Di sebelah meja Gisa dan Madava, seseorang tengah duduk dengan kedua tangannya mengepal erat, dan wajah yang merah padam siap meledakan amarahnya.
Pria tersebut adalah Catra, suami dari, Gisa! Perempuan yang baru saja dilamar lelaki lain dihadapan suaminya sendiri. Catra bergeming. Dia masih pada posisinya dengan mata dinginnya yang mendominasi.
Abhi yang duduk di sebelahnya, bahkan dibuat bergidik melihat sahabatnya dalam mode seperti itu. Abhi tahu betul, sahabatnya paling tidak suka, apapun yang menjadi "milik-nya," diganggu ataupun diinginkan orang lain.
Abhi berniat menghampiri Madava, untuk memperingatkan-nya. Namun, Catra menahan tangan, Abhi. Abhi mendudukkan kembali bokongnya diatas kursi yang sejak tadi ditempatinya.
"Catra, karyawan tersebut tidak_"
Catra mengangkat tangannya meminta Abhi berhenti bicara!
Abhi mengatupkan kembali mulutnya. "Anak yang malang," batin Abhi, mengasihani Madava, yang tidak tahu kalau wanita yang
Terimakasih yang sudah membaca... Vote, subscribe dan berikan bintang 5 nya... Setiap dukungan yang kalian berikan, sangat berarti bagi Author ❤️❤️❤️ Terimakasih untuk : Priska Modogucci, Duwi Purhayati, Handaris, Tracy Jaul, Aqasha Aisy, Dwi Bagus, Pintia Arnadian, Naomi Rahayu, Wawan Abdullah, Heru Perastya, Said Damores, dan Good Novel yang sudah menyumbangkan gems nya... Love u all ❤️❤️🤗🤗
Gisa berjalan untuk masuk kedalam ruang tersebut. Namun, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya saat mendengar sayup-sayu percakapan Catra, dengan seorang perempuan di dalam ruang kerja yang tidak tertutup rapat itu. Gisa mengerutkan keningnya bingung, "Siapa?" tanya Gisa pada dirinya sendiri. "Apa, Mba Novera?" tebak Gisa menyebutkan nama sekertaris pribadi, Catra. Gisa berjalan meninggalkan ruang kerja suaminya, untuk masuk kedalam kamarnya. Namun, baru 2 langkah Gisa berjalan, terdengar sesuatu yang menarik perhatiannya untuk kembali berdiri di samping pintu yang sedikit terbuka itu. Gisa kembali, dan menghentikan niatnya untuk kembali ke dalam kamar. Gisa tau, menguping merupakan sebuah ketidak sopanan, namun jika yang di bicarakan nya adalah kita sebagai objeknya, bukannya tidak apa-apa kalau kita sedikit mencari tahu arah pembicaraan orang yang sedang membicarakan kita? Begitulah kira-kira yang Gisa pikirkan. "Kamu bertugas menjaga istri saya di
Gisa tengah bersiap-siap di dalam kamarnya. Malam ini Gisa akan menghadiri acara pesta pemberian nama untuk anak dari adik iparnya. Setelah selesai mengurus Dean dan memakaikannya kemeja yang sama dengan Daddy-nya, sekarang giliran Gisa untuk mempercantik dirinya sendiri. Gisa meminta Catra dan Dean berangkat terlebih dahulu ke tempat acara, karena Dean merengek ingin segera bertemu dengan Ayumma. Selain itu, Catra juga merupakan keluarga inti Kayanna satu-satunya yang ada di Indonesia, selain keluarga dari Kaisara sang suami. Jadi akan lebih baiknya kalau dia sudah berada di tempat Kayanna sebelum acara di mulai. Gisa membuka sebuah box cantik berwarna silver, yang sopir dari kediaman Kayanna kirimkan tadi pagi. Gisa sendiri, menitipkan beberapa cake dan makanan ringan untuk camilan Kayanna. Gisa membuat sendiri camilan tersebut, yang pastinya sehat dan baik untuk ibu menyusui. Gisa membuka isi box-nya. Didalam box, tersimpan cantik sebuah dr
Gisa menatap kosong buket bunga di hadapannya. Entah apa yang dia pikirkan saat ini. Nyawanya melayang, membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi kedepannya. Kurang dari 3 hari lagi, Gisa akan berangkat untuk perjalanan dinasnya. Namun, sekalipun suaminya tidak pernah membahas hal tersebut dengan Gisa. Apa penugasan Gisa ada hubungannya dengan kedatangan si wanita pengirim buket bunga tersebut? Catra bahkan tidak menjelaskan maksud dari terpilihnya Gisa, yang notabenenya hanya seorang anak magang, namun menjadi perwakilan dari kantor pusat Ganendra Group. Yang Gisa dengar bahwa sebelum-sebelumnya, yang mewakili perusahaan adalah, mereka-mereka para senior di, Ganendra Group. Hal tersebut membuat gosip perihal Gisa yang ditandai bos gara-gara telat 10 menit saat tempo hari pun, menyebar dengan sangat cepat, dari mulut ke mulut, karyawan kantor. Gisa terhenyak, tersadar dari lamunannya. Sebuah tangan kekar milik seseorang, melingar di perut ramp
