Share

Bab 2

Setelah akad dan resepsi usai, Reva langsung mengurung diri di kamarnya. Menangis terisak, meratapi nasibnya yang kini sudah berstatus sebagai seorang istri. Hatinya sangat sakit, di saat anak seumurannya sedang sibuk melanjutkan pendidikan untuk menggapai cita-cita-citanya dan masih bisa bebas bermain dengan anak sebayanya, ia malah terpaksa menikahi pria yang tidak dicintainya, yang bahkan usianya jauh di atasnya. Zidan dan Reva akan tinggal di kediaman mempelai wanita dan kediaman mempelai pria untuk beberapa hari ke depan sebelum pindah ke rumah sendiri.

“Zidan, Mama harap kamu bisa ngertiin Reva ya. Dia pasti belum siap untuk menerima semua ini. Kamu ‘kan juga tahu kalau dia baru saja lulus SMA,” tutur Dina, mamanya Reva meminta pengertian kepada menantunya. Orangtua Reva dan Zidan sekarang tengah berada di ruang tamu kediaman keluarga Reva.

“Iya Zidan. Sekali lagi kami juga minta maaf dan mohon pengertian dari kamu atas semua masalah yang terjadi hari ini,” tambah Reno.

“Iya Ma, Pa. Aku mengerti. Kalian tidak perlu khawatir.” Orangtua Reva sontak menyunggingkan senyum tulus.

“Ya udah kalau gitu kita makan malam dulu yuk,” ajak Dina. Zidan mengangguk lalu mengikuti mertuanya menuju ruang makan.

“Ma, Reva nya enggak dipanggil dulu?” tanya Reno ketika tidak melihat Reva sedari tadi.

“Iya, sebentar ya.” Dina beranjak dari duduknya, pergi ke kamar anak bungsunya.

Tok! Tok! Tok!

“Reva! makan dulu yuk nak! Papa sama Zidan udah nungguin itu!” seru Mamanya tapi tidak ada jawaban dari dalam, namun ia bisa mendengar sayup-sayup suara tangisan dari dalam kamar.

“Reva! buka pintunya dulu nak! Mama mau bicara,” tetap saja tak ada jawaban. Dina akhirnya hanya bisa menghela napas pasrah lalu memilih kembali ke ruang makan.

“Gimana Ma? Reva nya mana?” tanya suaminya. Dina menggeleng dengan sudut bibir turun.

“Biar aku aja yang nyamperinnya Ma, Pa.” Zidan berdiri, mengambil segelas air lalu pergi ke kamar Reva.

Tok! Tok! Tok!

Zidan hanya diam, tak bersuara, mengetuk pintu beberapa kali namun tidak ada jawaban. Ia kembali mengetuk pintu, tetap berusaha sampai akhirnya pintu terbuka.

Terlihat Reva berdiri di hadapan Zidan dengan wajah basah karena air mata. Kelopak matanya sedikit membengkak akibat terus menangis.

Zidan menyodorkan air putih yang dibawanya, “Aku pikir kamu butuh ini.” Reva melirik sekilas gelas kaca tinggi yang berisi air putih itu. “Banyak menangis bisa menyebabkan kehilangan asupan, kamu bisa dehidrasi. Jadi, aku rasa kamu butuh ini,”

Awalnya Reva ragu untuk menerimanya namun karena ia haus, ia pun menerimanya. “Terima kasih."

Zidan mengangguk, masih setia dengan ekspresi datarnya. “Aku tidak akan memaksamu. Kalau sudah baikan, keluar lah untuk makan. Jangan menangis terus nanti kamu bisa sakit.” Reva mendongak, menatap lama iris coklat yang sedang menatapnya teduh itu.

Zidan menarik sudut bibirnya sedikit sebelum pergi meninggalkan Reva. Reva kembali menutup pintu, bersandar di balik pintu sembari menatap air minum yang diberikan suaminya. Ia kembali terisak, tidak tahu kenapa. Entah kenapa hari ini rasanya hatinya sangat rapuh, bawaannya ingin menangis terus.

“Gimana Zidan? Reva masih belum mau keluar?”

“Belum. Tapi, aku udah menyuruhnya untuk makan kalau sudah baikan,”

“Ya udah kita makan aja duluan,” timpal Reno.

“Ayo makan Zidan.”

“Iya Ma, Pa.”

***

Keesokan harinya, Reva bangun kesiangan karena semalam ia tidak bisa tidur dan baru makan setelah tengah malam. Pagi ini tubuhnya terasa pegal, matanya bengkak dan kepalanya terasa berat. Rasanya malas untuk sekedar beranjak dari tempat tidur namun jam telah menunjukkan pukul 10 siang dan ia enggak mungkin terus berada di dalam kamar.

Ia bangun, duduk di tepi ranjang seraya menyentuh dahinya yang terasa berdenyut. “Aduh, pusing banget.”

Tok tok tok!

“Reva, bangun nak! udah jam berapa ini?! ayo sarapan!” Terdengar suara mamanya dari balik pintu. Perlahan Reva berdiri, membukakan pintu.

“Kamu pucat banget, kamu sakit?” tanya Dina ketika melihat wajah anaknya pucat.

