Mendadak Dinikahi Dokter Duda

Mendadak Dinikahi Dokter Duda

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Oleh:  from_decemberBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
5Bab
16Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Safalea harus mengubur mimpi-mimpinya tatkala mengetahui bahwa dirinya tengah berbadan dua. Sialnya, sang pacar, Elio, tidak mau bertanggungjawab dan pergi ke Australia untuk melanjutkan studinya disana. Karena kesalahpahaman keluarganya, Safalea harus menerima lamaran dadakan dari Nicholas, pamannya Elio, yang diduga keluarganya adalah pria yang telah membuatnya hamil. Seumur hidupnya, Safa tidak pernah menduga kalau dia akan menjalani bahtera rumah tangga dengan pria yang sama sekali tidak dia cinta. Terlebih Nicholas masih amat begitu mencintai mendiang istrinya. Namun, ketika bibit cinta itu tumbuh, Safalea mengetahui rahasia Nicholas yang membuatnya mengajukan talak perceraian. Apakah Nicholas akan berjuang untuk mempertahankan rumah tangga mereka? atau memang dia tidak pernah cinta dengan Safalea karena mendiang sang istri masih bertahta dihatinya sampai kapanpun.

Lihat lebih banyak

Bab 1

01. Garis Dua Merah Muda

"Gugurin anak itu!"

Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka.

"El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.

Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."

PLAK!!!

Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.

Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah.

"Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa depan kamu, El?!" dengan lantang aku bertanya.

Samar Elio berdecih, "Bayi kita?" ulangnya dengan nada tak suka. "Dia bahkan belum terbentuk sempurna, Saf. Dia masih segumpal daging yang nggak sengaja dikasih nyawa karena kecerobohan aku!" balasnya kejam.

Aku kembali terisak. Semua umpatan dikepalaku bahkan tidak cukup hina untuk aku ucapkan ke manusia laknat dihadapanku saat ini.

Tidak sengaja dikasih nyawa katanya? Aku yakin, setan yang mendengarnya pun merasa minder karena kalah jahatnya dengan Elio. Aku tidak pernah menduga kalau kekasihku yang selama ini berprilaku baik dan selalu memperlakukan seperti Ratu ternyata memiliki kepribadian yang selevel dengan iblis.

Tangan Elio merengkuh pundakku lagi, kali ini lebih lembut dari sebelumnya. "Saf, tolong pikirkan masa depan aku..."

"Terus gimana sama masa depan aku, El?! Kamu kira hanya kamu saja yang punya ambisi untuk mengejar mimpi?!"

"Maka dari itu aku suruh kamu gugurin anak itu. Hanya itu jalan keluar satu-satunya untuk kita berdua, Saf. Demi kamu dan aku." katanya terus memohon. "Menjadi orang tua itu nggak gampang, Saf. Kita bakal merawat, mengarahkan dan membimbing manusia yang masa depannya ada di tangan kita berdua. Kalau kita salah arahan, kita bakal ngehancurin masa depan anak kita." imbuh Elio masih berusaha mencuci otakku untuk sepemikiran dengan isi kepalanya yang kosong itu.

Aku masih menunduk dalam. Memikirkan jalan keluar yang lain tanpa mengikuti saran dari Elio yang sudah pasti salah besar.

"Saf, melahirkan anak itu hanya menghancurkan masa depan kita berdua."

PLAK!!!

Ku lampiaskan kembali semua amarahku lewat tamparan yang renyah itu. "Brengsek!" umpatku lalu pergi meninggalkan Elio yang terdiam memegangi pipinya yang habis aku tampar.

Aku menyetir mobil menuju arah pulang dengan air mata yang terus bercucuran sepanjang jalan. Tidak pernah aku merasakan perasaan yang lebih hancur dari pada yang kurasakan saat ini.

Aku hamil, dan pacarku tidak mau bertanggungjawab.

Menyesal? Apa perlu hal itu dipertanyakan?

