Home / Romansa / Mendadak Dinikahi Dokter Duda / 02. Mengemis Tanggungjawab

Share

02. Mengemis Tanggungjawab

Author: from_december
last update Huling Na-update: 2025-05-05 13:54:25

Elio menyambut kedatanganku dengan wajah tak suka. Ia bahkan terlihat terpaksa saat menyuruhku untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Bawa mobil sendiri?" tanyanya sambil meletakan segelas air putih dihadapanku.

Aku mengangguk pelan, "Iya."

Elio manggut-manggut sembari mendudukkan diri di sofa sebrang. "Ada apa datang ke sini?" tanyanya to the point.

Bola mataku mengedar, menatapi penjuru ruang tengah rumah Elio yang sunyi dan tak terlihat hawa kehidupan. Selama satu tahun berpacaran, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumahnya. Elio juga jarang bercerita tentang keluarganya. Dalam artian, satu tahun ternyata tidak cukup untukku mengenal kehidupan pemuda itu lebih dalam.

"Ada apa, Saf?" tanya Elio terdengar jengah tapi menuntut.

Pandanganku menutup, tanpa sadar aku memainkan jemari tanganku, merasa cemas. Jujur, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk membicarakannya.

"Mamaku udah tau, El. Mama udah tau kalau aku hamil." ujarku sedikit bergetar. Kulihat Elio mengusap wajahnya kasar, dia terlihat stress.

"Kenapa kamu ceroboh banget sih, Saf? Astaga!" sungutnya tampak kesal padaku.

"Lagian lama-lama bakal ketahuan juga kan, El? Kandunganku juga pasti akan tumbuh dan membesar!" jawabku agak emosi. Naluri amarahku membuatku tanpa sadar menatapnya murka.

"Saf!" Dia membentak. "Aku bilang gugurin bayi itu! Kamu ngerti nggak sih?!" lanjutnya bertambah murka.

Tubuhku semakin bergetar. Aku takut. Belum pernah aku melihat Elio dengan sisi nya yang satu itu. Suaranya yang keras serta raut wajahnya yang memandangku penuh benci. Kurasakan hangat bulir air mata yang mengalir di pipiku. Ah, aku menangis lagi.

"Jangan, El. Dia anak kamu juga," dengan keras kepala aku menentang perintahnya. Maaf saja, meski aku pendosa, tapi aku masih punya hati untuk tidak membunuh calon bayi tak berdosa ini.

Kemarahan semakin jelas terlihat di wajah pemuda itu, gigi Elio menggeletuk dengan tatapan yang masih menyorotku setajam elang.

"Kamu bisa kejar mimpi kamu setelah nikahin aku, El. Aku bakal biarin kamu kuliah di Aussie, asal kamu nikahin aku. Aku juga nggak masalah kalau aku nggak kuliah tahun ini."

Aku memohon sambil berurai air mata. Jika harus mengemis tanggungjawab seperti ini, aku benar-benar menyesal sudah memberikan kesucianku kepada pria pengecut seperti Elio.

Elio berdecih dengan ekspresi penuh benci yang setitikpun tidak luntur dari wajah yang selalu ku puja-puja ketampanannya. Namun kini, aku sangat membenci wajah tampan itu. Bahkan melihatnya saja membuatku muak. Kalau bukan karena anak yang ku kandung, aku tidak sudi mengemis tanggungjawab kepadanya.

"Menikah?" ujarnya, "Kamu udah gila?" lanjutnya mengundang kepalan tanganku.

Aku beranjak bangkit, lalu mengambil langkah besar untuk menghampirinya. Dengan emosi yang mulai menguasai diriku, aku mencengkram kerah kemeja Elio lalu mengoyak badannya dengan sekuat tenaga yang aku miliki. Aku benar-benar marah dan tidak tau harus bereaksi seperti apa selain melampiaskannya dengan cara seperti ini.

Jika kata-kataku tidak cukup membuat Elio sadar, setidaknya aku masih punya dua tangan untuk melampiaskan amarahku ke tempat yang seharusnya.

"Lepasin!" Elio memberontak, ia menarik tanganku berusaha untuk melepaskan diri. "Lepasin, Saf! Udah gila lo ya?!" sarkasnya. Sedetik kemudian tubuhku terhempas ke lantai karena dorongan yang cukup keras dari Elio.

Aku meringis, merasa nyeri di bokong dan pinggang.

"Dasar cewek gila!" cemoohnya membuat air mataku semakin mengalir deras. Bagaimana aku tidak bertingkah gila kalau kelakuannya di luar batas kenalaranku.

