Share

Mendadak Dinikahi Sang CEO
Mendadak Dinikahi Sang CEO
Author: Youmee

Utang 100 Juta

"Capek banget...."

Hanisa mengeluh setelah setengah hari mencari pekerjaan, namun belum membuahkan hasil. Padahal, sudah seminggu dia mencari kerja.

Semua ini karena ia harus melunasi utang 100 juta milik ibunya, atau ibunya akan dipaksa menikah oleh seorang pria yang ternyata diam-diam memperhatikan Harumi dengan genit.

Pria genit yang dari dulu sudah mengincar Harumi ini, adalah seorang Juragan kaya. Dengan alasan memberikan pinjaman padanya, ia bermaksud menikahi Harumi Ibu Hanisa, jika tidak mampu membayarnya.

Namun niat buruk sang Juragan tidak diketahui dirinya sehingga saat ia menerima pinjaman dengan sebuah syarat pun tidak masalah, karena pikirnya syarat yang akan diberi paling adalah bunga yang sangat tinggi.

"Ke mana lagi ya?" ucap Hanisa sambil memperhatikan sekelilingnya.

Sejak ayahnya meninggal karena kecelakaan di masa lalu, keduanya harus hidup dengan berkelimpahan utang. Perjuangan ibunya yang ingin menyekolahkan Hanisa di pendidikan yang tinggi, terpaksa harus meminjam dari seorang juragan yang bernama Hengki.

Lagi mencari-cari, Hanisa melihat toko barang mewah di seberang jalan yang tampaknya cocok untuk melamar kerja. Dengan semangat, ia pun menghampiri toko tersebut dan segera memasukinya.

"Wow, besar dan mewah," kagumnya.

Ia memperhatikan setiap detail ruangan beserta isinya yang dipenuhi berbagai macam benda besar dan kecil. Hingga salah satu yang paling menyilaukan di situ mengenai matanya, tapi tidak segera dilihatnya.

"Ini pasti sangat mahal," gumamnya kagum pada Gucci besar tidak jauh dari pintu masuk untuk kedua kalinya.

Sampai pada reaksi ketiga kalinya, cahaya benda kecil berwarna gold itu masih mengenai matanya, meski berada dalam jarak yang cukup jauh darinya. Dengan penasaran ia pun berjalan menghampiri benda kecil itu.

"Ternyata kamu. Kau sangat kecil tapi mengapa sangat menyilaukanku," ucapnya seorang diri, seraya memberikan senyum pada benda kecil di depannya.

Sampai pada beberapa detik ia baru menyadari bahwa kehadirannya di situ adalah untuk melamar kerja dan bukan, menikmati keindahan di dalamnya.

Lalu kembali menaruh benda kecil berwarna gold itu pada tempatnya.

Belum berapa jauh ia melangkah tiba-tiba sebuah alarm berbunyi, ia terkejut selain karena bunyi alarm itu tapi juga beberapa orang pria berbadan tinggi besar datang menghampirinya dan tiga orang wanita lengkap seragam putih rok hitam, sepertinya mereka adalah pegawai di toko besar dan mewah itu.

"Apa-apaan ini? Apa yang kalian lakukan," ucap Hanisa saat pria berbadan tinggi besar menarik tas yang di sandangnya.

Namun pertanyaan itu tidak dijawab oleh beberapa orang yang menghadang dirinya. Dan tiba-tiba seorang pria berbadan tinggi berkulit putih, hidung mancung, bermata tajam memasuki barisan para pengawal yang menghadang dirinya, layaknya seorang pangeran yang dipersilakan jalan.

Hanisa pun dengan kagum melihat sosok itu.

"Kembalikan," ucap pria itu dengan tatapan elangnya.

"Apa? Apa maksudmu?"

Hanisa yang tidak tahu apa yang terjadi, mengapa segelintir orang berbadan tinggi ini mengelilingi dirinya yang mungil.

"Aku tidak tahu apa yang kau maksud, cepat kembalikan tas ku," katanya lagi.

Sesaat setelah ia selesai berbicara, seorang pria berbadan besar tadi datang menghampiri pria bermata elang itu, yang tak lain adalah seorang CEO di toko megah itu bernama Ducan Alexan.

Pemilik dari tiga perusahaan terbesar di negaranya, pengawal itu memberi CEO dingin dan tajam itu sebuah tas berukuran sedang milik si wanita.

Tas berwarna abu berbahan kain itu diperiksa oleh sang CEO dan ditemukan sebuah benda kecil berwarna emas, berbentuk kucing. Wanita itu terbelalak melihat benda yang telah ditaruhnya.

"Mengapa bisa ada di tas ku?" bingungnya.

Dan benar saja, benda itu memang berada di tasnya, namun tidak dicurinya. Melainkan jatuh tepat di tasnya, pada saat ia berburu melamar pekerjaan di sana.

"A... aku, aku tidak mencurinya!" tegasnya sedikit gugup. "Aku tidak tahu kapan benda itu berada di tas ku," ucapnya lagi.

