Share

Saran Dari Bidan

Penulis: Fitria Salim
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-14 13:48:58

Sari memukuli tubuh sang suami. Lian terus melindungi tubuhnya dengan kedua tangan hingga akhirnya ia merasa berang.

Plak!

Mata Sari membulat sempurna, dengan deru napas yang kian berat, Sari seakan menjadi patung dengan posisinya yang masih setengah berbaring di atas sofa.

"Apa-apaan kamu, Mas!" sentak Sandi. Segera lelaki itu mendekati Sari yang masih bergeming dengan tatapan kosong.

"Mbak Sari? Mbak Sari gak apa-apa?"

Seakan telinganya tuli untuk mendengar suara Sandi. Mata Sari justru tertuju pada bayi merah yang ada dalam gendongan Sandi. Lekas, wanita itu meraih Gavin untuk dipeluknya.

"Jangan tinggalin Ibu, Nak. Gavin di sini saja sama Ibu, ya? Jangan mau ikut Tante Mila, Gavin anaknya Ibu."

Sari menciumi wajah mungil Gavin. Bayi merah itu tak merasa terganggu dengan apa yang dilakukan ibunya. Justru, Sandi yang kini tengah memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh kakak iparnya itu.

"Memang sudah gila si Sari ini," gumam Lian yang tertangkap pendengaran Sandi.

"Aku mau bicara sebentar sama kamu, Mas. Kita keluar."

Meski sebenarnya enggan, tapi, Lian pada akhirnya mengangkat bokongnya juga dari empuknya sofa milik sang ibu yang dibelikannya tahun lalu itu.

"Ada apa?" tanya Lian ketus. Sebelum menjawab, Sandi terlihat mengambil napas panjang.

"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi di antara kamu, Mbak Sari dan juga Mila, Mas? Kenapa Mbak Sari jadi berubah agak aneh seperti itu? Dan apa yang membuat Mbak Sari menampar Mila? Pasti ada alasannya, kan?"

"Bukan agak aneh, San. Mbakmu itu memang aneh hari ini. Kamu tahu? Dia bahkan tega menenggelamkan Gavin di dalam bak mandi berisi air keran. Untung saja, anak itu tidak mati."

"Jaga bicaramu, Mas!"

"Memang itu kenyataannya. Kalau tadi aku gak langsung mergokin Sari, pasti Gavin udah mati tenggelam. Kalau masalah Sari yang menampar Mila, itu pasti juga karena sikap aneh Sari hari ini. Aku juga gak tahu, tiba-tiba aja Sari datang ke rumah ibu dan nampar Mila yang lagi gendong Gavin."

"Apa ini ada kaitannya dengan Mila yang ingin mengadopsi Gavin?"

Lian terdiam, ia pikir, Sandi belum tahu tentang hal itu. Kamila tidak pernah bilang padanya jika Sandi sudah mengetahui rencana Kamila tersebut.

"Kalau memang benar hal itu ada kaitannya, tidak berlebihan kalau Mbak Sari sampai menampar Mila."

Mata Lian membulat mendengar ucapan Sandi. Ia tak habis pikir, Sandi sangat terlihat jika lebih membela Sari ketimbang istrinya sendiri.

"Kamu ini aneh, San. Masa, kamu lebih membela orang lain dari pada isterimu sendiri," cibir Lian dengan wajah mengejek.

"Kenapa memangnya? Di sini, memang Kamila yang bersalah. Aku tidak memandang dia isteriku atau bukan. Yang aku lihat, siapa yang bersalah dan siapa yang benar. Mas saja, biarpun Mbak Sari benar, tetap kamu mau menghajarnya. Itu baru yang namanya tega sama isteri."

Lian semakin geram dengan ucapan demi ucapan yang dilontarkan adiknya. Baru saja ia hendak menjawab, tiba-tiba saja Sari berlari dari dalam rumah mertuanya itu. Dengan tergopoh-gopoh dan memeluk Gavin dengan begitu eratnya, seakan jika ia melonggarkan sedikit saja pelukannya, Gavin akan terjatuh.

Tak lama setelah itu, Kamila juga ikut keluar dari dalam rumah. Wajahnya terlihat begitu kesal. Melihat di sana masih ada Lian dan Sandi, Kamila pun mengungkapkan apa yang ingin ia sampaikan kepada kakak iparnya tersebut.

"Aku gak jadi ambil Gavin buat aku rawat, Mas. Mbak Sari udah bener-bener gila kayanya. Lihat aku aja udah kaya lihat hantu. Kalau ibunya gila kaya gitu, aku takut kalau anaknya juga ikutan gila."

Setelah mengucapkan hal itu, Kamila kembali masuk ke dalam rumah. Sandi yang tak habis pikir dengan ucapan sang isteri pun berlalu mengejarnya masuk ke dalam.

Lian begitu malu kali ini dengan Kamila. Sikap Sari yang aneh dan disebut-sebut gila oleh ibu dan juga adik iparnya membuat Lian geram. Sebelum Sari membuatnya lebih malu jika kondisinya diketahui orang-orang, Lian memutuskan untuk mengajak Sari pergi ke bidan desa yang rumahnya tak begitu jauh dari tempat tinggal mereka.

