Home / Romansa / Mendadak Dinikahi Dokter Duda / 04. Nicholas Bachtiar

Share

04. Nicholas Bachtiar

Author: from_december
last update Last Updated: 2025-05-05 13:55:47

"Nama saya Nicholas Bachtiar,"

Aku terdiam sambil terus mendengarkan percakapan Om nya Elio yang bernama Nicholas Bachtiar itu. Sesekali aku tersentak samar saat mengetahui fakta-fakta tentang dirinya yang mengejutkanku. Penampilannya sih memang sudah dewasa, tapi ternyata umurnya lebih tua dari penampilannya. Dia berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.

Yang paling penting, dia dijamin masih lajang! Ya, tidak mungkin pria beristri menawarkan diri untuk menikahiku.

Ya, diumurnya yang sudah dipertengahan kepala tiga, aku cukup kaget sebab dia masih mempertahankan status singlenya. Entah setebal apa telinganya karena pasti sudah sering mendengar pertanyaan menyebalkan seperti, 'kapan menikah?'

Selain itu, Nicholas juga menyombongkan diri karena memiliki latar belakang keluarga yang terpandang. Dia adalah cucu dari seorang mantan Politikus, dan nyatanya hal itu membuat Papa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Sepertinya Nicholas sengaja memamerkan kekayaannya agar dapat nilai plus di mata Papa.

Setelah berbincang panjang lebar, akhirnya obrolan serius ini selesai dengan ditutup perkataan Papa yang meminta Nicholas untuk menikahiku secepatnya.

Sebelum pergi, Nicholas meminta waktu untuk kembali berbicara empat mata denganku. Papa dan Mama dengan lapang hati mengizinkannya masuk ke dalam kamarku.

Nicholas berdehem sebelum ikut duduk di tepi ranjang, "Kamu sudah tenang?" tanyanya. Aku mengangguk singkat.

Jujur, aku masih sulit untuk mencerna keadaan saat ini. Tentu saja menikah adalah hal yang sakral dan harus dilakukan satu kali seumur hidup. Tapi, apa yang terjadi pada hidupku? Aku bahkan bersedia menerima lamaran dadakan dari seorang pria yang baru aku kenal beberapa jam lalu. Bukankah seumur hidup itu terlalu lama untuk dihabiskan bersama seseorang yang tidak aku cintai?

Tapi, aku tidak memiliki pilihan. Anakku membutuhkan Ayah, dan aku juga harus menjaga nama baik keluargaku. Apa kata orang-orang jika tahu aku memiliki anak tanpa pernikahan?

"Secepatnya saya akan kembali lagi untuk melamar kamu secara resmi. Saya minta waktu satu bulan untuk menikahi kamu dan mempersiapkan semuanya secara matang. Bagaimana pun, ini pernikahan pertama kamu dan harus menjadi momentum terbaik seumur hidup kamu." katanya sambil menatap mataku lurus.

Tunggu, kenapa dia hanya menyebut pernikahan pertama untukku saja? Apa ini bukan pernikahan yang pertama untuknya?

"Ini memang mendadak dan terlalu cepat. Jangan terlalu memaksakan diri dalam segala hal, Safa. Saya orangnya santai, dan saya tidak ingin keputusan saya ini malah membebani kamu. Saya tidak akan menuntut apapun dari kamu, saya hanya ingin kamu menjadi ibu yang baik untuk anak kamu nanti." katanya dengan lembut dan menenangkan hatiku. Ini lebih manis dari pada gombalan sampah yang sering kudengar dari para lelaki buaya.

"Tapi, kamu juga harus tahu.., saya bukan bujangan. Saya sudah pernah menikah." imbuhnya berhasil membuatku terkejut.

"Om.. sudah punya istri?" tanyaku ragu. Apa mungkin dia ingin menjadikanku istri kedua?

Dia menunduk, kemudian menggelengkan kepalanya. "Istri saya sudah meninggal lima tahun lalu. Saya duda dan tidak menjalin hubungan dengan siapapun saat ini. Apa kamu mau menerima saya?"

Samar aku menghela napas lega. Maaf, tapi dinikahi seorang duda lebih baik daripada menjadi istri kedua.

Perlahan aku mengangguk. Ku terima lamarannya tanpa mengurai sepatah kata.

Kurasakan usapan tangannya di atas kepalaku. "Apa punggung kamu masih sakit?" dia bertanya dengan topik yang berbeda.

