Tak lama setelahnya, Dimas mengantar Kinara dan sampai di gedung Alva Management&Production yang merupakan kantor tempat agensinya bernaung tepat pukul 09.00 pagi. Setelah berpamitan pada kakak iparnya, Kinara pun segera turun dari mobil. Baru saja tiba di lobi, Shela—sahabat sekaligus manajer Kinara telah menyambutnya dengan rentetan pertanyaan dan juga omelan karena sang artis yang hampir saja terlambat untuk menghadiri rapat penting dengan sang pemilik Alva Management&Production.
“Kamu itu benar-benar ya Ara, sudah kubilang kan jangan sampai terlambat. Untung saja pak bos ada urusan mendadak sehingga rapatnya diundur jadi jam 10.00 nanti,” tutur Shela seraya berlari kecil mengikuti Kinara yang telah berjalan mendahuluinya. Kinara menghentikan langkahnya lalu berbalik pada Shela. “Berarti aku tidak terlambat kan? Ya sudah, santai saja,” balasnya santai diiringi senyuman yang membuat wajahnya terlihat semakin cantik. “Ya tapi kan kamu tidak bisa seperti ini terus, sejak kepergian Davian kamu jadi ....” Shela langsung menutup mulut begitu melihat perubahan mimik wajah Kinara yang berubah murung saat ia menyebut nama Davian. Kinara hanya memasang wajah datar lalu berbalik dan melanjutkan langkahnya meninggalkan Shela yang masih terdiam di tempat sambil merutuki kebodohannya karena telah menyebut nama kekasih Kinara yang sudah tiada. ** Sementara itu di ruangan lain, sang pemilik perusahaan tengah berdiri dengan gagahnya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana dan pandangannya menerawang ke luar jendela dengan pemandangan keramaian ibu kota. Tak lama kemudian, sang sekretaris masuk ke ruangan itu setelah mengetuk pintu terlebih dahulu sebelumnya. “Selamat pagi, permisi Pak ... saya hanya ingin menyampaikan bahwa semua karyawan dan juga para artis telah berkumpul di ruang rapat untuk menyambut Bapak sebagai CEO yang baru.” Sang CEO itu pun berbalik lalu mengangguk perlahan. “Saya akan segera ke sana.” Mendengar jawaban CEO baru itu pun, sang sekretaris segera pamit undur diri dan keluar dari ruangan tersebut. Pria yang merupakan CEO baru itu berjalan dengan gontai lalu berhenti tepat di depan sebuah cermin besar yang berdiri dengan kokohnya di sudut ruangan. Ia merapikan sedikit penampilannya sambil menghela napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. “Mungkin memang sudah saatnya aku harus memberanikan diri untuk berhadapan dengannya,” gumam lelaki itu kemudian berjalan dengan gagah meninggalkan ruang kerjanya menuju ruangan rapat tempat di mana seluruh karyawan telah menunggunya. ** Di dalam ruang rapat, para karyawan dan juga para artis telah menunggu kedatangan CEO baru yang akan menjadi pemimpin mereka nantinya menggantikan sang ayah yang merupakan pemimpin sebelumnya. Seorang pria dengan setelan jas berwarna navy, memasuki ruang rapat dengan gagahnya. Semua mata pun tertuju padanya, saat melihat kedatangan pria yang tengah melempar senyuman manisnya itu membuat semua orang terutama para wanita tak berkedip menatapnya. “Ara, dia benar CEO baru kita? Sumpah ... tampan sekali,” ucap Shela yang tak berkedip menatap sang CEO baru dengan tatapan memuja. Berbeda dengan wanita lainnya, Kinara hanya melirik sekilas pada CEO baru itu lalu kembali sibuk memainkan ponselnya. Ia lebih memilih membalas pesan dari para penggemarnya dibanding mengagumi sang CEO seperti kebanyakan wanita dalam ruangan itu. “Selamat pagi semua, perkenalkan nama saya ... Raka Alvareza. Mulai hari ini saya yang akan menggantikan papa saya menjadi CEO untuk Alva Management&Production,” ucap Raka memperkenalkan dirinya, pandangannya mengedar ke seluruh ruangan mencari sesosok wanita yang selama ini sangat ia hindari. Namun hari ini, ia harus memberanikan diri untuk berhadapan dan mungkin akan lebih sering bertemu dengan wanita itu. “Semoga saya bisa membawa Alva Management&Production ini lebih sukses ke depannya. Jadi saya mohon kerja sama dari kalian semua, baik para karyawan maupun artis,” lanjutnya kemudian pandangannya terhenti pada sesosok wanita yang selama ini