Bingung? Jelas. Aku mengkhawatirkan nasib anakku ke depannya.

Takut? Rasa itu sudah datang sejak malam di mana aku dan Elio melakukannya. Dan hal yang aku takuti itu terjadi.

Oh sial!

Namaku Safalea Adreena. Aku dan Elio berpacaran sejak satu tahun lalu. Seperti pasangan muda pada umumnya, kami sangat bahagia dalam menjalani hubungan ini, tidak pernah ada masalah sampai akhirnya testpack yang habis kugunakan menunjukkan dua garis merah muda. Itu tandanya aku positif mengandung anak Elio.

Entah ini harus kusebut sebagai bencana atau berkah. Memang diberi keturunan itu sebuah anugerah dari Tuhan, tapi kalau terjadi di luar pernikahan bukankah hanya akan menjadi aib keluarga?

Ya, yang aku tahu begitu. Tapi, serumit apapun masalah ini. Aku tidak akan membuang calon anakku sendiri, seperti perintah Elio, sih brengsek tengik itu!

Aku tahu kami masih terlalu muda untuk menjadi orang tua, seperti tadi yang Elio katakan. Memang menjadi orang tua bukan hal yang gampang, tapi bukan berarti kami harus menolak kehadirannya, kan? Meski belum lahir ke dunia, tapi dia sudah hidup di dalam perutku.

Sama seperti Elio, aku pun memiliki mimpi, aku sudah menyusun rencana untuk masa depanku kelak. Meski tidak berkuliah di luar negeri, tapi aku sudah membayangkan bagaimana menyenangkannya masa perkuliahan ku nanti. Sayangnya, itu semua harus ku kubur dalam-dalam. Kurelakan semua impian itu demi melahirkan darah dagingku. Tidak apa-apa, sepertinya menjadi ibu muda juga tidak kalah menariknya dari menjadi anak kuliahan.

Aku menghapus air mataku, ya, tidak apa-apa. Aku akan besarkan anak ini walau hanya seorang diri.

* * *

"Apa ini Safa?!"

Mampus! Tubuhku seketika membeku saat melihat Mama menunjukkan testpack bekas pakai di tangannya.

Aku masih terdiam saat Mama berjalan mendekat ke arahku, sepasang matanya yang dihiasi bulu mata palsu itu membidik ku penuh gelora amarah.

"Ini punya kamu, kan? Bibi yang nemuin ini di keranjang pakaian kotor kamu." suara Mama berbisik, namun mengandung kekesalan mendalam.

"JAWAB MAMA, SAFA!" lanjutnya membentak. Suaranya yang keras menggema di ruang kamarku dan membuatku tersentak kaget.

Pundakku mulai bergetar, tatapan mata serta gestur badan Mama yang berdiri tepat di hadapanku membuatku ketakutan dan merasa terintimidasi. Tidak pernah aku melihat Mama semarah ini.

Tidak ada gunanya berbohong. Toh, lambat laun semua akan ketahuan juga. Maka dari itu dengan ragu dan diiringi rasa takut kepalaku mengangguk.

PLAK!!!

Wajahku terhempas bersamaan dengan rasa perih yang menjalar di pipi kiriku. Rasa anyir meresap dimulutku, ah ternyata sudut bibirku berdarah.

"Astaga, Safa..." kulihat Mama memegangi kepalanya, ia menghembuskan napas panjang dengan raut wajah yang terlihat frustrasi dan kebingungan menjadi satu.

"Maaf, Ma..." Aku melirih sesal tanpa air mata.

"Apa yang kamu pikirkan, Safa??? Kamu kira menjadi ibu itu gampang?" suara Mama turun satu oktaf, aku mendongak dan mendapati sepasang matanya yang menatapku berlinang.

Pandangannya mengabur, ikut larut dalam kesedihan yang Mama rasakan.