"El!!!" aku berteriak keras saat Elio beranjak menuju lantai dua kamarnya. Pria itu menghilang di balik belokan dinding tanpa mempedulikan aku yang meringis dan menangis sendu.

Benar-benar menyedihkan.

"Hei, kamu gakpapa?" Sentuhan hangat mendarat dipundak bergetarku. Segera aku menghapus air mata dan bergegas bangkit.

"Tunggu!"

Langkahku yang hendak pergi tertahan karena intrupsi dari suara dalam itu.

"Ini... punya kamu?" tanyanya sambil mengulurkan testpack milikku yang terjatuh. Kenapa juga aku harus membawa benda sialan itu?!

Aku mendongak, ku tatap sosoknya yang tampak dewasa dan sudah matang. Sepertinya dia kakaknya Elio, atau mungkin pamannya?

Dengan ragu tanganku menerima testpack itu, "Terimakasih," cicitku.

"Ini sudah malam. Biar saya antar kamu pulang." ujarnya saat aku berbalik badan. Ah, apa penampilanku yang menyedihkan membuatnya merasa simpati?

"Nggak usah, aku bawa mobil sendiri."

Suara langkah kakinya kembali mendekat, kini dia menghadang aksesku untuk pergi. "Kalau begitu saya yang menyetir." Dia menyodorkan telapak tangannya, seakan memintaku untuk menyerahkan kunci mobil.

Aku menghembuskan napas jengah. Apa sifat pemaksa Elio itu turun temurun dari keluarganya?!

"Terimakasih, tapi aku bisa nyetir sendiri." aku kekeh menolak. Sayangnya, dia berhasil memblokir jalanku.

"Anggap ini sebagai permintaan maaf karena keponakan saya sudah melukai kamu." katanya sambil melirik lututku yang lecet.

Aku berdecih. "Elio bukan cuma melukai fisik aku! Mengantar aku pulang nggak cukup sebagai permintaan maaf!" balasku menekan.

Dia menghembuskan napas pelan. "Baik. Tapi itu urusan kalian. Saya cuma mau berniat baik mengantar kamu pulang, selebihnya bisa kalian selesaikan berdua." katanya dengan tenang.

Aku terdiam, bukan menimbang. Tapi mengamati penampilannya dari atas sampai bawah. Nampaknya dia memang miliki niat baik untuk membantuku.

"Akhir-akhir ini sedang banyak begal berkeliaran. Apa lagi kamu perempuan dan nyetir sendirian. Saya cuma nggak mau berurusan dengan banyak pihak kalau terjadi apa-apa sama kamu di jalan, karena kamu habis pulang dari rumah saya."

Baiklah. Pemaksa akan tetap memaksa. Jadi tidak ada gunanya aku bersikeras untuk menolak.

* * *

Aku membuka mataku yang terasa berat, siluet terang lampu jalan langsung menembak tepat di bola mataku dan membuatku sepenuhnya terjaga. Sial. Bisa-bisanya aku ketiduran saat sedang satu mobil dengan orang asing!

"Benar ini jalannya?" Pria di sebelahku bertanya saat menyadari aku yang sudah bangun.

Aku mengangguk dengan kikuk sambil mengusap wajahku yang kembali mengantuk.

"Yang mana rumah kamu?" tanya pria itu lagi ketika mobilku sudah memasuki area perumahan tempatku tinggal.

"Lurus aja, nanti ada rumah pagar hitam, yang depannya ada pohon mangga." jawabku setengah sadar. Tapi beberapa saat kemudian wajahku langsung menegang ketika melihat sosok Papa yang berdiri di depan pagar rumahku dari kejauhan.

Dari raut wajah Papa yang mengeras dan tongkat bisbol di tangannya, sepertinya Papa sudah mengetahui kabar kehamilanku. Sial, aku akan habis malam ini!

"Om!" Aku memegang pundak tegapnya. Membuat dia menoleh kaget.

"Kenapa?"

"Om mending turun sekarang! Udah berhenti di sini aja!" perintahku kelabakan. Tapi bodohnya si paman ini tidak menurut dan berhenti tepat di depan Papa berdiri.

Mati aku!

Tok! Tok! Tok!

Badanku langsung menggigil saat Papa mengetuk kaca mobil dengan bruntal. Tanpa sadar aku meremas pundak Om nya Elio yang tidak aku ketahui siapa namanya.

"Om, aku takut..." cicitku menahan tangis. "Papa serem kalau marah." sambungku.