Jelas masih sakit, tapi aku tidak ingin meminta perhatiannya. Apa yang dia berikan saja sudah cukup untukku, jadi aku tidak ingin merepotkannya lagi.

"Udah nggak kok, Om." jawabku. "Om, kalau boleh tau, kenapa om mau nikahin aku?"

Nicholas berpikir sejenak sebelum menarik tangannya dari atas kepalaku, lalu menjawab pertanyaanku. "Kamu masih muda dan mengalami masalah sebesar ini karena keponakan saya. Hati saya hanya bergerak dan bertindak sesuai dengan yang seharusnya saya lakukan."

Aku menunduk, jadi merasa bersalah karena sudah menyeret Nicholas ke masalah yang tidak dia lakukan. "Maaf sudah merepotkan, Om."

"Tadikan saya sudah bilang, saya tidak ingin keputusan saya ini membebani kamu dalam konteks apapun." jawabnya, "Tidak usah merasa bersalah ya, lagian saya senang kok bisa menjadi Ayah dari anak kamu nanti." lanjutnya membuat hatiku luluh secara perlahan.

Aku tersenyum samar sambil mengusap perutku. Nak, kamu harus bersyukur karena akan memiliki Ayah sambung yang baik seperti dirinya.

Badanku spontan bergerak mundur saat Nicholas berlutut di hadapanku. Tau apa yang selanjutnya dia lakukan? Dia meraih lututku yang terluka.

"Ini harus segera diobati." ujarnya seraya meraih kotak P3K di atas nakas. Aku hanya bisa terdiam sambil menahan perih saat Nicholas mengobati lukaku dengan begitu hati-hati dan telaten.

"Ekhm!"

Deheman keras dari arah pintu membuat aku dan Nicholas praktis menoleh. Kudapati wajah Sheila yang memandang kami tak suka.

Seakan peka dengan situasi, Nicholas lantas bangkit usai melilit perban di lututku, dia meletakan kotak P3K ke tempat semula.

"Kalau begitu saya pamit ya, sudah malam. Nanti saya datang lagi." katanya, aku mengangguk dengan cepat. Saat aku hendak bangkit, berniat mengantarnya sampai gerbang, Nicholas menatapku dengan alis terangkat.

"Kamu mau ke mana?"

"Nganterin Om sampai depan."

"Nggak perlu, kaki kamu lagi sakit. Mending kamu istirahat, jangan lupa ganti baju dulu sebelum tidur."

Perlahan aku kembali duduk, entah kenapa aku begitu patuh dengan segala perintahnya.

"Ya sudah, Om hati-hati di jalan, ya." pesanku, Nicholas mengangguk singkat lalu beranjak keluar. Dia menyempatkan diri untuk mengangguk sekilas saat melewati Sheila yang masih berdiri di ambang pintu kamarku.

"Lo selingkuh dari Elio?" suara Sheila yang ketus menusuk indra pendengarku.

Rahangku mengeras, "Kakak nggak perlu ikut campur." balasku sinis.

Aku membuang muka saat Sheila berjalan mendekat, dia berdiri tepat di depanku. "Lo gila? Lo beneran selingkuh dari Elio?"

Tanganku terkepal, ada gelora amarah yang perlahan naik saat Sheila lagi-lagi menyebut nama Elio. Meski hubunganku dengan Sheila tidak begitu baik, tapi hanya dia yang tahu kalau selama ini aku pacaran dengan Elio.

Ya, aku dan Sheila bukanlah saudara sedarah. Sheila adalah anak dari istri pertama Papa yang telah meninggal dunia, sementara aku adalah anak dari suami pertama Mama. Papa dan Mama menikah sejak lima tahun lalu, tapi hubunganku dengan Sheila tak pernah baik meski umur kami hanya terpaut dua tahun. Sheila menerima Mama sebagai ibu sambungnya, namun tak pernah menerimaku sebagai saudara tiri.

"Aku dan Elio udah putus. Kami nggak ada hubungan lagi."

Mendengar ucapanku, Sheila nampak terkejut dan menutup mulutnya spontan. "Lo selingkuh sama Om-om? Seriously, Safa?"

Aku mendengus, memilih untuk acuh.

"Elio tahu kalau lo lagi hamil anak selingkuhan lo?"

