“Shel ... sepertinya aku ingin berhenti saja dari dunia hiburan ini,” celetuk Kinara saat sudah berada di mobil dan sedang dalam perjalanan menuju lokasi syutingnya dengan ditemani oleh sang manajer sekaligus sahabatnya—Shela.
Shela yang mendengar ungkapan sang artis itu sontak menoleh dan membulatkan matanya menatap Kinara dengan penuh tanya. “Kenapa tiba-tiba? Apa kamu ada masalah?” tanyanya dengan nada khawatir. Kinara menggeleng pelan lalu tersenyum tipis. “Tidak ... aku hanya ingin hidup lebih tenang tanpa harus berbagi kehidupan pribadiku dengan semua orang.” “Tapi Ara, bukankah ini semua yang kamu inginkan sejak kecil? Kenapa sekarang berubah pikiran?” cecar Shela masih tak terima dengan jawaban yang diberikan Kinara. “Ya memang, tapi setelah aku pikir lagi ... ucapan Davian ada benarnya,” sahut Kinara dengan tersenyum getir. “Davian?” tanya Shela memastikan bahwa ia tidak salah mendengar karena Kinara baru saja menyebutkan nama sang kekasih yang telah meninggal dunia. Kinara mengangguk lalu berpaling ke arah jendela, menatap jalanan dengan sendu sambil mengingat perkataan Davian—kekasih sekaligus calon suaminya. Ingatannya kembali pada kejadian lima tahun lalu saat mereka masih bersama sebagai sepasang kekasih yang sangat bahagia. “Davian pernah bilang, jika kami sudah menikah nanti dia ingin aku berhenti dari dunia hiburan. Dia tidak ingin aku bekerja terlalu lelah dari pagi sampai malam, tidak pernah ada waktu untuknya dan juga keluarga. Dia ingin kami menjalani kehidupan normal tanpa harus orang lain tahu tentang kehidupan pribadi kami. Aku merasa perkataannya memang ada benarnya, tidak mungkin selamanya aku harus berbagi kehidupan pribadiku dengan semuanya. Tapi Allah terlalu sayang padanya, dia pergi begitu cepat meninggalkan aku sendiri yang bahkan sampai detik ini masih harus berjuang untuk bisa merelakan kepergiannya dari dunia ini.” Tanpa terasa air mata telah mengalir begitu saja membasahi pipi Kinara, dadanya terasa sesak bila mengingat sang kekasih yang telah tiada. Wajah cantik itu kini terlihat muram dengan make up yang sedikit berantakan karena air matanya. Shela ikut merasa sedih dan prihatin dengan sahabatnya itu, ia pun mendekat lalu memutar tubuh Kinara agar menghadapnya. “Ara ... aku tahu bagaimana perasaanmu, kamu harus kuat ya. Jangan pernah merasa sendiri karena aku akan selalu ada di sini untuk kamu, sampai kapan pun. Dan apa pun keputusanmu, jika kamu memang ingin berhenti aku akan mendukungmu,” tuturnya seraya mengusap air mata di pipi Kinara lalu memeluk sahabatnya itu. Kinara merasa beruntung memiliki sahabat seperti Shela, mereka telah berteman sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Shela sangat tahu bagaimana kerasnya kehidupan Kinara, karena sejak kecil sudah harus bekerja meski itu adalah keinginan Kinara sendiri namun tetap saja kegiatan itu telah banyak menyita waktunya di mana anak seusianya yang masih nyaman dengan dunia bermain dan belajar mereka sedangkan Kinara harus menghabiskan sebagian besar waktunya di lokasi syuting. ** Malam hampir larut saat Kinara baru saja mengantar Shela pulang setelah mereka menghabiskan waktu seharian di lokasi syuting. Dalam perjalanan kembali ke rumahnya, tiba-tiba saja mobil yang ditumpanginya harus berhenti karena ban mobilnya bocor. “Kenapa berhenti, Pak?” tanya Kinara pada sopirnya yang bernama pak Dadang, beliau merupakan sopir perusahaan Alva Management&Production yang memang dipersiapkan untuk mengantar jemput artis di lokasi. “Maaf, Mbak Kinara. Sepertinya ban mobilnya ada yang kempes, biar saya cek dulu,” pamit pak Dadang seraya turun dari mobil. Kinara pun hanya mengangguk lalu kembali bermain dengan ponselnya, tak lama kemudian pak Dadang kembali masuk sambil memberi tahu bahwa beliau akan mengganti ban mobilnya namun membutuhkan waktu yang agak lama sementara Kinara harus segera pulang dan beristirahat karena besok pagi ia harus kembali lagi ke lokasi untuk pemotretan. “Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Kinara dengan ramah. “Tidak perlu repot, Mbak Kinara menunggu di dalam mobil saja,” sahut pak Dadang dengan sopan. “Ya sudah, Pak. Saya coba cari taksi online saja kalau begitu,” ujar Kinara sambil membuka aplikasi taksi online di ponselnya. “Baik, Mbak Kinara