Dalam hitungan detik, Vadlan menepis kasar wajah Rosela hingga membuat wanita tersebut tersungkur di atas ranjang pasien.
Tidak sakit memang, tapi hal itu membuat wajah Rosela kian pucat pasi dan benar-benar ketakutan. Ia semakin yakin jika pria yang mengaku suaminya itu, bukanlah suami dari wanita yang bernama Salvia.Bagaimana, tidak. Jika memang pasangan suami istri tentunya sang suami bersikap lemah lembut bukan? Tapi, ini justru sebaliknya.Rosela memperbaiki posisi duduknya sambil memijat kedua pipinya yang terasa sakit. Ia menatap ke arah pria yang berdiri tidak jauh dari tempatnya."Tolong lepaskan saya, Om. Jangan jual saya. Saya mau pulang kampung. Saya harus nelpon ibu saya di kampung kalau saya--""Sekali lagi kamu bicara, aku patahkan leher kamu itu," sela Vadlan dengan kalimat ancaman di dalamnya dan menatap tajam ke arah Rosel. Ia yakin istrinya itu mengalami amnesia dan mengaku sebagai orang lain sebagai bentuk halusinasinya.Mendengar ancaman Vadlan. Rosela seketika langsung bungkam sambil memegangi lehernya. Khawatir pria tersebut benar-benar akan mematahkan lehernya. Namun, ia tidak mungkin tinggal diam saja dalam keadaan seperti ini. Sebuah pemikiran untuk melarikan diri dari tempat tersebut terlintas di dalamnya pikirannya saat ini.Tampak Vadlan menelepon seseorang melalui ponselnya, lalu hal itu tidak akan disia-siakan oleh Rosel Ia bisa melihat celah menuju ke pintu keluar dengan mudah.Sedangkan Vadlan masih menelepon dan dalam posisi membelakangi Rosela. "Siapkan acara konferensi pers besok lusa untuk --"Ucapan Vadlan terjeda di saat yang sama matanya langsung melotot melihat istrinya itu keluar dari kamar dan hendak melarikan diri kembali.Ya, Rosela melarikan diri dengan memanfaatkan kesempatan yang ada di depan matanya. Meskipun kakinya masih sakit karena terkilir, tapi dipaksanya untuk berlari."Kurang ajar," teriak Vadlan yang langsung mengejar langkah cepat Rosela ke arah pintu yang terbuka.Di saat yang sama Baswara atau sang asisten pribadi Vadlan itu langsung mengejar Rosela yang tiba-tiba keluar dari ruang perawatan."Nona muda ....""Cepat temukan dia dan bawa langsung ke mobil," teriak Vadlan dari arah belakang menyusul."Baik, Tuan muda," jawab Baswara menyempatkan diri menanggapi ucapan tuannya itu.Sementara itu, Rosela yang masih berlari sebisa mungkin mencari tempat untuk bersembunyi, hingga langkahnya terhenti pada tangga darurat. Ia yakin orang-orang jahat itu tidak akan mengurangi dirinya masuk ke tempat tersebut."Aku harus cepat." Sambil begumam, ia membuka pintu, lalu masuk dan segera menuruni anak tangga.BRUK.BRUKBRUKNasib sial malah menghampiri Rosela kembali, ia malah terjatuh di anakan tangga hingga berguling-guling di tempat itu."Aw, aw ... Tulangku rasanya mau patah semua," rintihnya yang kini terbaring di lantai.Bersamaan seseorang membuka pintu tangga darurat tersebut, lalu sepasang sepatu pantofel hitam melangkah dengan angkuh di anakan tangga tersebut.Siapa lagi kalau bukan Vadlan. Pria tersebut sudah menduga, jika istrinya itu akan melarikan diri melalui tangga darurat."Benar-benar merepotkan! Sudah aku katakan lebih baik kamu diam, Salvia," desisnya, seraya setengah berjongkok di depan Rosela saat ini.Rosela beringsut ke belakang. Ia benar-benar seperti melihat sosok menakutkan pada pria di depannya itu."Saya mohon, Om. Jangan bawa saya. Saya gak mau dijual, apalagi sampai organ tubuh--""Siapa yang akan menjual kamu," potong Vadlan. "Aku sudah katakan kalau aku ini suami kamu 'kan?! Aku tidak akan menyakiti kamu, percaya denganku."Vadlan terpaksa berubah bersikap baik dan ramah seperti ini agar istrinya itu tidak membuat ulah dan merepotkannya lagi, sehingga ia bisa membawa pulang tanpa menimbulkan kehebohan