Sepasang obsidian paruh baya itu terheran melihat siapa Pria yang telah masuk dalam masalah mereka.
Namun tidak untuk Hanisa, karena wanita itu pernah berurusan langsung dengan si pria, jadi wajar saja ia mengenali orang itu meskipun tidak tahu namannya.
Ya, siapa lagi kalau bukan Ducan Alexan pemilik toko barang maha itu.
Terkejut dan berfikir mengapa Pria itu bisa di sini. Tentunya itu menjadi pertanyaan bagi Hanisa, karena tidak mungkin Pria seperti itu datang ke arah perumahannya yang kecil bersama dengan para pengawal dan sekretarisnya."Siapa kau? Berani sekali masuk dalam urusanku!" ucap Juragan itu menunjuknya, "Kau tidak tahu siapa aku!" katanya lagi."Aku tidak peduli siapa kau tapi yang pasti jangan berani menganggu mereka lagi dan jauhi mereka!" tegasnya menatap tajam pria itu."Enak saja, mereka sudah berhutang padaku dan tidak mampu membayarnya jadi sebagai gantinya wanita itu harus menikahiku!" Menunjuk Harumi."Tapi kita sudah sepakat untuk membayarnya Minggu depan namun Anda melanggarnya," ucap Hanisa."Aku sudah memberi banyak waktu untuk kalian, apakah salah jika aku melanggarnya, sejak awal harusnya aku melecehkannya!"Bukk....Suara pukulan yang dilakukan Ducan, mendarat tepat di wajah si Juragan. Kesalnya, sebab si Juragan telah berani melecehkan Harumi. Ibu Hanisa lewat kata-katanya."Saat ini, mungkin hanya bibirmu yang berdarah, tapi jika lain kali kau menganggu mereka lagi akan kupastikan ususmu pindah ke jantungmu!" tegas Ducan.
Sedangkan si empunya bibir sibuk mengusapi bibirnya yang berdarah, disertai dengan tangannya yang menyentuh tubuh area jantung dan ususnya kala mendengar ucapan Ducan dengan ngerinya."Aku tidak akan mengganggu mereka lagi asalkan mereka bisa membayar utangnya!""Akan saya bayar semua utang-utang mereka, berapa?""100 juta!" Juragan yang masih menyentuh bibirnya yang berdarah.Mendengar itu Ducan lantas memandang ke arah sekretaris, intrupsi seakan si sekretaris tahu maksud si tuan. Sigap ia pun mengambil sebuah koper berwarna hitam kilat itu, diberikan kepada si Juragan yang ternyata berisi sejumlah uang yang telah dikatakan tadi."Aku sudah memberimu apa yang kau minta. Sesuai janji jangan pernah menyentuh ataupun datang di hadapan mereka, kau mengerti?""Baik, saya janji," setelah itu pergi meninggalkan kerumunan dengan beberapa orang di depan rumah Hanisa.Sedangkan itu Ducan yang kembali mengalihkan pandangannya pada si wanita yang telah memandangnya lebih dulu, lalu menarik tangan si wanita yaitu Hanisa. Menarik jauh sehingga di antara mereka yang di situ tidak tahu apa yang pria dan wanita itu bicarakan.Namun jelas saja kalau ekspresi di antara keduanya tidak enak untuk dipandang."Lepaskan! Jangan hanya karena kau telah membayar utangku kau bisa semena-mena padaku!" Hanisa yang kesal, Pria di depannya ini sangat menyebalkan bahkan lebih menyebalkan dari pada pertemuan pertamanya.
"Aku juga tidak minta untuk kau membayar utang-utangku, itu kemauanmu. Bukan urusanku!"Meninggalkan Ducan namun langsung ditarik sang Pria sehingga tubuh mereka hampir bersentuhan, kini Hanisa yang setinggi dada Ducan terdiam melihat Ducan yang mencoba menyamai tingginya dengan si wanita.