"Mama tahu kamu suka sekali sama anak kecil, tapi ini belum waktunya untuk kamu memiliki anak. Kamu masih sangat muda, sayang..." pancar kemarahan menghilang dari wajah Mama, tergantikan dengan mimik kekecewaan yang membuatku semakin menyesali perbuatanku malam itu.

"Maafin Safa, Ma..." air mataku akhirnya runtuh, aku menghambur kepelukan Mama dan menumpahkan tangisanku di sana.

"Siapa ayahnya?" tanya Mama dingin. Mama bahkan tidak membalas pelukanku dan membuatku menarik diri.

Aku menunduk dengan wajah takut. Jelas aku ragu untuk memberitahu ke Mama setelah melihat bagaimana reaksi Elio kemarin. Jelas Elio akan lari dari tanggungjawab, kan?

"Pacar aku, Ma." Tapi aku tidak memiliki pilihan lain. Mau tak mau, Elio memang harus bertanggungjawab atas benihnya.

"Kamu punya pacar?" wajah Mama tampak terkejut. Selama ini Mama dan Papa memang tidak pernah tahu kalau aku memiliki pacar pertamaku.

"Bawa pacar kamu ke sini, dia harus tanggung awab bagaimana pun caranya. Kalau bisa dalam waktu dekat ini suruh dia bawa keluarganya untuk melamar kamu. Kalian harus segera dinikahkan."

Menikah? Aku seratus persen yakin Elio tidak akan setuju dengan permintaan Mama. Cowok itu bahkan memintaku untuk melakukan aborsi dan berniat lari dari tanggungjawabnya.