"Kak, stop! Enggak usah sebut-sebut nama Elio lagi!" amukku menatap Sheila tajam. "Keluar, Kak! Aku mau istirahat!" imbuhku mengusirnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   05. Rumah Baru

    Hari pernikahanku dengan Om Nicho akhirnya tiba. Dia menepati janjinya untuk menggelar pesta pernikahan yang cukup mewah disalah satu Hotel bintang lima yang terletak di Jakarta. Meski acaranya hanya sampai jam 3 sore, namun banyak tamu yang datang memeriahkan acara pernikahan kami.Walaupun pernikahan ini tanpa dilandasi rasa cinta. Tapi bahagia rasanya memakai gaun pengantin impian dan duduk dipelaminan, walau bukan dengan pria yang kuharapkan.Selesai acara, Om Nicho langsung membawaku pulang ke rumahnya. Ya, mulai hari ini aku juga akan tinggal di rumahnya karena status kami yang sudah resmi menjadi suami istri baik dimata agama maupun negara.Aku kira satu bulan sudah cukup untukku mempersiapkan diri menjadi seorang istri. Ternyata rasanya masih berat untuk menerima kenyataan ini. Melihat cincin kawin kami yang melingkar di jari manisku, aku merasakan sebuah tanggungjawab baru yang cukup besar bertumpu di pundakku."Om, apa Elio masih tinggal sama Om?" Setelah setengah perjalanan

    Last Updated : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   01. Garis Dua Merah Muda

    "Gugurin anak itu!"Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka."El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."PLAK!!!Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah."Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa dep

    Last Updated : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   02. Mengemis Tanggungjawab

    Elio menyambut kedatanganku dengan wajah tak suka. Ia bahkan terlihat terpaksa saat menyuruhku untuk masuk ke dalam rumahnya."Bawa mobil sendiri?" tanyanya sambil meletakan segelas air putih dihadapanku.Aku mengangguk pelan, "Iya."Elio manggut-manggut sembari mendudukkan diri di sofa sebrang. "Ada apa datang ke sini?" tanyanya to the point.Bola mataku mengedar, menatapi penjuru ruang tengah rumah Elio yang sunyi dan tak terlihat hawa kehidupan. Selama satu tahun berpacaran, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumahnya. Elio juga jarang bercerita tentang keluarganya. Dalam artian, satu tahun ternyata tidak cukup untukku mengenal kehidupan pemuda itu lebih dalam."Ada apa, Saf?" tanya Elio terdengar jengah tapi menuntut.Pandanganku menutup, tanpa sadar aku memainkan jemari tanganku, merasa cemas. Jujur, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk membicarakannya."Mamaku udah tau, El. Mama udah tau kalau aku hamil." ujarku sedikit bergetar. Kulihat Elio mengusap wajahnya ka

    Last Updated : 2025-05-05
  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   03. "Saya Yang Tanggungjawab"

    Badanku langsung terhuyung, aku meringis saat Papa menjambak rambutku tanpa aba-aba dan menyeretku masuk ke dalam rumah seperti binatang. Aku menangis kencang, meminta bantuan ke Om nya Elio yang berusaha melerai keributan ini. Dia juga sama terkerjutnya ketika melihat Papa yang tanpa hati menyiksa putrinya dijalanan umum."Pah... sakit... lepasss...""Anak nggak berguna! Bisanya bikin malu keluarga!" umpat Papa masih terus menyeretku masuk ke dalam rumah.Tanganku terulur ke depan, menatap Om nya Elio dengan pandangan mengemis kasihan. Demi Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah dijambak sekeras ini. Belum lagi kulit pahaku yang bergesekan dengan aspal saat Papa menyeretku masuk ke dalam. Perih sekali rasanya.BUGH!!!Papa menghempaskan tubuhku dengan kasar hingga wajahku bertubrukan dengan lantai. Detik berikutnya, rasa sakit yang berkali-kali lipat menyerang. Tongkat bisbol itu mendarat sempurna dan tepat dipunggungku yang setengah ronta. Suara jeritan Mama terdengar, aku mendongak dan

