Brum! Brum!
Waktu telah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam, jalanan mulai sepi dan hanya beberapa kendaraan saja yang masih berlalu lalang. Sebuah mobil sedan yang dikendarai seorang pemuda dari arah selatan berhadapan dengan sebuah motor yang melaju kencang dari arah berlawanan, keduanya memacu kendaraan masing-masing dengan kecepatan yang tinggi. Sang pemilik mobil yang tengah mengantuk tidak dapat mengendalikan kendaraannya membuat pemuda itu hilang kendali, hingga akhirnya tabrakan pun tak dapat dihindari. BRAAAK!! Pemuda yang mengendarai motor terlempar sejauh dua kilo meter dari tempat tabrakan, darah segar terus mengucur dari kepala membuat kesadarannya perlahan menurun hingga tak sadarkan diri. Sedangkan pemilik mobil tak kalah tragisnya, memaksakan diri menyetir ketika mengantuk telah menyebabkan dirinya lalai saat berkendara hingga membuat tangannya terbentur keras karena berusaha melindungi kepalanya. Keduanya pun tak sadarkan diri, beberapa orang yang kebetulan lewat dibantu warga sekitar segera menghubungi ambulance dan juga polisi untuk membantu proses evakuasi kedua korban kecelakaan tersebut. Sesampainya di rumah sakit, keduanya segera dilarikan ke ruang gawat darurat untuk mendapat pertolongan pertama. Namun sayangnya, sebelum sempat mendapat pertolongan, pemuda pengendara motor sudah mengembuskan napas terakhirnya karena kehabisan banyak darah selama dalam perjalanan ke rumah sakit dan ia pun dinyatakan telah meninggal dunia. Sementara itu sang pengendara mobil sedang berjuang melewati masa kritisnya, anggota keluarga keduanya pun mulai berdatangan untuk melihat kondisi mereka. “Tidak! Davian tidak mungkin meninggal! Dia sudah berjanji akan menikahiku bulan depan, dia tidak mungkin pergi secepat ini!” Teriakan dan tangisan histeris dari seorang wanita yang merupakan kekasih dari pengendara motor itu terdengar memilukan setiap orang yang mendengarnya, sang kakak yang menemani hanya bisa memeluk adiknya itu untuk menenangkannya. Sementara itu, keluarga sang pengendara mobil dapat bernapas lega karena anak mereka telah melewati masa kritisnya meski masih harus mendapat perawatan intensif untuk tangannya yang terkena benturan keras. “Tenanglah Ara, kita harus menerima takdir yang telah digariskan oleh Tuhan. Ikhlaskan, Davian sudah bahagia di alam sana,” hibur Yura pada adik kesayangannya. “Tidak Kak, sampai kapan pun aku tidak akan pernah rela Davian pergi dengan cara seperti ini. Aku bersumpah tidak akan memaafkan orang yang telah membuat Davian meninggal,” ucap Kinara dengan kedua tangan yang terkepal, netra indahnya menatap nanar pada jasad sang kekasih yang telah terbujur kaku di hadapannya. Yura hanya dapat terdiam, ia sangat memahami bagaimana perasaan adiknya yang tengah hancur pasca kepergian sang kekasih hati. “Beristirahatlah dengan tenang Sayangku, aku akan membuat perhitungan pada orang yang telah memisahkan kita untuk selamanya,” batin Kinara sambil mengusap kasar air mata yang jatuh membasahi pipinya. Tanpa Kinara tahu, seseorang tengah mengawasi mereka dari kejauhan. Ingin rasanya orang itu menghampiri dan menghibur Kinara namun nyalinya tak sebesar itu, ia pun merasa terpuruk dan takut jika wanita itu tidak mau mendengar penjelasannya dan malah akan mengusirnya. Akhirnya, ia lebih memilih memantau dari kejauhan dengan hati yang juga hancur. "Maafkan aku, aku berjanji suatu saat nanti akan menebus semua ini. Aku akan mengganti air mata itu dengan kebahagiaan yang tak terkira hingga kamu tidak akan merasakan lagi sakitnya hari ini," batin pemuda itu sambil menatap Kinara dari kejauhan. ** Lima tahun telah berlalu... Sepasang suami istri dan seorang wanita tampak berkumpul di sebuah ruang tamu dalam rumah yang bernuansa floral. Tema itu merupakan kegemaran sang pemilik rumah yang sangat menyukai berbagai hal yang berhubungan dengan bunga. Mereka terlihat serius membicarakan suatu rencana untuk masa depan adik mereka satu-satunya. Hal itu dikarenakan sang adik yang menginjak usia ke-25 tahun, namun sama sekali tak berniat untuk mencari kekasih selepas kepergian calon suaminya yang telah meninggal