menunggu di dalam saja biar saya ganti dulu ban mobilnya,” pamit pak Dadang kembali keluar untuk mengerjakan tugasnya. Kinara merasa jenuh menunggu karena dari tadi tak ada satu pun yang mau menerima pesanan darinya, ia pun membuka jendela mobil sambil sesekali melihat ponselnya yang masih terus mencari taksi online yang bersedia mengantarnya pulang. “Kenapa tidak ada yang mau menerima pesananku,” gerutunya gelisah sambil sesekali melirik jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Sepuluh menit berlalu, lewatlah sebuah mobil sedan berwarna hitam yang kemudian berhenti tepat di depan mobil Kinara yang sedang diganti bannya. Kinara merasa cemas, takut jika mobil yang berhenti di depannya adalah milik orang jahat. Akhirnya Kinara kembali menutup jendela mobilnya hingga beberapa saat menunggu, turunlah seorang pria pengemudi dari dalam mobil tersebut yang kemudian berjalan perlahan menghampiri Kinara. Tuk! Tuk! Tuk! Pria itu lantas mengetuk perlahan jendela mobil Kinara, meski dengan perasaan takut Kinara memberanikan diri membuka jendela. “Selamat malam, apa kamu memerlukan bantuan?” tanya sang pria. “Anda ....” Kinara merasa terkejut saat menyadari pria yang berdiri di hadapannya sekarang adalah sang CEO tempatnya bekerja. “Anda ... Pak Raka?” tanya Kinara memastikan. Raka mengangguk perlahan lantas mengulas senyum tipis, ada sedikit perasaan senang karena Kinara masih mengingatnya. Melihat ada atasannya, pak Dadang pun menjelaskan bahwa mobil yang ditumpangi Kinara itu bannya bocor dan saat ini sedang ia perbaiki namun masih memerlukan waktu yang agak lama untuk selesai. “Baiklah, kalau begitu biar saya bantu ya,” kata Raka yang bersiap dengan melipat lengan kemejanya. “Tidak perlu, tapi terima kasih sebelumnya Pak. Biar ini saya selesaikan sendiri saja, kalau boleh minta tolong antarkan mbak Kinara pulang karena besok pagi-pagi sekali ada pemotretan. Kasihan kalau masih harus menunggu, Pak. Taksi online juga sepertinya sudah jarang yang mau ambil penumpang karena hampir tengah malam begini,” pinta pak Dadang dengan sopan pada atasannya itu. Raka lantas mengangguk paham dan menyanggupi permintaan pak Dadang. “Baiklah, mari saya antar,” ajaknya pada Kinara yang sedari tadi hanya menyimak percakapan mereka. “Eh, tidak usah, Pak. Biar saya minta jemput kakak saya saja,” ujar Kinara berusaha menolak dengan halus. “Saya tidak mau besok sampai ada jadwal tertunda karena menunggu artis yang terlambat tiba di lokasi. Saya antar kamu pulang,” kata Raka dengan raut wajah datarnya yang lebih terdengar seperti sebuah perintah.Seperti permintaan Kinara, Gavi pun segera bangkit dari duduknya. Kini mereka sedang berdiri berhadapan dengan Kinara yang masih menunggu jawaban dari pria di hadapannya itu.“Aku akan segera pindah dari sini, Kin. Apartemenku sudah selesai direnovasi, jadi kupikir ... akan lebih baik jika aku kembali dan tidak mengganggu hidupmu lagi,” ujar Gavi sambil memaksakan senyumnya.“Gavi, aku tidak bermaksud untuk ....”“Aku mengerti, kamu tidak perlu menjelaskan apa pun. Sekarang kamu bisa menjalani hidupmu dengan lebih baik tanpa gangguan dariku, maaf ya jika selama ini aku sudah merepotkan kalian,” lanjut Gavi dengan terkekeh pelan mencoba menyembunyikan air mata yang hampir saja jatuh.Kinara merasa bersalah karena selama ini ia selalu menjadikan pria itu pelampiasan akan kesedihannya, ia semakin merasa kehilangan karena pria itulah yang selama ini ada untuknya, menemani dan menghiburnya saat yang lain membuatnya terluka.“Gav ... aku ....”Tanpa Gavi duga, Kinara menghampirinya la
Usai pertengkaran hebat semalam, kini keluarga Kinara meminta kedatangan Raka dan orang tuanya ke rumah mereka untuk membahas kelanjutan hubungan Kinara dan Raka. Semuanya telah berkumpul di ruang tamu, menunggu Kinara yang baru saja turun dari kamar. Semua pandangan tertuju padanya, Raka segera bangkit dari duduknya lantas berjalan dengan langkah gontai menghampiri Kinara yang baru sampai di anak tangga terakhir.“Sayang, ak—aku ....”Kinara hanya terdiam sambil mengalihkan wajahnya tanpa berniat menatap pada wajah Raka yang sudah berdiri tepat di hadapannya, semua orang kini sedang memperhatikan mereka. Tiba-tiba saja Raka berlutut di hadapan Kinara, mengutarakan segala permintaan maaf yang tulus dari hatinya.“Kinara Azalea, aku tahu kamu tidak akan mudah memaafkanku begitu saja. Aku sangat paham dan mengerti bagaimana perasaanmu saat ini, karenanya aku meminta waktu sebentar saja untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi saat itu,” pinta Raka dengan menundukkan kepala.“Ba