di rumah sakit.Rosela sejenak terdiam. Ia antara percaya dan tidak dengan apa yang dikatakan oleh Vadlan saat ini. Tapi, ia teringat dengan perlakuan kasar Vadlan di ruangan perawatan sebelumnya. Apakah mungkin wanita yang mirip dengannya itu memang melarikan diri? Meskipun begitu tetap saja ia tidak bisa pergi begitu saja dan menjadi istri dari suami orang lain."Aku bicara jujur, Om. Aku bukan istri Om. Nama aku Rosela, aku datang dari kampung dan tolong jangan bawa aku--"BUGHTiba-tiba saja Vadlan memberikan pukulan di bagian tengkuk leher Rosela, sehingga membuat wanita tersebut tak sadarkan diri kembali."Kamu banyak bicara!" desisnya menatap tajam ke arah Rosela yang tergeletak di lantai.Detik selanjutnya, Vadlan membopong Rosela dari tempat tersebut, membawanya ke mobil dan membaringkannya di kursi belakang.Baswara ternyata sudah menunggu di dalam mobil.Vadlan segera masuk dan duduk di kursi depan."Ke mansion. Dan pastikan tidak ada yang tahu, jika Salvia di rumah sakit atau membuat ulah seperti tadi," titah Vadlan."Iya, Tuan Muda," jawab Baswara, seraya melajukan kendaraan yang dikemudikannya itu.Sedangkan Vadlan membuang nafasnya kasar. Hari itu ia benar-benar dibuat kerepotan dengan ulah istrinya yang berani melarikan diri untuk yang kedua kalinya.Sementara Rosela di kursi belakang, masih terbaring pingsan dan tak sadarkan diri.Tidak sampai satu jam, mobil sedan hitam itu tiba di sebuah mansion yang berada di pinggiran ibukota. Suasananya masih begitu asri dengan dikelilingi banyak pepohonan dan jauh dari hiruk pikuk kemacetan di jantung kota yang padat penduduk."Bawa dia ke kamar utama, lalu perintahkan pelayan untuk membersihkannya," titah Vadlan."Baik, Tuan muda." Baswara menjawab seperti biasanya, tidak ada hal yang bisa dibantahnya.Vadlan turun dari mobilnya itu, lalu masuk ke mansion sambil menghubungi seseorang melalui ponsel yang ada di tangannya."Selamat datang, Tuan Muda. Anda pasti kelelahan usai perjalanan bisnis dari luar kota," sambut kepala pelayan di mansion tersebut, sekaligus sekretaris pribadi Vadlan- Kamelia.Vadlan menurunkan ponselnya. "Cepat urus, Salvia untuk malam ini! Pastikan kali ini dia tidak melarikan diri seperti waktu itu!" tegasnya.Kamelia untuk sesaat mengerjapkan matanya karena terkejut mendengar nama Salvia disebut."Apa mungkin Nona Salvia sudah ditemukan, Tuan muda?" tanyanya.Vadlan tersenyum tipis, lalu merengkuh dagu Kamelia."Pastikan kamu bekerja dengan benar kali ini, Kamelia. Kalau tidak, kamu pun aku ku buang," desisnya, lalu menepis wajah wanita tersebut dari hadapannya."I-iya, Tuan muda. Saya akan pastikan nona muda tetap di kamarnya," jawab Kamelia sedikit membungkukkan tubuhnya.Vadlan menghela nafasnya. "Salvia hilang ingatan, pastikan dia mengetahui tugasnya dengan benar di tempat ini," tukasnya, lalu tanpa mengatakan apapun lagi, segera bergegas pergi ke ruang kerjanya.Kamelia terdiam di tempatnya untuk beberapa saat karena mendengar Salvia hilang ingatan. Tapi, detik selanjutnya ia langsung tersenyum tipis.Sementara itu Rosela yang masih tidak sadarkan diri, dibopong oleh Baswara dan disambut oleh beberapa pelayan suruhan Vadlan sebelumnya hingga dibawa ke kamar utama.Rosela direbahkan di atas ranjang, lalu Baswara keluar dan selebihnya wanita tersebut diurus oleh beberapa pelayan yang ada di kamar tersebut."Cepat, bersihkan Nona muda dan pakaikan dia pakaian untuk malam pertamanya," perintah Kamelia dengan raut wajah kesal, menatap ke arah Rosela."Iya, Nona," jawab ketiga pelayan yang sebelumnya mengurusi Salvia. Mereka hampir saja dipecat karena membiarkan nona muda sebelumnya melarikan diri dari tempat tersebut. Meskipun harus mendapatkan potongan gaji selama dua bulan sebagai hukuman mereka.Di