lima tahun silam. “Apa? Dijodohkan?” “Tenang Ara, sabar dulu ya. Biar kak Yura yang menjelaskan,” ucap satu-satunya lelaki yang menjadi penengah di keluarga itu. “Sabar bagaimana, Kak? Kalian asal menjodohkan tanpa minta persetujuanku, sekarang malah aku diminta sabar,” protes Kinara yang merasa tidak terima karena kakak iparnya itu menyuruhnya untuk mendengar penjelasan sang istri terlebih dahulu. “Sudah Mas, masalah ini biar aku dan Ara bicarakan berdua. Mas makan dulu saja ya,” pinta Yura yang merupakan kakak kandung dari Kinara. “Ya sudah, aku ke meja makan dulu,” pamit Dimas pada istrinya kemudian berjalan menuju meja makan. “Ara, jadi begini ya ....” Yura menghela napas panjang dahulu sebelum menjelaskan pada adik tersayangnya. Kinara pun mengangguk patuh mencoba mendengar penjelasan dari kakaknya. Yura meraih jemari Kinara lalu menangkupnya di antara jemarinya. “Kamu tahu kan kalau kakak dan mas Dimas sangat menyayangimu, kami tidak ingin kamu sampai jatuh cinta pada orang yang salah nantinya. Untuk itu, kami berusaha mencarikanmu calon suami yang nantinya akan selalu menjaga dan menyayangi kamu,” terang Yura sambil menepuk perlahan punggung tangan Kinara. “Tidak mungkin kan kamu ikut kakak selamanya, bukan kakak keberatan. Kakak juga ingin kamu menemukan pria yang bisa mendampingi dan membuatmu jatuh cinta lagi,” sambungnya diiringi senyuman yang manis. “Tapi Kak, aku belum ingin menikah,” tolak Kinara tanpa basa basi. Yura tersenyum, wanita itu selain cantik juga kakak yang sangat penyabar untuk Kinara yang sedikit keras kepala. “Ara, kami tidak memaksa kalian untuk segera menikah. Setidaknya kalian bertemu dan saling mengenal dulu, baru nanti seiring berjalannya waktu kalian putuskan ingin bagaimana,” terangnya dengan lembut. Kinara hanya bisa menghela napas perlahan kemudian mengangguk tanda setuju dengan permintaan sang kakak. Sejujurnya ia sedang tidak ingin berkenalan dengan pria lain dalam waktu dekat ini, hatinya masih berduka karena lelaki yang sangat ia cintai telah pergi mendahuluinya. Namun karena rasa sayangnya yang begitu besar pada sang kakak yang telah menjaganya selama ini, ia pun akhirnya menurut agar kakaknya itu tidak kecewa dengannya. "Baiklah, aku...."Siang itu, taman yang dikunjungi Kinara dan Raka tampak tidak begitu ramai. Cuaca yang belum terlalu terik sangat mendukung kedua insan itu untuk menghabiskan waktu dengan saling berbagi cerita dan mengungkapkan perasaan masing-masing.“Jadi benar, jika selama ini kamu masih mencintaiku?” tanya Raka seraya menggenggam jemari Kinara dan menatap wanita itu dengan lembut.Kinara pun menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Maafkan aku karena selama ini telah berusaha menyembunyikan perasaan ini darimu, tapi nyatanya itu tidak berhasil dan malah membuat kita saling tersakiti,” sesalnya.“Tidak masalah, jangan pernah salahkan dirimu. Aku yang terlalu pengecut karena tidak memperjuangkanmu sejak awal, maafkan aku,” ucap Raka sambil mengecup puncak kepala Kinara dengan lembut, matanya berkaca-kaca tanda ia sungguh menyesali atas perbuatannya.“Jangan pernah meminta maaf lagi, Mas. Sejak hari dimana kamu mengakui semua kesalahanmu, aku sudah memaafkanmu. Terima kasih atas cintamu selama ini
Kinara merasa terkejut dengan perkataan yang baru saja Raka lontarkan padanya, mengapa harus menikahi wanita lain jika Raka baru saja melamar dan menyatakan bahwa masih setia mencintainya hingga saat ini? Pertanyaan itu lantas terbesit begitu saja di benak Kinara.“Apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Kamu bilang masih mencintaiku tapi kamu malah akan men—““Aku dijodohkan. Aku akan dijodohkan dengan wanita lain jika kamu tidak mau kembali bersamaku, itulah yang sebenarnya terjadi,” potong Raka cepat sambil mengusap setetes air mata yang jatuh ke pipinya.Kinara merasa bimbang, ia memang masih mencintai Raka. Namun sungguh tidak tepat waktunya jika ia harus menerima Raka kembali mengingat janjinya pada Gavi juga hal yang tengah menimpa Shela. Ia tidak mungkin berbahagia di atas penderitaan kedua sahabatnya.“Tapi, untuk saat ini aku sungguh tidak bisa, Mas ... aku tidak ingin kita berbahagia di atas penderitaan sahabatku.”“Memang ada apa?”Akhirnya Kinara menceritakan masalah yang