dihindarinya—Kinara. “Wanita itu .... ternyata benar dia juga bekerja di sini,” batin Raka, tatapannya tak lepas dari Kinara yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya. “Ara, kamu kenapa sih dari tadi malah sibuk dengan ponsel. Kamu tidak lihat apa, ada pria tampan yang membuat dunia ini seakan berhenti berputar,” bisik Shela yang hatinya tengah berbunga-bunga karena CEO baru mereka yang sangat tampan. “Apa sih Shel ... biarkan saja dia berpidato paling juga sama saja kata sambutannya,” sahut Kinara yang masih terfokus pada ponselnya. “Ehem!” Deheman dari Raka membuat semua dalam ruangan itu tertuju pada Kinara dan Shela yang sedang asyik mengobrol. “Jika kalian berdua masih ingin mengobrol, silakan lanjutkan saja di luar,” ucap Raka dengan tegas, sorot matanya menatap Kinara dan Shela dengan tajam. Kalimat yang terlontar dari sang CEO Alva Management&Production itu lebih terdengar seperti sebuah pengusiran. Kinara dan Shela yang merasa menjadi pusat perhatian hanya bisa terdiam seraya mengangguk sebagai permintaan maaf mereka. “Maaf Pak, kami tidak akan mengulanginya,” ujar Shela yang mewakili permintaan maaf dari Kinara juga. Raka pun hanya mengangguk pelan kemudian kembali melanjutkan pembahasan rapat mereka yang sempat terhenti, beberapa kali pandangannya beradu tatap dengan Kinara yang kini lebih memperhatikannya ketika sedang berbicara di hadapan seluruh karyawan. “CEO itu ... kenapa aku merasa tidak asing dengan wajahnya,” batin Kinara seraya terus memperhatikan Raka yang sedang memimpin jalannya rapat pagi itu. Rapat telah selesai, hampir 45 menit mereka membahas tentang kinerja para karyawan dan juga program yang sedang mereka kerjakan saat ini. Raka pamit undur diri terlebih dahulu kemudian segera berjalan kembali ke ruang kerjanya, barulah setelah itu para karyawan membubarkan diri dan kembali ke ruang kerja mereka masing-masing. Sedangkan para artis kembali ke lokasi syuting untuk meneruskan pekerjaan mereka yang sempat tertunda karena harus ikut menghadiri rapat dengan CEO baru tempat mereka bernaung.Siang itu, taman yang dikunjungi Kinara dan Raka tampak tidak begitu ramai. Cuaca yang belum terlalu terik sangat mendukung kedua insan itu untuk menghabiskan waktu dengan saling berbagi cerita dan mengungkapkan perasaan masing-masing.“Jadi benar, jika selama ini kamu masih mencintaiku?” tanya Raka seraya menggenggam jemari Kinara dan menatap wanita itu dengan lembut.Kinara pun menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Maafkan aku karena selama ini telah berusaha menyembunyikan perasaan ini darimu, tapi nyatanya itu tidak berhasil dan malah membuat kita saling tersakiti,” sesalnya.“Tidak masalah, jangan pernah salahkan dirimu. Aku yang terlalu pengecut karena tidak memperjuangkanmu sejak awal, maafkan aku,” ucap Raka sambil mengecup puncak kepala Kinara dengan lembut, matanya berkaca-kaca tanda ia sungguh menyesali atas perbuatannya.“Jangan pernah meminta maaf lagi, Mas. Sejak hari dimana kamu mengakui semua kesalahanmu, aku sudah memaafkanmu. Terima kasih atas cintamu selama ini
Kinara merasa terkejut dengan perkataan yang baru saja Raka lontarkan padanya, mengapa harus menikahi wanita lain jika Raka baru saja melamar dan menyatakan bahwa masih setia mencintainya hingga saat ini? Pertanyaan itu lantas terbesit begitu saja di benak Kinara.“Apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Kamu bilang masih mencintaiku tapi kamu malah akan men—““Aku dijodohkan. Aku akan dijodohkan dengan wanita lain jika kamu tidak mau kembali bersamaku, itulah yang sebenarnya terjadi,” potong Raka cepat sambil mengusap setetes air mata yang jatuh ke pipinya.Kinara merasa bimbang, ia memang masih mencintai Raka. Namun sungguh tidak tepat waktunya jika ia harus menerima Raka kembali mengingat janjinya pada Gavi juga hal yang tengah menimpa Shela. Ia tidak mungkin berbahagia di atas penderitaan kedua sahabatnya.“Tapi, untuk saat ini aku sungguh tidak bisa, Mas ... aku tidak ingin kita berbahagia di atas penderitaan sahabatku.”“Memang ada apa?”Akhirnya Kinara menceritakan masalah yang