saat yang sama, Rosela mulai sadarkan diri. Ia menggeliat, membuka kedua netranya sambil memegangi lehernya yang sakit. Bukan, tapi seluruh tubuhnya terasa begitu kesakitan saat ini."A-aku di mana lagi sekarang?"Mata Rosela membelalak di saat berada di sebuah kamar luas dan ranjang besar. Bahkan melihat ada beberapa wanita yang berpakaian seperti pelayan yang pernah dilihatnya di sebuah drama atau film.Kamelia mendekat, menghampiri Rosela "Selamat datang kembali, Nona Salvia. Saya dan beberapa pelayan lainnya yang akan melayani anda. Malam ini Nona akan bersiap untuk malam pertama bersama Tuan muda ...."Pupil mata Rosela menggelap mendengar apa yang dikatakan wanita berparas cantik di depannya itu."Ma-malam pertama ....""Saya pikir anda baik-baik saja untuk sekedar bisa mandi sendiri," ucapnya yang sebisa mungkin untuk menyangkal keinginan Vadlan.Namun, Vadlan malah tersenyum samar mendengar bagaimana Rosela yang terkesan tidak ingin menuruti keinginannya."Kenapa kamu tidak mau bukan?""Bu-bukannya gak mau, Tuan," jawab Rosela buru-buru. Ia sudah bisa menebak dari nada suara Vadlan bahwa pria itu sebenarnya saat ini sedang marah kepadanya."Kalau begitu apalagi. Cepat bangun dan bantu aku ke lantai atas," tukas Vadlan memberikan perintah kepada Rosela."Baik, Tuan." Rosela segera beranjak dari pangkuan Vadlan, dalam membantu pria tersebut untuk bangun hingga berjalan dengan hati-hati menuju anakan tangga.Baru saja keduanya bangun, terdengar suara pintu depan. Kemudian ada suara derap langkah kaki menuju ke ruang tengah.Itu adalah Kamelia yang mana wanita tersebut baru saja mendengar tentang Vadlan yang mengalami kecelakaan mobil. Ia langsung ke tempat itu dengan berlari untuk memastikan keadaan V
"Duh, kenapa bisa jatuh. Ini mungkin gelas mahal! Aku pasti dimarahi nanti."Dengan nada suara yang panik, Rosela segera membersihkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai."Aw."Rosela meringis kesakitan karena ujung jarinya tidak sengaja mengenai pecahan kaca gelas kaca yang sedang dibersihkannya saat ini.Namun, dia tidak mempedulikan rasa sakit yang ada di jarinya itu dan secepat mungkin membersihkan pecahan kaca itu dan membuangnya ke tempat sampah."Apa gak ada kotak P3K ya di sini," gumam Rosela yang hendak mencari plester untuk menutupi ujung jarinya yang terluka. Ia mencari di setiap sudut tempat tersebut tidak ditemukannya kotak peralatan untuk pertolongan pertama.Rosella pada akhirnya membiarkan luka yang ada di tangannya itu, kemudian kembali duduk menata televisi seperti sebelumnya. Memang cukup membosankan, tapi hal itu lebih baik karena dirinya sama sekali tidak melakukan pekerjaan berat selama di tempat itu. Padahal ia di sana bisa makan dan tidur dengan nyaman
Ketukan di pintu membuat Vadlan teralihkan dan melepas semua pikiran atau bayangan tentang Salvia alias Rosela."Ini saya, Tuan." Terdengar suara Baswara dari balik pintu."Masuk," sahut Vadlan yang masih duduk di kursi kerjanya.Detik selanjutnya, Baswara masuk ke ruangan tersebut dan menyimpan selembar kertas di atas meja kerja Vadlan."Ini bahan untuk konferensi pers nanti, Tuan muda. Sesuai dengan permintaan alasan sebelumnya. Anda harus periksa terlebih dahulu, mungkin ada yang kurang dan harus ditambahkan atau mungkin ada yang harus dibuang," papar Baswara. Di mana lembaran kertas tersebut berisikan tentang pernyataan Vadlan nantinya bahwa ia sudah menikah dengan anak dari TJ group dan dalam waktu dekat akan mengakuisi dua perusahaan tersebut.Vadlan membaca lembaran kertas tersebut dalam hitungan menit dan ia sudah bisa menilai bagaimana isi dari bahan nanti yang akan ia bacakan."Ya, cukup seperti ini, kamu bisa kembali ke tempat kamu, Bas," tukas Vadlan memberikan perintah."