"Aku datang memang bukan untuk membayar hutangmu. Melainkan menuntut dirimu," ucap Ducan setelah berhasil menyamakan tinggi badannya dengan wanita itu."Utang? Maksudmu?" terbelalak Hanisa setelah melihat wajah Ducan yang sangat dekat dengannya ditambah dengan ucapan si CEO, hal itu semakin membuatnya terbelalak."Jangan lupa kau telah mencuri barangku dan merusaknya.""Sudah aku bilang aku tidak mencurinya, harus berapa kali aku katakan! Bukankah juga saat itu CCTV-nya rusak, lantas kenapa kau menuduhku!""Baiklah. Anggap saja CCTV-nya rusak dan kau tidak mencurinya, lalu ini," melemparkan sebuah benda pada wanita itu setelah memperbaiki postur tubuhnya.Sementara wanita itu melihat benda yang telah dilempar si Pria yang tak lain adalah sebuah benda yang menjadi permasalahan mereka kemarin, dan terbelalak melihat benda kecil itu sudah tidak berada pada posisinya semula, yaitu rusak.Kini kaki yang tadinya empat sekarang malah menjadi tiga, "I....ini kenapa?" ucap Hanisa heran."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, itu kenapa? Kenapa kucing yang seharusnya berkaki empat sekarang malah berkaki tiga, kenapa? Kau gigit?""Maksudmu aku yang membuat benda ini seperti ini?" menunjuk si benda yang berbentuk kucing itu kepada Ducan sehingga ia agak sedikit gemas melihat tingkah dan ekspresi wajah wanita itu."Ia siapa lagi, orang yang terakhir menyentuh kucing itu sudah jelas kau, maka sudah dipastikan itu karena kau.""Bu.... bukan aku, sudah jelas bukan aku, bahkan setelah benda itu ditemukan di dalam tasku, aku tidak menyentuhnya. Kau sendiri pun sudah melihatnya.""Jadi kau pikir aku yang merusaknya dan berusaha menjebakmu. Kau pikir ini sinetron!" tegasnya. Bukan Ducan namanya kalau tidak ketus dan menatap tajam orang lain.Hanisa yang tak bisa menjawab ucapan Ducan hanya bisa terdiam mencari solusi di pikirannya, "La.... lalu bagaimana.""Bagaimana lagi, kau harus ganti rugi!""Ganti rugi," gumamnya, "sedangkan membayar utang saja aku sulit, apa lagi membayar itu," batinnya."Memangnya berapa. Harga yang harus kubayar untuk itu?""1 Milyar!""1 Miliar!""Sa... Satu miliar," ucapnya. "Yang benar saja," gumamnya, memiringkan kepala seakan tidak percaya, mengapa patung sekecil itu bisa semahal itu."Yang benar saja, apa kau berusaha memerasku?" melihat Ducan tidak percaya."Apa kau pikir, aku penipu yang berusaha menipu orang miskin sepertimu! Kalau memang begitu, aku tidak akan membayar utangmu."Seketika Hanisa terdiam mendengar itu. Sedangkan si Pria kembali melihat si wanita dengan ekspresi yang jelas saja di mengerti semua orang. "Kenapa? Tidak sanggup bayar?" ucap Ducan melirik ke arah wanita itu.Sedangkan yang dilirik tidak bergeming sedikit pun, menggaruk kening yang tidak terasa gatal."Baiklah. Aku tahu orang sepertimu tidak akan sanggup membayarnya, karena itu aku punya dua saran?" Melirik licik "Saran?" Hanisa yang penasaran akan saran yang dipikirnya mungkin lebih baik daripada membayar utangnya, "saran apa?""Sarannya. Kau tidak perlu repot membayar utangmu padaku asal, kau mau menikah denganku," seketika ek