"Anda?!" ucap Zeca dengan mulut yang menganga, setelah tau siapa pria yang baru saja dibantingnya. Pria tersebut bangkit sambil kedua tangannya menepuk beberapa bagian dari kemeja dan celananya yang kotor. "Ckk ... ckk ... " decaknya sambil menatap tajam Zeca. "Bukannya ... kamu pengawal pribadi Gista? Kenapa kamu malah mengintip disini?!" Tanyanya pada Zeca. "Tugas kamu itu, jagain dia!" tegasnya lagi. Pria yang Zeca banting adalah Abhinav, sahabat sekaligus asisten pribadi dari Catra. Zeca maju beberapa langkah menghampiri Abhi. Namun, dengan reflek Abhi memundurkan tubuhnya dengan kedua tangan dia simpan di depan tubuhnya, menahan agar Zeca tidak mendekat kembali. Zeca tidak menghiraukan peringatan Abhi. Dia terus maju, dan berhenti tepat di hadapan Abhi. Dengan gerakan secepat kilat, Zeca raih tangan itu kemudian menguncinya di belakang tubuh Abhi. Tangan Zeca masih memegang lengan Abhi, dan tubuh rampingnya menempel tepat di belakang pung
"Ibu, tidak apa-apa?" tanya Zeca menghampiri Gisa yang tengah ketakutan. Mata Gisa berkaca-kaca, namun sebuah senyum kelegaan terlukis dari bibir tipisnya. Wajahnya yang semula pucat pasi, kini mulai memancarkan ronanya kembali. "Apa kamu baru saja memukulnya?" tanya Gisa pelan. Gisa masih pada tempatnya dan belum berani menengok laki-laki yang tengah meringkuk di lantai akibat terkena pukulan yang cukup kencang itu. Gisa yakin, kalau laki-laki tersebut adalah Rama. Mantan kekasihnya yang dengan tega mengkhianati kepercayaan, Gisa. Zeca menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Gisa. Gisa mengerutkan keningnya pertanda bingung dengan jawaban yang Zeca berikan. Gisa bertanya sekali lagi. "Kamu tidak memukulnya?" tanya Gisa meyakinkan. Zeca menggeleng kembali. "Bapak yang memukulnya," cicit Zeca. "Hah?!" tanya Gisa tidak percaya sambil membalikan tubuhnya. "Ya, Bapak yang memukul pria itu," jawab Zeca kembali sambil menunjuk Rama yang tengah te
Catra setengah menunduk untuk mensejajarkan tinggi badannya dengan Gisa. Dia keluarkan tangan sebelah kanannya dari dalam saku celana kemudian, HAP! Tangan besar Catra mendarat di rahang Gisa, kemudian menekannya. Catra masih dengan wajah datar tanpa ekspresinya. Gisa meraih tangan Catra dan mencoba melepaskannya. Namun, tenaganya kalah besar oleh tenaga suaminya. Gisa meringis kesakitan. "Da-da-daddy," panggil Gisa tergagap. "Apakah dia, alasan kamu sehingga lebih memilih merahasiakan pernikahan ini dari orang lain?!" tanya Catra dengan suara serak dan dinginnya. Matanya menatap Gisa dengan tatapan yang sangat tajam hingga mampu merobek setiap bagian dari retina siapa saja yang menatapnya. Gisa menggeleng dengan cepat sebagai jawaban. Selain alasan Gisa bukan seperti yang Catra tuduhkan, dia juga semakin ketakutan dengan debar jantung Gisa yang semakin menggila melihat Catra yang seperti itu. Catra masih dengan posisinya. Mata Jamrud Catra menatap da
(Hanya 21 tahun keatas. Kurang dari itu, dilarang keras untuk membaca.) "Come on baby, it's time to play!" bisik Catra tepat di telinga Gisa. Gisa membalikan tubuhnya, menatap sang suami yang saat ini tengah membuka kancing kemejanya dengan matanya yang masih menatap Gisa penuh minat. Setiap gerakan yang suaminya lakukan, terlihat seksi di mata Gisa. Bagian atas Catra, sudah terbuka seluruhnya menampakan pahatan indah dari tubuh bagian atas miliknya. Dada bidang dengan beberapa otot di bagian perut, hasil dari latihan yang setiap pagi Catra lakukan di lantai tiga rumahnya. Catra melanjutkan aktivitasnya dengan membuka bagian bawahnya. Mulai dari sabuk, celana dan terakhir dalaman yang membungkus milik Catra yang sudah sangat sesak di dalam sana. Setiap gerakan yang di lakukan Catra pun' tidak lepas dari pengelihatan mata Gisa. Begitu indah, begitu menggoda. Ingin rasanya tangan Gisa mengusap otot-otot yang terpahat indah, yang a
Pagi-pagi sekali, Gisa sudah terbangun dari tidur nyenyak nya. Catra, bahkan masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Keadaan Catra, masih polos. Tubuhnya hanya berbalut selimut putih dengan tangan memeluk tubuh istrinya. Dua hari yang lalu, Catra berhasil memasuki Gisa. Akibatnya, setiap malam Gisa harus rela melayani suaminya tanpa mengenal waktu. Alhasil, hari ini Gisa bangun masih dalam keadaan mengantuk, namun harus tetap beranjak dari tempat tidurnya. Hari ini, akan menjadi hari yang padat bagi Gisa. Banyak yang harus dia persiapkan untuk keberangkatannya besok pagi. Jam di atas nakesnya, menunjukan pukul 5.30 pagi. Biasanya Catra akan terbangun pukul 06.00 pagi untuk pergi menuju lantai tiga, dan mulai berolahraga. Namun, pagi ini berbeda. Saat Gisa membuka matanya, dia dapat melihat wajah tampan suaminya yang tengah tertidur pulas. Biasanya, Catra sudah tidak ada di samping Gisa saat dia bangun tidur. Gisa menyingkirkan tangan Catra yang