Rosela yang memang masih belum mahir melakukan ciuman, hampir tidak bisa bernafas karena pria tersebut memenuhi seluruh isi rongga mulutnya. Bahkan di akhir malah menggigit bibirnya itu yang membuatnya kesakitan.Menit selanjutnya Vadlan menjeda kegiatan tersebut."Bernafas, Salvia! Apa kamu ingin mati hah?" sentak Vadlan yang terdengar tidak puas mengingat Salvia belum pandai melakukan pertukaran saliva tersebut dengannya. Ada sedikit kesal, tapi sekaligus gemas di sana."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya--" Rosela sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengucapkan kata-kata, ketika Vadlan kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.Namun kali ini, Rosela sedikit lebih pandai dari sebelumnya dan bisa bernapas dengan benar serta mulai bisa mengimbangi apa yang dilakukan oleh Vadlan saat ini.Usai puas melakukan permainan bibir itu, barulah Vadlan menghentikan kegiatannya tersebut dan diakhiri dengan tersenyum tipis."Lumayan untuk hari ini," tukasnya mengatakan hal itu kepada Ros
"Apa yang kamu lakukan di sini, Kamelia? Lalu kenapa dengan Salvia"Vadlan dengan tatapan penuh menyelidiki menetap ke arah Kamelia. Ia bisa melihat Rosela yang duduk dengan menundukkan wajahnya, seperti telah terjadi sesuatu diantara kedua wanita tersebut. Selain itu juga di lantai tampak ada beberapa pakaian dalam yang berserakan.Kamelia mengerjapkan matanya sambil meneguk ludahnya dengan kasar. Untuk sesaat tangan dan kakinya gemetar. Ia tidak menyangka Vadlan akan kembali ke rumah belakang itu tanpa diketahuinya. Tapi, di situasi seperti ini ia harus bersikap setenang mungkin.Sementara Rosela juga tidak berani mengatakan apapun. Entah itu Kamelia ataupun Vadlan dua orang tersebut sama sekali tidak bisa dipercayainya. Salah-salah jika ia mengadu kepada Vadlan mungkin saja pria tersebut malah tidak akan percaya kepadanya, terlebih lagi karena Kamelia sudah lebih dulu berada di tempat itu dibandingkan dengan dirinya. Maka pasti yang akan dipercaya Vadlan adalah wanita bernama Kamel
"Apa yang kamu lakukan di sana, Kamelia?!"Vadlan yang sudah selesai dengan Rosela dan masih dalam keadaan tak berbusana itu, tampak menatap tajam ke arah Kamelia yang ketahuan mengintip dirinya dan sang istri tengah memadu kasih.Sedangkan Rosela yang benar-benar kelelahan, terbaring lemas di atas sofa dengan tubuh polosnya.Sementara Kamelia mengerjapkan matanya karena siapa sangka Vadlan mengetahui keberadaannya. Di saat yang sama matanya tak lepas menatap ke arah milik Vadlan yang masih tegak berdiri. Padahal tadi pria tersebut jelas-jelas tampak sudah melakukan pelepasan dengan Salvia, tapi sepertinya menginginkan lagi.'Apa mungkin Salvia mendapatkannya berkali-kali? Padahal aku hanya selalu mendapatkan sekali aja, itu pun kadang-kadang aku gak sampai. Tapi, di udah duluan,' pekiknya di dalam hati yang merasa iri dengan Salvia."Kamelia!" ulang Vadlan karena tidak kunjung mendengar jawaban dari Kamelia."Ma-maafkan saya yang lancang ini, Tuan muda," jawab Kamelia buru-buru. "Say