"Aku setuju untuk menikah denganmu," ucap Hanisa setelah memikirkan keputusannya selama dua hari, lalu datang ke kantor Ducan."Apa kau sudah memikirkannya dengan baik?" tanya Ducan sambil menatap Hanisa.Menganggukkan kepalanya, "Aku sudah memikirkannya. Mungkin lebih baik aku menderita daripada harus melihat Ibu ku tersakiti," ucap Hanisa."Bagus," kata Ducan sambil melempar sebuah map panjang berwarna hitam, "kita akan menikah besok.""HAH!" terkejutnya karena tidak menyangka akan secepat itu, "Kupikir akan ada pengenalan dulu," batinnya sambil menatap Ducan dengan heran."Kenapa kau menatapku? Tidak jadi mau menikah?" tegas Ducan."Ee... Tidak, aku siap," jawabnya sambil berusaha menegaskan dirinya, "Galak!" gumamnya kecil sambil melirik Ducan."Ayo.""Kemana?" tanyanya penasaran, karena tiba-tiba saja si pria yang terlihat fokus pada ponsel genggamnya, kini membuatnya tersentak dengan ajakan itu."Ke fitting baju," jawab Ducan sambil mengalihkan perhatiannya pada Hanisa, yang ter
Keesokan harinya, seperti yang telah diberitahukan oleh Ducan, bahwa kini keduanya akan menikah pada tanggal dan waktu yang sudah ditetapkan oleh Ducan, dengan tamu dan semua urusan pernikahan yang telah dipercayakannya kepada Ajudan terbaik yang selama ini bersamanya, yaitu Tony."Selamat pagi, hadirin yang terkasih. Kita berkumpul di hadapan Tuhan dan di hadapan satu sama lain untuk menyaksikan ikatan suci antara Ducan Alexan dan Hanisa Mila," ucap seorang pendeta yang kini menjadi saksi pernikahan mereka beserta keluarga terdekat saja."Ducan Alexan, apakah engkau bersedia mengambil Hanisa Mila jadi istrimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam suka dan duka, dalam kesehatan dan sakit, selama keduamu hidup?""Ya, saya bersedia.""Hanisa Mila, apakah engkau bersedia mengambil Ducan Alexan menjadi suamimu, untuk mencintai dan menghormatinya, dalam suka dan duka, dalam kesehatan dan sakit, selama keduamu hidup?" kata pendeta lagi."Ya, saya bersedia.""Dengan persetujuan kalian be
Setelah menghabiskan waktu di rumah seharian, wanita yang sibuk dengan ponselnya tiba-tiba ponsel itu berdering.*Bipzzz*"Hallo," mengangkat telepon itu tanpa tahu yang menelpon."Hallo, Hanisa. Kamu apa kabar, sayang?" ucap si wanita dalam telepon yang tak lain adalah ibunya, Harumi."Ibuk," senangnya meskipun baru sehari ia meninggalkan rumah tapi rasa rindu terhadap ibunya sudah sangat dalam, "ibu apa kabarnya?" senyum yang menghiasi wajahnya."Ibu baik, kamu gimana sekarang? Lagi ngapain?""Aku baik, Bu. Aku juga lagi nggak ngapa-ngapain makanya rada bosan," ucapnya. "Ibu di mana sekarang?""Ibu lagi di rumah, lagi beres-beres.""Beres-beres, tapi kok kedengarannya rame?" penasarannya."Oh iya, ibu lupa kasih tahu kamu kalau sekarang ibu sudah pindah. Ducan meminta ibu untuk tinggal di rumah yang dia belikan," ucap si ibu. "Sebelumnya ibu juga sudah menolak tapi dia memaksa sekretarisnya untuk membawa ibu.""Paksa? Ibu diseret?" lagi-lagi penasarannya."Bukan, sebenarnya sehabis
"Ini memang salahku, seharusnya aku tidak mengatakan itu," frustasinya.Di sisi lain, pria yang saat ini dalam kondisi mood yang tidak baik terus marah-marah pada semua karyawannya.Sampai sekretaris yang melihat itu merasa tidak biasa dengan tingkah si tuan. Meskipun tuannya itu adalah seorang pemarah, arogan, dan kasar.Tapi si tuan bahkan tidak pernah bertindak seperti itu sebelumnya, meski dalam masalah sekalipun."Permisi, tuan. Apakah ada hal yang bisa saya bantu?" ucap Tony. "Apa yang terjadi? Tampaknya Anda dalam masalah besar," tanyanya lagi."Tidak apa-apa, kau bisa melanjutkan pekerjaanmu," ucapnya tanpa melihat sekretaris dan hanya fokus pada laptop di depannya dengan serius."Baiklah, tuan. Tapi jika Anda dalam masalah dan ingin bercerita, saya selalu siap mendengarkan," ucapnya lagi lalu meninggalkan ruangan setelah melirik tuannya yang terlihat kesal.Di sisi lain, saat Hanisa yang frustasi memikirkan ucapannya dengan mencari solusi, Duncan yang tak henti kesal terus me
