maju melewati Ryan sambil menepuk engan pria itu dengan kuat. "Jangan coba-coba kau dekati, dia milikku,” lanjutnya.

Ryan hanya melirik tidak peduli saat Chris berjalan cepat ke luar ruangan dengan wajah kesal. Dia malah memikirkan wanita bernama Briana. Sang wanita di dalam lift yang masuk ke dalam mimpinya

*****

Baru kemarin Ryan mendapat teror, kaca depan mobilnya dipecahkan orang misterius di gedung parkir. Karena White Stone Construction akan merayakan ulang tahun perusahaan dalam waktu dekat, sangat mungkin muncul gangguan berbagai arah untuk mengacaukan perayaan itu. 

Pagi ini, Ryan tengah fokus memantau data yang masih entan serangan siber susulan di masa tenang perusahaan itu. Tiba-tiba dia tersentak oleh kehadiran seorang pria berjas hitam ke dalam ruangannya.

“Tanda tangani berkas ini, Ryan. Mulai besok, kau gantikan posisiku.”

Sebuah folder berisi lembaran surat perjanjian menggantung menutupi layar laptop. Tatapan Ryan pun merespon cepat ke arah si pemilik tangan yang menyodorkan folder itu. Pandangannya bergeser pada sosok yang dilihatnya kini, seorang pria tua yang tidak dikenal. 

Sesaat tadi, Ryan menulikan telinga di tengah fokusnya, hingga tidak menyadari siapa pun yang menyelonong masuk. Namun, siapa pria tua yang berani masuk tanpa mengetuk pintu.

Bibir tipis Ryan tertutup rapat tanpa senyum. Ekspesinya bingung bercampur kesal melihat bolak-balik ke wajah sang pria dan folder itu. Dengan perasaan terpaksa Ryan menyambutnya dari tangan pria kisaran enam puluh tahunan itu.

Ryan menatap heran dan menaikkan sebelah alisnya. “Menggantikan posisimu?Apa maksudnya?” Dia membuka folder itu dan membaca cepat isi berkas. “Huf ... surat yang sama? Sudah kukatakan pada orang-orang seperti Anda yang mendatangiku sejak kemarin. Aku tidak ingin membahasnya lagi.”

Ryan mengendikkan bahu dengan tak acuh, pasalnya surat itu berisikan persetujuan untuk kenaikan jabatan sebagai CEO-White Stone Construction---perusahaan terbesar kedua di negara itu. 

Dengan abai, ditaruhnya folder itu di sisi kiri laptop. Ryan kembali fokus tanpa bicara apa pun lagi.

Pria itu mengulurkan jabat tangan. “Selamat. Kurasa kau tahu maksud kedatangan dua pria asing ke ruanganmu beberapa waktu lalu. Tuan Steel, kau kenal?”

Sorot mata biru Ryan naik turun melihat wajah pria dan uluran jabat tangannya. Ryan melepas kacamata dan menyandarkan kepala di kursi. “Belum kusetujui. Sesuai SOP, tentu harus menunggu promosi jabatan dua tahun lagi. Lantas, siapa yang mengutus Anda?”

“Aku?" balas pria tua itu sambil tertawa. "Ha-ha-ha, Albert James White. Senang akhirnya kita bisa bertemu, Tuan Miller.” 

“Kau?” Ryan sedikit tersentak, mata pria tiga puluh tahunan itu pun membulat sempurna.

Tanpa sadar, orang yang mengikutinya sejak masuk ke lobi kantor adalah seorang CEO.  

“Ryan Miller. Ini sesuatu yang fantastis, bonus dan gaji utamamu akan berlipat ganda. Bagaimana? Tapi, aku memiliki satu misi lain untukmu."

"Jika menyangkut kepentingan pribadi, maka aku berhak menolak."

"Anak gadisku tidak mampu memimpin perusahaan ini, Ryan. Aku selalu mengawasi dia.” Tuan White berbicara langsung, dia pun mendengkus kesal mengingat kelakuan putrinya.

"Putrimu? Kenapa begitu sulit?" ucap Ryan remeh. 