Sama halnya dengan Kinara yang sedang sarapan bersama keluarganya, begitu pula Raka tengah makan bersama kedua orang tuanya. Dalam suasana pagi yang hening itu, pak Rangga mencoba menyuarakan kembali keinginannya pada sang putra tunggal.“Raka, ada yang ingin papa bicarakan,” ujar pak Rangga sambil membersihkan mulut dengan lap makan, tanda beliau sudah selesai dengan sarapan paginya.Raka meneguk sedikit air putih di hadapannya, ia pun telah menyelesaikan makannya. “Iya, Pa. Sepertinya ... ada hal yang serius,” terkanya.Pak Rangga mengangguk perlahan. “Tentu ini serius, Ma ... tolong ya,” pintanya sambil memberi kode pada sang istri.Bu Kamila sangat mengerti dengan kode yang diberikan sang suami lantas memanggil para pelayan untuk membersihkan meja makan. Setelahnya, Pak Rangga pun melanjutkan pembicaraannya.“Raka, bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Kinara?” tanya pak Rangga sambil menatap Raka dengan wajah serius.Raka menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang t
Gavi menghela napas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, pria itu mencoba sebisa mungkin menahan diri untuk tidak meluapkan amarah karena rasa cemburunya. Ia tak ingin Kinara semakin menjauh darinya dan lebih memilih bersama Raka, ia harus bisa mengendalikan dirinya.“Maaf, aku terlalu ... emosional,” ujar Gavi lalu meminum teh hangat yang baru saja Raka berikan untuknya. Merasa lebih baik, ia pun kembali berbaur dengan Kinara dan Raka.Akhirnya, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama hingga hampir larut malam. Suasana pun mencair, mereka saling bercerita, bercanda, dan tertawa bersama layaknya sahabat yang sedang berkumpul bersama.“Terima kasih untuk malam ini, aku senang bisa menghabiskan waktu bersama kalian,” kata Kinara sambil tersenyum pada Raka dan Gavi bergantian.“Aku juga senang, Kin. Sudah lama rasanya tidak melakukan hal ini, senang bisa berteman dengan kalian,” ujar Gavi yang jujur setelah merasakan nyamannya berteman dengan mereka.“Senang akhirnya kita bis
Kinara dan Raka kini sedang dalam perjalanan menuju restoran, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mereka hingga akhirnya Kinara mencoba membuka pembicaraan di antara mereka.“Mas, boleh aku tahu tentang apa yang kamu dan Gavi bicarakan tadi?”“Oh, itu.” Raka menoleh sebentar lalu kembali fokus pada kemudinya. “Gavi bilang, bahwa saat ini kamu sedang tidak ingin terlibat hubungan percintaan dengan siapa pun.”“Lalu?”“Hanya itu yang kami bahas, jadi itu benar?” tanya Raka sambil melirik ke arah Kinara yang terlihat menganggukkan kepala.“Boleh aku tahu kenapa?”“Ya, aku hanya sedang tidak ingin merasakan sakit hati lagi. Jadi menurutku, untuk saat ini lebih baik aku sendiri dulu,” terang Kinara dengan tatapan yang lurus ke depan.Sementara Raka mencoba mengerti dengan tidak kembali menuntut jawaban akan hatinya yang sebenarnya tak bisa menahan lagi untuk memiliki Kinara kembali.**Siang telah berganti malam, Kinara telah menyelesaikan pekerjaannya dan segera bersiap
Davian Anggara, cinta pertama seorang Kinara Azalea. Dia begitu baik, penyayang, dan tentunya sangat mencintai Kinara. Dua tahun memang terasa singkat untuk Kinara bisa bersama Davian, tempatnya mencurahkan segalanya. Davian memang kekasihnya, namun pria itu bisa menjadi apa saja untuk Kinara. Davian bisa menjadi kakak, sahabat, tempat Kinara berbagi segala dukanya. Dalam diri Davian Kinara menemukan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Davian adalah segalanya bagi Kinara, lantas mengapa Tuhan seolah begitu kejam dengan mengambil hal yang paling berharga di hidup Kinara? Belum cukupkah wanita itu kehilangan kedua orang tuanya? Bagaimana pun juga, Kinara tidak dapat menyalahkan takdir Tuhan, ia sudah rela untuk melepas orang-orang terkasihnya untuk pergi selama-lamanya dari hidupnya. Kini, ia hanya ingin hidup dengan tenang, untuk itu ia belum ingin terlibat dengan masalah asmara lagi. Meski Davian telah merestuinya untuk bersama yang lain, namun tekadnya bulat untuk m