"Ayo turun, biar saya yang bicara sama Papa kamu. Mungkin beliau marah karena kamu pulang larut malam seperti ini." katanya dengan tenang dan tanpa beban. Sudah sok tau, sok jadi pelindung pula! Dia bisa santai bicara seperti itu karena tidak tau bagaimana kejamnya Papa kalau sudah marah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   03. "Saya Yang Tanggungjawab"

    Badanku langsung terhuyung, aku meringis saat Papa menjambak rambutku tanpa aba-aba dan menyeretku masuk ke dalam rumah seperti binatang. Aku menangis kencang, meminta bantuan ke Om nya Elio yang berusaha melerai keributan ini. Dia juga sama terkerjutnya ketika melihat Papa yang tanpa hati menyiksa putrinya dijalanan umum."Pah... sakit... lepasss...""Anak nggak berguna! Bisanya bikin malu keluarga!" umpat Papa masih terus menyeretku masuk ke dalam rumah.Tanganku terulur ke depan, menatap Om nya Elio dengan pandangan mengemis kasihan. Demi Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah dijambak sekeras ini. Belum lagi kulit pahaku yang bergesekan dengan aspal saat Papa menyeretku masuk ke dalam. Perih sekali rasanya.BUGH!!!Papa menghempaskan tubuhku dengan kasar hingga wajahku bertubrukan dengan lantai. Detik berikutnya, rasa sakit yang berkali-kali lipat menyerang. Tongkat bisbol itu mendarat sempurna dan tepat dipunggungku yang setengah ronta. Suara jeritan Mama terdengar, aku mendongak dan

    Huling Na-update : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   04. Nicholas Bachtiar

    "Nama saya Nicholas Bachtiar,"Aku terdiam sambil terus mendengarkan percakapan Om nya Elio yang bernama Nicholas Bachtiar itu. Sesekali aku tersentak samar saat mengetahui fakta-fakta tentang dirinya yang mengejutkanku. Penampilannya sih memang sudah dewasa, tapi ternyata umurnya lebih tua dari penampilannya. Dia berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.Yang paling penting, dia dijamin masih lajang! Ya, tidak mungkin pria beristri menawarkan diri untuk menikahiku.Ya, diumurnya yang sudah dipertengahan kepala tiga, aku cukup kaget sebab dia masih mempertahankan status singlenya. Entah setebal apa telinganya karena pasti sudah sering mendengar pertanyaan menyebalkan seperti, 'kapan menikah?'Selain itu, Nicholas juga menyombongkan diri karena memiliki latar belakang keluarga yang terpandang. Dia adalah cucu dari seorang mantan Politikus, dan nyatanya hal itu membuat Papa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Sepertinya Nicholas sengaja memamerkan kekayaannya agar

    Huling Na-update : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   05. Rumah Baru

    Hari pernikahanku dengan Om Nicho akhirnya tiba. Dia menepati janjinya untuk menggelar pesta pernikahan yang cukup mewah disalah satu Hotel bintang lima yang terletak di Jakarta. Meski acaranya hanya sampai jam 3 sore, namun banyak tamu yang datang memeriahkan acara pernikahan kami.Walaupun pernikahan ini tanpa dilandasi rasa cinta. Tapi bahagia rasanya memakai gaun pengantin impian dan duduk dipelaminan, walau bukan dengan pria yang kuharapkan.Selesai acara, Om Nicho langsung membawaku pulang ke rumahnya. Ya, mulai hari ini aku juga akan tinggal di rumahnya karena status kami yang sudah resmi menjadi suami istri baik dimata agama maupun negara.Aku kira satu bulan sudah cukup untukku mempersiapkan diri menjadi seorang istri. Ternyata rasanya masih berat untuk menerima kenyataan ini. Melihat cincin kawin kami yang melingkar di jari manisku, aku merasakan sebuah tanggungjawab baru yang cukup besar bertumpu di pundakku."Om, apa Elio masih tinggal sama Om?" Setelah setengah perjalanan

    Huling Na-update : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   01. Garis Dua Merah Muda

    "Gugurin anak itu!"Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka."El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."PLAK!!!Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah."Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa dep

