Share

Perempuan ini Bukan Scarlet

Rachel terbangun dari malam yang dirasa paling buruk sepanjang hidupnya. Tubuhnya terasa remuk dan hancur. Tubuhnya merasakan perih karna paksaan dan terkaan dari Andreas terhadapnya semalam.

Rachel mengingat dengan jelas kejadian semalam. Dirinya sudah sepenuhnya sadar. Setiap detik kejadian dan setiap perlakuan kasar Andreas tadi malam masih membekas di pikiran Rachel. Tubuhnya mulai kaku. Dadanya bergemuruh. Dan tanpa permisi, air matanya tiba-tiba keluar begitu saja tanpa bisa dibendung.

Andai tadi malam Rachel tidak mampir dulu ke bar. Andai saja tadi malam Rachel langsung memutuskan untuk pulang. Andai saja saat rencananya untuk melakukan makan malam di restoran dengan Tama sesuai dengan rencana. Andai saja Tama benar-benar datang kemarin. Maka kejadian ini tidak akan pernah terjadi.

Semua penyesalan ini terlintas di benak Rachel. Rachel benci dirinya sendiri. Rachel benci kepada Tama. Dan Rachel benci dengan pria yang masih tertidur lelap di sampingnya ini.

Dilihatnya dengan seksama wajah Andreas. Masih tertidur lelap seolah dia tidak punya beban dosa atas perilakunya yang telah menodai Rachel.

Di samping kebenciannya terhadap Andreas, entah kenapa tiba-tiba saja ada segelintir rasa nyaman ketika melihat wajahnya. Namun, perasaan itu segera Rachel hempaskan jauh-jauh. Dalam batinnya, dia tidak akan pernah ingin bertemu dengan pria ini lagi! Tidak akan!

Suasana kamar terlihat sangat berantakan. Di lantai terpapar bajunya dan Andreas di beberapa sudut ruangan. Rachel baru sadar ternyata di bawah hangatnya selimut, dia tidak memakai satu benang pun yang menutupi badan putihnya. 

"Sakit!" lirih Rachel ketika hendak menggerakkan tubuhnya. 

Banyak sekali lebam yang berada di tubuhnya dan terasa sangat sakit di bagian tubuh intimnya. Dadanya terasa nyeri dan sesak saat melihat tubuhnya dalam keadaan buruk seperti ini. Tubuhnya yang berharga ini malah dirusak oleh pria bajingan yang berada di sampingnya saat ini. Rachel mengutuk keras pada Andreas. 

Buliran air mata keluar melewati pipi meronanya. Mulutnya sudah tidak kuat menahan gemuruh dan ingin segera meneriakkan kekesalan sekencang mungkin. Namun, Rachel berusaha untuk menahannya. Diusapnya air mata di pipinya.

"Aku harus segera keluar dari kamar ini sebelum pria bajingan ini bangun dan sadar dengan kehadiranku," ucap Rachel dengan volume kecil karena khawatir akan membangunkan Andreas.

Ketika hendak mengambil dress satin berwarna biru miliknya yang berada tepat di bawah samping kasur, Rachel tidak sengaja melihat bercak noda merah yang berada tepat di bawah posisi tidurnya. Noda merah yang merupakan pertanda kesuciannya sekarang kini telah hilang.

Tubuhnya kaku dan dadanya semakin bergemuruh menahan amarah. Kesuciannya yang selama ini dipertahankannya sekarang sudah hilang. Tembok pertahanannya sebagai seorang perempuan kini sudah hancur. 

***

Andreas terbangun saat suara ponselnya berdering. 

Ada puluhan pesan dan panggilan yang terlewatkan dari sekretarisnya, Evan.

Pak Andreas sedang berada di mana sekarang? 

Pak Andreas harus segera ke kantor karena hari ini Pak Anderson akan berkunjung - Evan

Hotel Harmoni kamar  nomor 105. Segera kesini dan bereskan semuanya - Andreas

Baik Pak - Evan

Andreas kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Dirasakan kepalanya sangat pusing dan berat.

Melihat keberadaannya sedang berada di hotel, Andreas mulai mencerna sisa-sisa kejadian tadi malam. 

Diingatnya kembali saat kejadian di mana Lexia memaksanya untuk pergi mendatanginya ke sebuah bar dengan alasan ada peristiwa yang mendesak yang sedang menimpanya. Namun ternyata, Lexia malah menjebaknya dengan memberikannya minuman yang membuat Andreas menjadi mabuk. Andreas berusaha untuk menghindari Lexia dan kabur. Kemudian saat masih berada di bar, Andreas bertemu dengan seorang perempuan.

"Tunggu!" 

Pikirannya berhenti dan dipaksa untuk mengingat dengan jelas wajah perempuan itu. 

"Scarlet..." Andreas tiba-tiba membayangkan wajah perempuan yang sangat dicintainya, Scarlet. 

Dahinya semakin mengerut, sekarang ia sedang berada di titik terdalam ingatannya berusaha mengingat setiap inci wajah perempuan itu yang sangat mirip dengan Scarlet. 

Sekeras apapun Andreas berusaha untuk mengingat, tetapi wajah perempuan itu masih terasa samar dan seolah masih terhalang oleh kabut. Namun, Andreas begitu yakin jika perempuan itu merupakan Scarlet. Satu-satunya perempuan yang sangat dicintainya.

Tapi ada begitu banyak pertanyaan yang hinggap di dalam pikirannya. Jika memang perempuan itu adalah Scarlet, kenapa Scarlet datang menemuinya tadi malam? Apakah Scarlet datang menemuinya untuk meminta maaf atas kesalahannya? Apakah Scarlet datang untuk mengucapkan salam perpisahan? Kenapa Scarlet pergi dengan cepat? Apakah Scarlet tidak ingin bersamanya lagi? 

Diacak-acak rambutnya karena kesal. Scarlet yang membuatnya menjadi seperti ini. Hidupnya seolah hancur karena kepergian Scarlet. Andreas berharap Scarlet bisa kembali.

Fokus pikirannya terhadap Scarlet teralihkan karena suara ketukan pintu.

Andreas bergegas pergi ke arah pintu.

Terlihat muka cape dan suara ngos-ngosan Evan

"Bapak segera siap-siap untuk pergi ke kantor. Biarkan masalah ini saya bereskan"

Andreas paham dan segera mengambil pakaian yang masih tergeletak di lantai.

"Ada bercak noda merah di kasur, Pak. Sepertinya ini bercak darah," ucap Evan yang terus memperhatikan bercak darah di kasur

Andreas segera melihat bercak darah yang dimaskud oleh Evan.

Hanya satu di dalam pikirannya. Perempuan yang ditidurinya semalam masih perawan. Perempuan ini bukanlah Scarlet

"Bereskan semuanya," ucap Andreas yang langsung meninggalkan kamar hotel

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status