Ya Tuhan.., aku harus bagaimana?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
5 Bab
01. Garis Dua Merah Muda
"Gugurin anak itu!"Jantungku mencolos mendengar penuturan tersirat pemaksaan itu. Dalam hitungan detik bola mataku berlinang, beradu tajam dengan manik legam milik Elio yang berkabut murka."El..." aku menahan isak. Tidak sanggup ingin mengurai kata lewat bibirku yang perlahan bergetar. Ucapan Elio barusan cukup membuatku paham kalau kehamilanku jelas tidak diharapkan. Well, jelas tidak diharapkan karena kami baru saja lulus sekolah.Kurasakan cengkraman jemari Elio di kedua pundak lesuhku, "Kita baru lulus SMA, Saf. Kamu tahu kan kalau aku sudah keterima kuliah di Aussie? Itu impian aku, masa depan aku."PLAK!!!Perkataan itu berhasil menyentil amarahku. Dengan secepat kilat dan spontan tanganku terangkat, mendarat mulus di pipi kanan Elio dan meninggalkan jejak kemerahan di sana.Wajah Elio yang semula terhempas perlahan kembali menoleh ke arahku, rahangnya mengetat, obsidiannya menajam dan penuh kabut amarah yang kental. Dia marah."Apa aku dan bayi kita bukan bagian dari masa dep
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Baca selengkapnya
02. Mengemis Tanggungjawab
Elio menyambut kedatanganku dengan wajah tak suka. Ia bahkan terlihat terpaksa saat menyuruhku untuk masuk ke dalam rumahnya."Bawa mobil sendiri?" tanyanya sambil meletakan segelas air putih dihadapanku.Aku mengangguk pelan, "Iya."Elio manggut-manggut sembari mendudukkan diri di sofa sebrang. "Ada apa datang ke sini?" tanyanya to the point.Bola mataku mengedar, menatapi penjuru ruang tengah rumah Elio yang sunyi dan tak terlihat hawa kehidupan. Selama satu tahun berpacaran, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumahnya. Elio juga jarang bercerita tentang keluarganya. Dalam artian, satu tahun ternyata tidak cukup untukku mengenal kehidupan pemuda itu lebih dalam."Ada apa, Saf?" tanya Elio terdengar jengah tapi menuntut.Pandanganku menutup, tanpa sadar aku memainkan jemari tanganku, merasa cemas. Jujur, aku tidak tahu harus mulai dari mana untuk membicarakannya."Mamaku udah tau, El. Mama udah tau kalau aku hamil." ujarku sedikit bergetar. Kulihat Elio mengusap wajahnya ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Baca selengkapnya
03. "Saya Yang Tanggungjawab"
Badanku langsung terhuyung, aku meringis saat Papa menjambak rambutku tanpa aba-aba dan menyeretku masuk ke dalam rumah seperti binatang. Aku menangis kencang, meminta bantuan ke Om nya Elio yang berusaha melerai keributan ini. Dia juga sama terkerjutnya ketika melihat Papa yang tanpa hati menyiksa putrinya dijalanan umum."Pah... sakit... lepasss...""Anak nggak berguna! Bisanya bikin malu keluarga!" umpat Papa masih terus menyeretku masuk ke dalam rumah.Tanganku terulur ke depan, menatap Om nya Elio dengan pandangan mengemis kasihan. Demi Tuhan, kepalaku rasanya mau pecah dijambak sekeras ini. Belum lagi kulit pahaku yang bergesekan dengan aspal saat Papa menyeretku masuk ke dalam. Perih sekali rasanya.BUGH!!!Papa menghempaskan tubuhku dengan kasar hingga wajahku bertubrukan dengan lantai. Detik berikutnya, rasa sakit yang berkali-kali lipat menyerang. Tongkat bisbol itu mendarat sempurna dan tepat dipunggungku yang setengah ronta. Suara jeritan Mama terdengar, aku mendongak dan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Baca selengkapnya
04. Nicholas Bachtiar
"Nama saya Nicholas Bachtiar,"Aku terdiam sambil terus mendengarkan percakapan Om nya Elio yang bernama Nicholas Bachtiar itu. Sesekali aku tersentak samar saat mengetahui fakta-fakta tentang dirinya yang mengejutkanku. Penampilannya sih memang sudah dewasa, tapi ternyata umurnya lebih tua dari penampilannya. Dia berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai Dokter Spesialis Anak.Yang paling penting, dia dijamin masih lajang! Ya, tidak mungkin pria beristri menawarkan diri untuk menikahiku.Ya, diumurnya yang sudah dipertengahan kepala tiga, aku cukup kaget sebab dia masih mempertahankan status singlenya. Entah setebal apa telinganya karena pasti sudah sering mendengar pertanyaan menyebalkan seperti, 'kapan menikah?'Selain itu, Nicholas juga menyombongkan diri karena memiliki latar belakang keluarga yang terpandang. Dia adalah cucu dari seorang mantan Politikus, dan nyatanya hal itu membuat Papa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Sepertinya Nicholas sengaja memamerkan kekayaannya agar
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Baca selengkapnya
05. Rumah Baru
Hari pernikahanku dengan Om Nicho akhirnya tiba. Dia menepati janjinya untuk menggelar pesta pernikahan yang cukup mewah disalah satu Hotel bintang lima yang terletak di Jakarta. Meski acaranya hanya sampai jam 3 sore, namun banyak tamu yang datang memeriahkan acara pernikahan kami.Walaupun pernikahan ini tanpa dilandasi rasa cinta. Tapi bahagia rasanya memakai gaun pengantin impian dan duduk dipelaminan, walau bukan dengan pria yang kuharapkan.Selesai acara, Om Nicho langsung membawaku pulang ke rumahnya. Ya, mulai hari ini aku juga akan tinggal di rumahnya karena status kami yang sudah resmi menjadi suami istri baik dimata agama maupun negara.Aku kira satu bulan sudah cukup untukku mempersiapkan diri menjadi seorang istri. Ternyata rasanya masih berat untuk menerima kenyataan ini. Melihat cincin kawin kami yang melingkar di jari manisku, aku merasakan sebuah tanggungjawab baru yang cukup besar bertumpu di pundakku."Om, apa Elio masih tinggal sama Om?" Setelah setengah perjalanan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-05
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status