“Dia melupakan reputasinya sebagai seorang direktur, kebiasaan mabuk gadis pembangkang itu membuatku tidak tahan!" Dia tampak gusar dan berjalan mondar-mandir di depan meja kerja Ryan. "Perusahaanku bisa saja hancur di tangannya, banyak tender gagal karena sikapnya yang keras kepala!” 

Ryan mengernyitkan dahi, bagaimana Tuan White begitu percaya orang asing yang baru setahun bekerja ketimbang anaknya sendiri. “Aku rasa ini bukan keputusan main-main. Sangat tidak tepat. Maaf, aku harus kembali pada pekerjaanku.” Ryan menggeser kembali surat itu di atas mejanya. “Pertimbangkanlah orang lain yang potensial.”

Keberadaan Ryan di tengah persaingan begitu meresahkan, sampai-sampai segelintir dari pesaing rela berada di bawah kaki para pemilik saham demi sebuah promosi jabatan. Tercium kabar, posisi CEO sedang diperebutkan, tapi keputusan Tuan White kini sangat tak beralasan jelas. Pria tampan berambut cokelat gelap itu memilih berkutat di posisi manager IT. CEO adalah lonjakan yang terlalu cepat dan tinggi bagi dirinya

Alis keabu-abuan Tuan White bertaut. Baru kali ini ada orang yang menolak tawaran besar hingga membuat dirinya turun tangan langsung meminta. Merasakan penolakan tajam itu, tiba-tiba tangan sang pria tua terangkat lalu menepuk dada kirinya. Dia meringis atas kemunculan rasa sakit yang mendadak.

“Apa yang terjadi? ... Tuan White!" Ryan panik dan bangkit dari duduknya, dia menangkap tubuh Tuan White yang nyaris tumbang. Lalu memapahnya ke sofa panjang sudut ruangan. "Aku segera panggilkan ambulan! Bersabarlah.” 

Langkah Ryan pun dihentikan. “Ryan, tunggu dulu! A-ambilkan saja obat dalam tasku. Cepat!” titah Tuan White.

Ryan berbalik dan beralih pada tas yang diminta, membawanya pada Tuan White. Dia merogoh-rogoh bagian saku tas untuk mencari obat yang dimaksud. Kemudian dia mendapatkan sebuah botol kecil berisi penuh kapsul berwarna merah.

"Apakah ini?" tanya Ryan panik. Dia menyodorkan sebutir kapsul itu beserta segelas air putih yang tersedia di meja.

Tuan White membisu dan mengangguk pelan. Menepuk dadanya yang sesak hingga terbatuk-batuk. Tetapi dia kerap memaksa kepastian dari Ryan. “Percayalah, Ryan, kau tidak punya pilihan lain." Senyum licik muncul di bibir pria tua itu. "Ikuti permintaanku … atau dalam waktu 10 menit, polisi akan datang menangkapmu karena telah meracuniku.”

"Sial! Ini jebakan!" Ryan membatin. “Kau melakukan ini agar aku menyetujuimu? Tuan White, kau mengharapkan keputusan sepihak tanpa pertimbangan para investor, ini tidak sesuai prosedur!” Ryan menegaskan prosedur kenaikan jabatan pada Tuan White, dia mengerutkan dahinya terheran-heran.

“Christopher Burton, satu nama yang mengincar putri dan hartaku. Aku bisa membaca isi kepala si pirang itu. Dan kau, tentunya. Tidak kubiarkan perusahaan ini jatuh di tangan seseorang yang ingin merampas kejayaanku,” ungkap Tuan White tiba-tiba.

“Aku tidak peduli tentang Chris. Tuan, ini darurat! Aku tidak habis pikir kau masih memaksaku di saat seperti ini, apa kau gila?”

“Pilihan ada di tanganmu. Tanda tangani surat itu atau siapkan pembelaan diri di ruang pengadilan. Kujamin kau tidak bisa lolos, semua alat bukti ini ada padamu.”

“Kau sengaja menjebakku, huh?” 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pena Ilusi
Wow! Tuan White licik menawarkan ancaman ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status