    Last Updated : 2025-05-05

Latest chapter

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   05. Rumah Baru

    Hari pernikahanku dengan Om Nicho akhirnya tiba. Dia menepati janjinya untuk menggelar pesta pernikahan yang cukup mewah disalah satu Hotel bintang lima yang terletak di Jakarta. Meski acaranya hanya sampai jam 3 sore, namun banyak tamu yang datang memeriahkan acara pernikahan kami.Walaupun pernikahan ini tanpa dilandasi rasa cinta. Tapi bahagia rasanya memakai gaun pengantin impian dan duduk dipelaminan, walau bukan dengan pria yang kuharapkan.Selesai acara, Om Nicho langsung membawaku pulang ke rumahnya. Ya, mulai hari ini aku juga akan tinggal di rumahnya karena status kami yang sudah resmi menjadi suami istri baik dimata agama maupun negara.Aku kira satu bulan sudah cukup untukku mempersiapkan diri menjadi seorang istri. Ternyata rasanya masih berat untuk menerima kenyataan ini. Melihat cincin kawin kami yang melingkar di jari manisku, aku merasakan sebuah tanggungjawab baru yang cukup besar bertumpu di pundakku."Om, apa Elio masih tinggal sama Om?" Setelah setengah perjalanan

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   04. Nicholas Bachtiar

    "Nama saya Nicholas Bachtiar,"Aku terdiam sambil terus mendengarkan percakapan Om nya Elio yang bernama Nicholas Bachtiar itu. Sesekali aku tersentak samar saat mengetahui fakta-fakta tentang dirinya yang mengejutkanku. Penampilannya sih memang sudah dewasa, tapi ternyata umurnya lebih tua dari penampilannya. Dia berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.Yang paling penting, dia dijamin masih lajang! Ya, tidak mungkin pria beristri menawarkan diri untuk menikahiku.Ya, diumurnya yang sudah dipertengahan kepala tiga, aku cukup kaget sebab dia masih mempertahankan status singlenya. Entah setebal apa telinganya karena pasti sudah sering mendengar pertanyaan menyebalkan seperti, 'kapan menikah?'Selain itu, Nicholas juga menyombongkan diri karena memiliki latar belakang keluarga yang terpandang. Dia adalah cucu dari seorang mantan Politikus, dan nyatanya hal itu membuat Papa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Sepertinya Nicholas sengaja memamerkan kekayaannya agar

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   03. "Saya Yang Tanggungjawab"

    Badanku langsung terhuyung, aku meringis saat Papa menjambak rambutku tanpa aba-aba dan menyeretku masuk ke dalam rumah seperti binatang. Aku menangis kencang, meminta bantuan ke Om nya Elio yang berusaha melerai keributan ini. Dia juga sama terkerjutnya ketika melihat Papa yang tanpa hati menyiksa putrinya dijalanan umum."Pah... sakit... lepasss...""Anak nggak berguna! Bisanya bikin malu keluarga!" umpat Papa masih terus menyeretku masuk ke dalam rumah.Tanganku terulur ke depan, menatap Om nya Elio dengan pandangan mengemis kasihan. Demi Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah dijambak sekeras ini. Belum lagi kulit pahaku yang bergesekan dengan aspal saat Papa menyeretku masuk ke dalam. Perih sekali rasanya.BUGH!!!Papa menghempaskan tubuhku dengan kasar hingga wajahku bertubrukan dengan lantai. Detik berikutnya, rasa sakit yang berkali-kali lipat menyerang. Tongkat bisbol itu mendarat sempurna dan tepat dipunggungku yang setengah ronta. Suara jeritan Mama terdengar, aku mendongak dan

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   02. Mengemis Tanggungjawab

    Elio menyambut kedatanganku dengan wajah tak suka. Ia bahkan terlihat terpaksa saat menyuruhku untuk masuk ke dalam rumahnya."Bawa mobil sendiri?" tanyanya sambil meletakan segelas air putih dihadapanku.Aku mengangguk pelan, "Iya."Elio manggut-manggut sembari mendudukkan diri di sofa sebrang. "Ada apa datang ke sini?" tanyanya to the point.Bola mataku mengedar, menatapi penjuru ruang tengah rumah Elio yang sunyi dan tak terlihat hawa kehidupan. Selama satu tahun berpacaran, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumahnya. Elio juga jarang bercerita tentang keluarganya. Dalam artian, satu tahun ternyata tidak cukup untukku mengenal kehidupan pemuda itu lebih dalam."Ada apa, Saf?" tanya Elio terdengar jengah tapi menuntut.Pandanganku menutup, tanpa sadar aku memainkan jemari tanganku, merasa cemas. Jujur, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk membicarakannya."Mamaku udah tau, El. Mama udah tau kalau aku hamil." ujarku sedikit bergetar. Kulihat Elio mengusap wajahnya ka

  • Mendadak Dinikahi Dokter Duda   01. Garis Dua Merah Muda

    "Gugurin anak itu!"Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka."El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."PLAK!!!Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah."Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa dep

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status