Raka dan Dimas yang baru saja selesai menata tempat makan untuk semua, berjalan menghampiri ketiga orang yang tengah asyik berbincang. Raka langsung berdiri di antara Kinara dan Gavi, lantas memeluk pinggang kekasihnya itu dengan posesif seakan menunjukkan bahwa wanita itu hanyalah miliknya.“Pasti perempuan,” tebak Kinara dan Gavi bersamaan, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Terutama Raka yang langsung memberikan lirikan tajamnya pada Gavi. “Wah, kalian ini kompak sekali. Bagaimana kalian bisa tahu?” tanya Dimas.“Hanya menebak,” sahut Gavi singkat.“Terlihat dari penampilan Kak Yura yang sepertinya semakin rajin merawat diri, auranya terlihat berbeda dari biasanya,” tutur Kinara.“Iya, kamu benar sekali, Ara. Semenjak hamil, kakak jadi semakin senang berdandan dan merawat diri. Lalu waktu kami periksa kemarin, dokter bilang saat USG bahwa calon anak kami perempuan,” terang Yura antusias.“Ya sudah, sebaiknya sekarang kita segera makan karena semuanya sudah siap,” ajak D
Gavi menatap wajah mereka satu persatu hingga tiba saatnya ia bertemu tatap dengan Kinara, wajah yang menjadi penyemangat hidupnya selama ini. Namun ia tak bisa berlama-lama memandang wajah itu, mengingat tengah ada Raka saat ini yang seakan mengawasinya.“Aku ... mungkin akan pindah, Kak,” kata Gavi sambil mengalihkan pandangan pada Yura.“Kenapa? Kamu tidak betah ya tinggal di sini? Katakan apa yang membuatmu ingin pergi dari sini?” cecar Yura menuntut jawaban Gavi secepatnya.Gavi menggeleng lalu tersenyum tipis. “Tidak, bukan seperti itu. Sebenarnya, apartemenku sudah selesai direnovasi. Jadi, mungkin aku akan kembali ke sana,” terangnya.“Tidak usah kembali, sewakan saja apartemen itu. Jadi, kamu bisa tinggal di sini bersama kami. Lagi pula apa enaknya tinggal sendirian, pasti kamu akan kesepian nanti. Lebih baik di sini saja ya,” pinta Yura dengan tatapan memohon.“Benar apa yang dikatakan istriku, lebih baik kamu di sini saja bersama kami. Kamu bilang kami ini kan sudah se
Semua mata kini tertuju pada Raka dan Kinara, mereka tak sabar jawaban apa yang akan diberikan keduanya. Kinara dan Raka saling menatap kemudian mengangguk bersamaan dengan penuh keyakinan.“Kami akan bertunangan bulan depan,” jawab Kinara diiringi tepukan dan ucapan selamat sekali lagi untuk mereka.“Aku dan Niko pasti akan membantu persiapkan semuanya, akhirnya hari yang dinanti akan segera tiba. Sekali lagi selamat ya,” ucap Shela dengan antusias sambil memberi pelukan pada Kinara.Kemudian berganti dengan Yura yang hanya bisa menangis haru karena akan segera melepas adik tersayangnya untuk menikah dengan pria pilihannya. “Aku tidak menyangka hari ini akan tiba juga, tugas kakak menjagamu akan segera digantikan dengan Raka. Kami pasti akan sangat merindukanmu jika kita berpisah nanti,” ujar Yura sambil mendekap erat sang adik tercinta.Melihat sang kakak menangis membuat Kinara turut bersedih karena akan berpisah dengan keluarga satu-satunya. “Aku juga pasti akan sangat merindu
Usai berbagi cerita tentang kisah cintanya pada Shela, kini Kinara mengajak sahabatnya itu untuk makan siang bersama. Namun Shela tidak bisa karena harus mengantar makanan ke kantor sang suami.“Maaf ya, Ara. Aku harus ke kantor Niko sekarang juga, lain kali saja kita atur waktu makan bersama. Bagaimana?”“Ya sudah, mau bagaimana lagi. Suami lebih penting dari sahabat,” sahut Kinara berpura-pura merajuk.“Maafkan aku, tolong jangan seperti ini. Aku janji, kita akan atur waktu secepatnya ya,” pinta Shela sambil memegangi lengan Kinara.Kinara pun lantas tertawa karena tak tahan melihat wajah sang sahabat yang memohon padanya. “Iya, aku mengerti, Shel. Tenang saja aku hanya berakting,” balasnya.“Kamu ini, pasti rindu main film lagi ya sampai harus berakting seperti tadi,” ujar Shela sambil menepuk perlahan lengan Kinara.“Aduh, sakit Shel ... tega sekali kamu ini,” canda Kinara sambil mengusap lengannya dan berpura-pura kesakitan.“Aku tidak akan tertipu lagi dengan aktingmu,” b