****

Bidan bernama Hesti itu meringis melihat kondisi luka bekas operasi Sari. Sepertinya, Sari terlalu banyak bergerak dan melakukan aktifitas. Luka bekas operasinya terlihat sedikit bengkak.

Tepat saat Sari berhasil dibawa oleh Lian ke rumah bidan Hesti, Sari mengeluh perutnya sakit luar biasa. Karena Sari yang terus merintih, bidan Hesti memberinya suntikan anti nyeri, sehingga kini Sari terlihat jauh lebih tenang.

"Kapan Ibu Sari harus kontrol ke rumah sakit, Pak?"

Lian terlihat mengingat-ingat, bola matanya melirik ke atas karena hal itu. Tak lama, ia kembali menatap bidan muda yang masih berstatus lajang tersebut.

"Tiga hari lagi, Bu."

"Kalau dilihat dari kondisi lukanya, sebaiknya, Bu Sari dibawa ke rumah sakit lebih cepat. Tak perlu menunggu jadwal kontrol karena ini termasuk darurat. Dan untuk hal-hal yang sudah Bapak ceritakan tadi, saya berpikir bahwa, sepertinya Ibu Sari mengalami gejala Baby Blues Syndrome."

"Apa itu, Bu?"

Tentu saja Lian awam dengan nama penyakit itu. Dalam hatinya, ia sudah sangat takut jika itu merupakan penyakit yang berbahaya. Selain karena merasa kasihan dengan Sari, Lian juga memikirkan biaya yang akan ia keluarkan jika Sari benar-benar mengalami sakit parah.

"Gangguan suasana hati paska melahirkan, Pak. Seorang ibu setelah melahirkan harus benar-benar dijaga. Baik kondisi fisik maupun mentalnya karena ibu yang baru melahirkan sangat rawan mengalami kondisi tersebut. Saya juga sebenarnya belum yakin akan hal itu, bukan ranah saya juga untuk mendiagnosa pasien seperti ini. Jadi, saran saya, bawa Ibu Sari ke rumah sakit sebelum terlambat, Pak."

Lian terus memikirkan hal itu sepanjang perjalanan ke rumah. Sampai tak terasa jika kini motornya sudah mulai memasuki pekarangan rumahnya. Sari tak mengatakan apapun padanya di sepanjang perjalanan. Begitupun setelah sampai, Sari langsung melenggang pergi masuk ke dalam rumah. Namun, baru saja Sari memasuki rumahnya, ia sudah berteriak histeris.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Baju Untuk Kia

    Sari turun dari mobil yang ia tumpangi bersama Damar. Seperti biasa, Sari mempersilakan Damar untuk sekadar duduk di kursi teras untuk menikmati secangkir teh buatannya."Terimakasih karena udah anterin aku hari ini ya, Mas."Damar buru-buru menelan air teh yang masih berada dalam mulutnya dan segera meletakkan cangkir teh ke atas meja."Sama-sama."Sari menyandarkan punggungnya dan menghela napas panjang. Ia sendiri tak tahu mengapa rasanya bisa selega ini. Tanpa sadar, Sari tersenyum sendiri membayangkan jika nanti saatnya Kia akan ikut bersamanya.Lamunan Sari buyar saat mendengar suara dering ponsel milik Damar. Buru-buru lelaki itu menjawab panggilan telepon untuknya."Ya, Bu?"Rupanya sang ibu yang menghubungi Damar. Sari tak ingin menguping pembicaraan ibu dan anak itu. Ia sendiri memilih untuk mengutak-atik ponsel miliknya sendiri."Aku tanya dulu ya, Bu. Bisa jadi dia sedang lelah. Kami baru saja pulang setelah berbelanja."Sari jadi merasa bahwa Damar dan ibunya tengah membi

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Membeli Kado

    Wajah Hesti seketika berubah cemberut saat Lian membentaknya di depan umum. Dalam hati, Hesti semakin merasa bahwa ia harus segera membalas dendam pada Lian.Setelah membentak Hesti, Lian berlalu menuju bagian baju anak perempuan yang tadi disambangi oleh Sari dan Damar.Saat ini, Sari sudah berpindah tempat. Mungkin sedang mencari barang-barang lain yang ingin ia berikan pada putrinya.Seketika Lian menelan ludahnya kasar saat melihat harga yang tertera pada baju tersebut.Itu baju yang hampir sama dengan yang Sari ambil tadi. Lian tidak menyangka jika baju anak-anak seperti itu harganya bisa mencapai lima ratus ribu.Ia jadi teringat masa dimana Sari meminta uang pada Lian untuk membelikan baju untuk anaknya itu karena baju-baju milik Kia sudah banyak yang tak muat."Eh, buat apa uang itu, Lian?" tanya bu Tri saat Lian menyerahkan uang senilai dua ratus ribu pada Sari.Padahal, Sari sudah merasa sangat senang karena ia akan pergi ke pasar guna membelikan anaknya itu baju baru."Buat