    Huling Na-update : 2025-05-05

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   05. Rumah Baru

    Hari pernikahanku dengan Om Nicho akhirnya tiba. Dia menepati janjinya untuk menggelar pesta pernikahan yang cukup mewah disalah satu Hotel bintang lima yang terletak di Jakarta. Meski acaranya hanya sampai jam 3 sore, namun banyak tamu yang datang memeriahkan acara pernikahan kami.Walaupun pernikahan ini tanpa dilandasi rasa cinta. Tapi bahagia rasanya memakai gaun pengantin impian dan duduk dipelaminan, walau bukan dengan pria yang kuharapkan.Selesai acara, Om Nicho langsung membawaku pulang ke rumahnya. Ya, mulai hari ini aku juga akan tinggal di rumahnya karena status kami yang sudah resmi menjadi suami istri baik dimata agama maupun negara.Aku kira satu bulan sudah cukup untukku mempersiapkan diri menjadi seorang istri. Ternyata rasanya masih berat untuk menerima kenyataan ini. Melihat cincin kawin kami yang melingkar di jari manisku, aku merasakan sebuah tanggungjawab baru yang cukup besar bertumpu di pundakku."Om, apa Elio masih tinggal sama Om?" Setelah setengah perjalanan

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   04. Nicholas Bachtiar

    "Nama saya Nicholas Bachtiar,"Aku terdiam sambil terus mendengarkan percakapan Om nya Elio yang bernama Nicholas Bachtiar itu. Sesekali aku tersentak samar saat mengetahui fakta-fakta tentang dirinya yang mengejutkanku. Penampilannya sih memang sudah dewasa, tapi ternyata umurnya lebih tua dari penampilannya. Dia berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.Yang paling penting, dia dijamin masih lajang! Ya, tidak mungkin pria beristri menawarkan diri untuk menikahiku.Ya, diumurnya yang sudah dipertengahan kepala tiga, aku cukup kaget sebab dia masih mempertahankan status singlenya. Entah setebal apa telinganya karena pasti sudah sering mendengar pertanyaan menyebalkan seperti, 'kapan menikah?'Selain itu, Nicholas juga menyombongkan diri karena memiliki latar belakang keluarga yang terpandang. Dia adalah cucu dari seorang mantan Politikus, dan nyatanya hal itu membuat Papa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Sepertinya Nicholas sengaja memamerkan kekayaannya agar

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   03. "Saya Yang Tanggungjawab"

    Badanku langsung terhuyung, aku meringis saat Papa menjambak rambutku tanpa aba-aba dan menyeretku masuk ke dalam rumah seperti binatang. Aku menangis kencang, meminta bantuan ke Om nya Elio yang berusaha melerai keributan ini. Dia juga sama terkerjutnya ketika melihat Papa yang tanpa hati menyiksa putrinya dijalanan umum."Pah... sakit... lepasss...""Anak nggak berguna! Bisanya bikin malu keluarga!" umpat Papa masih terus menyeretku masuk ke dalam rumah.Tanganku terulur ke depan, menatap Om nya Elio dengan pandangan mengemis kasihan. Demi Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah dijambak sekeras ini. Belum lagi kulit pahaku yang bergesekan dengan aspal saat Papa menyeretku masuk ke dalam. Perih sekali rasanya.BUGH!!!Papa menghempaskan tubuhku dengan kasar hingga wajahku bertubrukan dengan lantai. Detik berikutnya, rasa sakit yang berkali-kali lipat menyerang. Tongkat bisbol itu mendarat sempurna dan tepat dipunggungku yang setengah ronta. Suara jeritan Mama terdengar, aku mendongak dan

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   02. Mengemis Tanggungjawab

    Elio menyambut kedatanganku dengan wajah tak suka. Ia bahkan terlihat terpaksa saat menyuruhku untuk masuk ke dalam rumahnya."Bawa mobil sendiri?" tanyanya sambil meletakan segelas air putih dihadapanku.Aku mengangguk pelan, "Iya."Elio manggut-manggut sembari mendudukkan diri di sofa sebrang. "Ada apa datang ke sini?" tanyanya to the point.Bola mataku mengedar, menatapi penjuru ruang tengah rumah Elio yang sunyi dan tak terlihat hawa kehidupan. Selama satu tahun berpacaran, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumahnya. Elio juga jarang bercerita tentang keluarganya. Dalam artian, satu tahun ternyata tidak cukup untukku mengenal kehidupan pemuda itu lebih dalam."Ada apa, Saf?" tanya Elio terdengar jengah tapi menuntut.Pandanganku menutup, tanpa sadar aku memainkan jemari tanganku, merasa cemas. Jujur, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk membicarakannya."Mamaku udah tau, El. Mama udah tau kalau aku hamil." ujarku sedikit bergetar. Kulihat Elio mengusap wajahnya ka

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   01. Garis Dua Merah Muda

    "Gugurin anak itu!"Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka."El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."PLAK!!!Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah."Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa dep

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status