"Jika kau tidak mencurinya, lalu apa? Dia berjalan ke dalam tasmu?" ucap pria itu masih dengan tatapan intimidasinya.

"Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak mencurinya!"

"Di mana-mana, pencuri mana mau mengaku," tiba-tiba seorang pekerja wanita di situ masuk dalam percakapan mereka.

"Tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana benda kecil itu bisa berada dalam tas ku!" ucap Hanisa mengalihkan perhatiannya pada si wanita.

"Jika bukan kau curi, mana mungkin benda itu berada di dalam tas milikmu," ungkap karyawan itu lagi, bagaikan benalu, sangat suka memanaskan suasana.

"Diamlah! Aku tidak bertanya padamu! Ini urusanku."

Ia menatap tajam karyawan wanita, yang telah berani masuk percakapan mereka. Sedangkan si wanita hanya tertunduk diam melihat tatapan yang rasanya akan membunuh dirinya saat itu juga.

"Begini saja, daripada terus menuduh dan mengatakan diriku mencuri benda itu, bagaimana kalau kita cek CCTV saja. Toko sebesar ini, mana mungkin tidak punya CCTV," katanya pada karyawan wanita yang sempat berdebat dengannya.

Si pria terus menatap si wanita yang bersikap tidak bersalah.

Setelah sampai pada ruangan CCTV, mereka pun memeriksa kejadian yang menjadi perbincangan hangat tadi. Namun, sampainya di sana, kejadian yang menjadi topik panas itu tidak dapat diputar karena ada beberapa kerusakan pada bagian CCTV.

Dengan sigap, sang CEO menyuruh sekretaris pribadinya untuk menghubungi Teknisi CCTV, dan tanpa berpikir lama, sang sekretaris pun langsung melakukan yang diperintahkan tuan mudanya itu.

*

Saat semua orang sedang menunggu sang teknisi memperbaiki CCTV, perhatian Ducan seakan tidak bisa lepas dari si wanita, yang sejak tadi sibuk melihat benda kecil di lengannya yang tidak berhenti mengepal jari dan menggigit jarinya.

Bingung dan timbul penasaran, apa yang sedang dipikirkan wanita kecil di depannya? Sedangkan karyawan wanita yang suka memanaskan suasana, juga sedang memperhatikan CEO yang masih memperhatikan Hanisa, mengerutkan bibirnya seakan tidak terima.

"Bagaimana, apa sudah diperbaiki? Apa yang salah pada CCTV-nya?" tanya Ducan pada sang Teknisi di sebelahnya, setelah mengalihkan pandangannya dari Hanisa.

"Maaf, Tuan, sepertinya ada beberapa bagian yang rusak, sehingga akan membutuhkan waktu untuk memperbaikinya," jawab sang Teknisi setelah berdiri dari duduknya.

"Berapa lama waktu, untuk memperbaikinya?"

"Kalau masalah itu saya kurang tahu tuan, saya tidak bisa memastikannya. Tapi tuan tenang saja, saya akan berusaha segera menyelesaikannya."

"Lalu. Bagaimana dengan isi rekamannya, apakah masih berfungsi?"

"Kalau untuk itu, saya tidak bisa memastikannya, Tuan, karena kita tidak tahu kapan tepatnya CCTV ini mati," jawab teknisi sebelum kembali melanjutkan katanya.

"Jika rekaman yang ingin Tuan lihat sebelum CCTV mati, mungkin bisa, tapi jika CCTV sudah mati sebelum terekam maka sudah dipastikan Tuan tidak bisa melihatnya.

Namun Ducan hanya terdiam kala mendengar ucapan teknisi lalu mengalihkan perhatian kepada wanita kecil yang berada di seberang pojok dinding ruangan, siapa lagi kalau bukan Hanisa yang masih melakukan gerakan-gerakan yang menyakiti matanya.


"Tuan, saya yakin ini pasti perbuatan wanita itu dengan merusak CCTV-nya dan berniat melarikan diri, yakan?" ucap karyawan wanita yang tak terima, bersikekeh bahwa ini semua bagian rencana Hanisa, sambil melihatnya.

"Maaf, tapi saya tidak pernah berpikir begitu dan saya juga tidak punya niatan seperti itu, saya kesini murni ingin melamar pekerjaan," tegasnya.

"Hala... paling itu cuma akal-akalan kamu saja," ucap karyawan itu lagi bersikekeh.

"Saya yakin di luar sana pasti rekan-rekan kamu sudah menunggu. Dan saat kamu bebas nanti kamu pasti akan merencanakan lagi aksi kamu, ya kan?"

"Jangan asal bicara! Saya sudah bilang saya ke sini murni ingin mencari pekerjaan tidak lebih dan tidak kurang dari itu!"

Sedangkan Ducan mulai terganggu oleh perdebatan keduanya hingga pada titik terakhir sabarnya.

"Diamlah Rena, kalau kau masih ingin bekerja di sini!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status