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Menguliti Lian

    Hari cepat sekali berganti. Setidaknya, itu yang dirasakan oleh Lian. Akhirnya, perceraiannya dengan Sari pun sudah sah secara hukum negara. Tuntutan Sari akan harta gono gini juga terkabul. Dalam waktu dekat, Lian harus menjual rumah itu agar hasil penjualan bisa ia bagi dengan Sari. Atau, jika Lian masih ingin mempertahankan rumah itu, Lian harus membayar separuh harga rumah pada Sari. Dan tentu saja Lian tak punya uang untuk itu.Berbeda dengan yang Sari rasakan. Selain perasaan lega karena kini statusnya sudah jelas, Sari juga merasa lebih baik karena tak ada lagi ikatan yang menyambung dirinya dan juga keluarga Lian selain Kia.Namun, Sari berjanji untuk tidak menciptakan permusuhan di antara keduanya. Bagi Sari, yang terputus darinya dan Lian hanyalah status suami dan isteri. Tapi, untuk menjadi orang tua Kia, mereka tetaplah berada di posisinya masing-masing."Udah, sih, Mas. Ikhlasin aja rumah itu. Toh, kamu bilang kalau bangun rumah itu pakai uang mbak Sari juga, kan? Berart

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Disuruh Lamaran

    Sari dan Damar saling berpandangan. Merasa sia-sia kebohongan yang mereka buat untuk mengelabuhi orang tua Damar."Ibu gak lagi becanda, kan?"Ibu dari Damar itu tertawa. Sesekali menepuk pundak sang suami karena merasa lucu, sebab sudah berhasil menipu anaknya sendiri."Ya enggak, lah, Damar. Namira itu memang saudara jauh kita. Tepatnya, dari keluarga ayah kamu. Ya, kan, dari dulu kamu jarang kumpul sama keluarga dari ayah kamu. Kebetulan juga, Namira kuliahnya di luar negeri, dapat beasiswa kuliah di China."Damar hanya bisa menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. Gara-gara ia yang tidak terlalu dekat dengan keluarga ayahnya, apalagi saudara jauh, ia jadi mudah ditipu."Tapi gak apa-apa ya, Pak. Kita nipu kamu juga ada hasilnya, kan? Sekarang, akhirnya kamu pulang bawa perempuan juga. Seneng Ibu rasanya, Mar.""Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kalian berhubungan?" Ayah Damar yang sedari tadi diam, akhirnya mengeluarkan suaranya.Sari melirik ke arah Damar, seakan menyuruh

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Perjodohan Palsu

    "Ya gak usah ditanya lagi, lah, Hesti. Kalau bukan pelakor, apa namanya? Wong kamu sama Lian aja udah jalan bareng sebelum mereka sah bercerai," ucap bu Rasti membuat Hesti mengeram marah. Tapi, ia tidak ingin merusak imej sebagai seorang bidan jika harus marah-marah di depan umum."Tapi gak apa-apa, sih. Secara tidak langsung, kamu sudah menyelamatkan Sari dari mertua toksis macam bu Tri. Siap-siap aja kamu nanti, kalau gak kuat, langsung lambaikan tangan aja, ya. Jangan sampai gila kaya si Sari."Ketiga ibu itu tertawa bersama-sama. Merasa diolok-olok, Hesti sudah tak kuat terus berlama-lama disana."Ini Bu bidan, kembaliannya," ucap pemilik warung seraya menyerahkan beberapa lembaran uang pada Hesti.Tak ingin berlama-lama mendengar celotehan para ibu, Hesti lantas segera menaiki motornya dan segera pulang menuju rumah."Huuu ... malu, kan, dia. Makanya buru-buru pergi, tuh!""Iya. Profesinya mulia banget, tapi kelakuan orangnya gak ada mulia-mulianya. Ya udah yuk, Ibu-ibu, kita la

  • Mendadak Gila Karena Mertua   Mulut Comberan

    Lian berkata dengan suara yang cukup keras hingga mengambil alih atensi orang-orang yang semula sibuk dengan urusan mereka masing-masing.Kini, nyaris semua pasang mata tertuju padanya. Sari hanya bisa melongo melihat apa yang sudah Lian lakukan di tempat umum seperti ini.Sari bangkit, diikuti dengan Damar yang ada di belakangnya. Lian masih menatap tajam ke arah Sari dan secara bergantian menatap ke arah Damar."Mas, apa yang kamu lakukan? Malu didengar orang, Mas!" desis Sari yang jujur saja merasa sangat malu."Kamu malu karena kamu merasa sudah memiliki laki-laki lain sebelum kita resmi bercerai, kan? Kalau aku, untuk apa malu? Aku mengatakan hal yang benar."Sari hanya bisa geleng-geleng kepala mendengar jawaban Lian. Kedua mata Sari terasa makin lembab mengingat laki-laki di hadapannya, yang dulu pernah begitu ia damba, kini berubah menjadi laki-laki tak berperasaan."Biarin aja kenapa, sih, Lian. Bener kata kamu, tuh. Dia malu karena orang-orang jadi tahu kalau dia itu perempu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status