"Aku minta maaf," ucap wanita itu lagi melirik si pria, "apa kau masih marah padaku?""Kenapa aku harus marah padamu? Bukankah kita menikah karena syaratku,""Tapi aku menamparmu?" ucapnya mengernyit mengingat kejadian lalu."Karena itu. Jangan lakukan itu lagi, aku paling benci disentuh terutama tikus sepertimu," ucapnya.Kemudian melangkahkan kakinya, menuju kamar mandi berniat membersihkan diri.Sedangkan yang mendengar, merasa sedikit kesal mendengar kata tikus yang selalu diucapkan pria menyebalkan itu.Tapi mau bagaimana lagi, marah juga kan baru minta maaf. Ia pun tidak ingin mengambil pusing lalu mengambil laptop yang tak jauh darinya.Namun, setelah beberapa menit ia memainkan sang laptop. Tiba-tiba wanita itu tertegun melihat sosok pria di depannya.Keluar dari kamar mandi dengan pesonanya yang lagi-lagi menjerat wanita itu.Bagaimana tidak, rambut yang basah, matanya yang tajam, hidung yang mancung. Dibasahi oleh tetesan rambut itu.Bahkan garis rahang yang tajam itu, semaki
"Aaa," teriaknya, "diterima kerja, diterima kerja," ucap wanita itu lagi yang tak lain adalah Hanisa.Saking senangnya wanita itu bahkan berdiri dari posisinya lalu menari-nari diruangan itu, yang mana adalah kamar mereka.Tok tok *(suara ketukan pintu)*"Diterima kerja, diterima kerja," ucap wanita itu lagi tidak mendengar ketukan pelan pintu itu.Tok, tok *(ketukan pintu itu lagi sedikit keras namun masih dihiraukan)*"Diterima kerja, diterima kerja," ucapnya lagi, sakin senangnya wanita itu tak melihat kini pria yang menurutnya menyebalkan ada di ambang pintu yang ternyata terbuka.Namun wanita itu tidak mengetahui kehadirannya, sedikit membuatnya jengkel.Apa dia tidak malu, menari-nari di ruangan pintu yang terbuka, bagaimana jika ada yang melihatnya?Mungkin seperti itulah kurang lebih yang ada di pikiran Ducan terhadap wanita yang kini menari-nari didepannya.Tanpa tahu kehadirannya."Diterima kerja, diterima kerja," katanya lagi sambil menari-nari.PRAkkkKesal pria itu, memuk
"Terima kasih, Pak. Saya tidak akan mengecewakan Anda," senyumnya.Setelah wanita itu keluar dari ruangan si pria, yang menjadi bosnya.Akhirnya, wanita itu dituntun seorang wanita di depannya menuju ruangan yang akan ditempatinya."Sampai. Sekarang ini adalah ruanganmu. Selamat bergabung di perusahaan ini, Hanisa. Good luck," kata wanita itu. "Perkenalkan, namaku Rachel. Aku bekerja di perusahaan ini sudah 5 tahun. Jika kamu butuh sesuatu, kamu bisa bertanya padaku," ucap wanita itu lagi."Terima kasih, Rachel. Senang bertemu denganmu," senyumnya."Hufff. Aku sangat gugup. Tidak menyangka akhirnya aku bisa mendapat posisi dan pekerjaan ini," ucap Hanisa setelah wanita yang bernama Rachel tadi meninggalkan ruangannya.Hingga waktu terus berjalan, akhirnya wanita itu telah menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang tidak sadar bahwa hari semakin larut.Saking gilanya bekerja. Wanita itu dengan segera meninggalkan ruangannya.Yang kini berharap sebuah taksi untuk dinaikinya. Namun menging