Reva menggeleng lemah. “Aku cuma pusing sedikit Ma, aku enggak apa-apa kok.”

“Makanya kamu tuh jangan nangis terus. Jam segini aja kamu belum sarapan. Ya udah sekarang kamu mau mandi dulu atau sarapan dulu?”

“Aku sarapan dulu ya Ma, aku lapar,”

“Ya udah, ayo.” Reva mengikuti mamanya ke ruang makan sambil celingak-celinguk memperhatikan sekitar. “Sepi banget Ma, yang lain ke mana?”

“Papa sama suami kamu udah berangkat kerja dari tadi. Kamu pikir sekarang udah jam berapa?” Reva hanya mengangguk paham. Ia duduk di meja makan. Terlihat hanya tinggal 1 porsi nasi goreng saja yang tersisa di atas meja.

“Mama udah sarapan?”

“Udah lah. Mama ‘kan biasanya sarapan sebelum jam 9, mana bisa Mama lama-lama sarapan. Ya udah makan gih,”

“Iya Ma,” Reva lalu menyantap sarapannya dengan cepat seperti orang kelaparan.

“Pelan-pelan makannya Re,” Reva hanya mengangguk sebab mulutnya penuh dengan makanan.

Dina memandang iba anak bungsunya yang baru beranjak dewasa itu. Sebenarnya ada rasa tidak tega dan khawatir ketika harus melepas anaknya kepada pria lain secepat ini. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini memang takdir Reva. Semoga takdir ini memang yang terbaik untuk Reva dan masa depannya. Perlahan Dina mengangkat sudut bibirnya hingga terbentuk senyum kecil.

“Reva,” Reva menatap mamanya setelah meneguk air minumnya. Dina meraih punggung tangan Reva, mengusapnya pelan. "Maafin Mama ya,”

Mata keduanya sontak berkaca-kaca. “Mama enggak perlu minta maaf, ini bukan salah Mama. Tapi, ini salah Kak Risa.”

Dina tersenyum, “Mama harap kamu akan baik-baik selalu sama Zidan ya.” Reva terdiam, mendengarkan. “Ingat, Zidan itu sekarang udah sah menjadi suami kamu. Hormati dia, ikuti perintahnya, jadilah istri yang baik.”

Reva kembali meneteskan air mata, seperti belum ikhlas dengan keadaan. “Maafin aku Ma karena belum bisa menerima keadaan sekarang.”

“Enggak apa, pelan-pelan aja. Mama tahu ini pasti sangat berat untuk kamu tapi Mama yakin kamu pasti bisa. Besok pagi kamu akan tinggal di rumah Zidan selama beberapa hari sebelum akhirnya akan tinggal dengan Zidan. Kamu harus persiapin diri ya,” ungkap Dina tersenyum, mengusap punggung tangan Reva lagi lalu pergi meninggalkannya karena sudah tidak sanggup menahan tangisnya.

***

Sementara itu Zidan tampak sedang berhenti di tepi jalan, tidak jauh dari perusahaannya. Ia sudah menepi sejak setengah jam yang lalu, duduk di mobil seraya memainkan ponselnya.

“Halo,”

“Halo Pak,”

“Bagaimana? Apa para wartawan itu sudah pergi sekarang?” tanya Zidan di telepon. Ia sedang berbicara dengan salah satu satpam perusahaan. Alasan ia menepi sedari tadi karena salah satu satpam mengabarinya bila para wartawan sudah berkumpul di perusahaan dan sudah pasti mereka akan mewawancarai Zidan mengenai pernikahannya baru-baru ini apalagi mengingat mempelai wanitanya yang diganti tepat di hari pernikahan pasti membuat publik penasaran dan bertanya-tanya, apa alasan dibalik semua itu? Zidan memang bukan artis namun ia adalah seorang pengusaha muda yang tampan dan sukses karirnya di usia yang terbilang cukup muda apalagi ia juga memiliki Kakak perempuan, mantan model yang sudah menikah 4 tahun yang lalu dan sekarang tinggal bersama suami dan anaknya di Inggris. Otomatis ia dan keluarganya sering mendapatkan sorotan dari media.

“Belum Pak. Saya sudah coba menyuruh mereka pulang, tapi mereka tidak mau Pak.”

“Kamu sudah coba bilang kalau saya tidak ke perusahaan hari ini?”

“Belum Pak.” Zidan sontak menutup matanya lelah ketika mendengar jawaban satpam perusahaan. Maksudnya kenapa para petugas keamanan itu tidak berinisiatif sama sekali untuk membuat para wartawan itu pulang.

“Ya coba bilang begitu Pak atau cari cara lain kek. Udah setengah jam loh ini. Pokoknya saya tunggu 10 menit lagi ya, saya mau 10 menit lagi semua wartawan sudah pergi. Saya tidak mau menemui mereka."

“Ba-baik Pak.”

Zidan memijat pangkal hidungnya setelah memutuskan sambungan. Sambil menunggu ia iseng membuka portal berita dan menemukan beberapa berita tentang dia, salah satunya berita tentang penggantian calon mempelai wanita seorang CEO PT. Adnando Family Tbk tepat di hari pernikahan.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status