Sama halnya dengan Kinara yang sedang sarapan bersama keluarganya, begitu pula Raka tengah makan bersama kedua orang tuanya. Dalam suasana pagi yang hening itu, pak Rangga mencoba menyuarakan kembali keinginannya pada sang putra tunggal.“Raka, ada yang ingin papa bicarakan,” ujar pak Rangga sambil membersihkan mulut dengan lap makan, tanda beliau sudah selesai dengan sarapan paginya.Raka meneguk sedikit air putih di hadapannya, ia pun telah menyelesaikan makannya. “Iya, Pa. Sepertinya ... ada hal yang serius,” terkanya.Pak Rangga mengangguk perlahan. “Tentu ini serius, Ma ... tolong ya,” pintanya sambil memberi kode pada sang istri.Bu Kamila sangat mengerti dengan kode yang diberikan sang suami lantas memanggil para pelayan untuk membersihkan meja makan. Setelahnya, Pak Rangga pun melanjutkan pembicaraannya.“Raka, bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Kinara?” tanya pak Rangga sambil menatap Raka dengan wajah serius.Raka menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang t
Gavi menghela napas sejenak sebelum melanjutkan perkataannya, pria itu mencoba sebisa mungkin menahan diri untuk tidak meluapkan amarah karena rasa cemburunya. Ia tak ingin Kinara semakin menjauh darinya dan lebih memilih bersama Raka, ia harus bisa mengendalikan dirinya.“Maaf, aku terlalu ... emosional,” ujar Gavi lalu meminum teh hangat yang baru saja Raka berikan untuknya. Merasa lebih baik, ia pun kembali berbaur dengan Kinara dan Raka.Akhirnya, mereka bertiga menghabiskan waktu bersama hingga hampir larut malam. Suasana pun mencair, mereka saling bercerita, bercanda, dan tertawa bersama layaknya sahabat yang sedang berkumpul bersama.“Terima kasih untuk malam ini, aku senang bisa menghabiskan waktu bersama kalian,” kata Kinara sambil tersenyum pada Raka dan Gavi bergantian.“Aku juga senang, Kin. Sudah lama rasanya tidak melakukan hal ini, senang bisa berteman dengan kalian,” ujar Gavi yang jujur setelah merasakan nyamannya berteman dengan mereka.“Senang akhirnya kita bis
Kinara dan Raka kini sedang dalam perjalanan menuju restoran, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mereka hingga akhirnya Kinara mencoba membuka pembicaraan di antara mereka.“Mas, boleh aku tahu tentang apa yang kamu dan Gavi bicarakan tadi?”“Oh, itu.” Raka menoleh sebentar lalu kembali fokus pada kemudinya. “Gavi bilang, bahwa saat ini kamu sedang tidak ingin terlibat hubungan percintaan dengan siapa pun.”“Lalu?”“Hanya itu yang kami bahas, jadi itu benar?” tanya Raka sambil melirik ke arah Kinara yang terlihat menganggukkan kepala.“Boleh aku tahu kenapa?”“Ya, aku hanya sedang tidak ingin merasakan sakit hati lagi. Jadi menurutku, untuk saat ini lebih baik aku sendiri dulu,” terang Kinara dengan tatapan yang lurus ke depan.Sementara Raka mencoba mengerti dengan tidak kembali menuntut jawaban akan hatinya yang sebenarnya tak bisa menahan lagi untuk memiliki Kinara kembali.**Siang telah berganti malam, Kinara telah menyelesaikan pekerjaannya dan segera bersiap
Davian Anggara, cinta pertama seorang Kinara Azalea. Dia begitu baik, penyayang, dan tentunya sangat mencintai Kinara. Dua tahun memang terasa singkat untuk Kinara bisa bersama Davian, tempatnya mencurahkan segalanya. Davian memang kekasihnya, namun pria itu bisa menjadi apa saja untuk Kinara. Davian bisa menjadi kakak, sahabat, tempat Kinara berbagi segala dukanya. Dalam diri Davian Kinara menemukan kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Davian adalah segalanya bagi Kinara, lantas mengapa Tuhan seolah begitu kejam dengan mengambil hal yang paling berharga di hidup Kinara? Belum cukupkah wanita itu kehilangan kedua orang tuanya? Bagaimana pun juga, Kinara tidak dapat menyalahkan takdir Tuhan, ia sudah rela untuk melepas orang-orang terkasihnya untuk pergi selama-lamanya dari hidupnya. Kini, ia hanya ingin hidup dengan tenang, untuk itu ia belum ingin terlibat dengan masalah asmara lagi. Meski Davian telah merestuinya untuk bersama yang lain, namun tekadnya bulat untuk m