"Apa yang kamu lakukan di sini, Kamelia? Lalu kenapa dengan Salvia"Vadlan dengan tatapan penuh menyelidiki menetap ke arah Kamelia. Ia bisa melihat Rosela yang duduk dengan menundukkan wajahnya, seperti telah terjadi sesuatu diantara kedua wanita tersebut. Selain itu juga di lantai tampak ada beberapa pakaian dalam yang berserakan.Kamelia mengerjapkan matanya sambil meneguk ludahnya dengan kasar. Untuk sesaat tangan dan kakinya gemetar. Ia tidak menyangka Vadlan akan kembali ke rumah belakang itu tanpa diketahuinya. Tapi, di situasi seperti ini ia harus bersikap setenang mungkin.Sementara Rosela juga tidak berani mengatakan apapun. Entah itu Kamelia ataupun Vadlan dua orang tersebut sama sekali tidak bisa dipercayainya. Salah-salah jika ia mengadu kepada Vadlan mungkin saja pria tersebut malah tidak akan percaya kepadanya, terlebih lagi karena Kamelia sudah lebih dulu berada di tempat itu dibandingkan dengan dirinya. Maka pasti yang akan dipercaya Vadlan adalah wanita bernama Kamel
Rosela yang memang masih belum mahir melakukan ciuman, hampir tidak bisa bernafas karena pria tersebut memenuhi seluruh isi rongga mulutnya. Bahkan di akhir malah menggigit bibirnya itu yang membuatnya kesakitan.Menit selanjutnya Vadlan menjeda kegiatan tersebut."Bernafas, Salvia! Apa kamu ingin mati hah?" sentak Vadlan yang terdengar tidak puas mengingat Salvia belum pandai melakukan pertukaran saliva tersebut dengannya. Ada sedikit kesal, tapi sekaligus gemas di sana."Ma-maafkan saya, Tuan. Saya--" Rosela sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengucapkan kata-kata, ketika Vadlan kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.Namun kali ini, Rosela sedikit lebih pandai dari sebelumnya dan bisa bernapas dengan benar serta mulai bisa mengimbangi apa yang dilakukan oleh Vadlan saat ini.Usai puas melakukan permainan bibir itu, barulah Vadlan menghentikan kegiatannya tersebut dan diakhiri dengan tersenyum tipis."Lumayan untuk hari ini," tukasnya mengatakan hal itu kepada Ros
Ketukan di pintu membuat Vadlan teralihkan dan melepas semua pikiran atau bayangan tentang Salvia alias Rosela."Ini saya, Tuan." Terdengar suara Baswara dari balik pintu."Masuk," sahut Vadlan yang masih duduk di kursi kerjanya.Detik selanjutnya, Baswara masuk ke ruangan tersebut dan menyimpan selembar kertas di atas meja kerja Vadlan."Ini bahan untuk konferensi pers nanti, Tuan muda. Sesuai dengan permintaan alasan sebelumnya. Anda harus periksa terlebih dahulu, mungkin ada yang kurang dan harus ditambahkan atau mungkin ada yang harus dibuang," papar Baswara. Di mana lembaran kertas tersebut berisikan tentang pernyataan Vadlan nantinya bahwa ia sudah menikah dengan anak dari TJ group dan dalam waktu dekat akan mengakuisi dua perusahaan tersebut.Vadlan membaca lembaran kertas tersebut dalam hitungan menit dan ia sudah bisa menilai bagaimana isi dari bahan nanti yang akan ia bacakan."Ya, cukup seperti ini, kamu bisa kembali ke tempat kamu, Bas," tukas Vadlan memberikan perintah."
"Duh, kenapa bisa jatuh. Ini mungkin gelas mahal! Aku pasti dimarahi nanti."Dengan nada suara yang panik, Rosela segera membersihkan pecahan gelas kaca yang berserakan di lantai."Aw."Rosela meringis kesakitan karena ujung jarinya tidak sengaja mengenai pecahan kaca gelas kaca yang sedang dibersihkannya saat ini.Namun, dia tidak mempedulikan rasa sakit yang ada di jarinya itu dan secepat mungkin membersihkan pecahan kaca itu dan membuangnya ke tempat sampah."Apa gak ada kotak P3K ya di sini," gumam Rosela yang hendak mencari plester untuk menutupi ujung jarinya yang terluka. Ia mencari di setiap sudut tempat tersebut tidak ditemukannya kotak peralatan untuk pertolongan pertama.Rosella pada akhirnya membiarkan luka yang ada di tangannya itu, kemudian kembali duduk menata televisi seperti sebelumnya. Memang cukup membosankan, tapi hal itu lebih baik karena dirinya sama sekali tidak melakukan pekerjaan berat selama di tempat itu. Padahal ia di sana bisa makan dan tidur dengan nyaman
"Saya pikir anda baik-baik saja untuk sekedar bisa mandi sendiri," ucapnya yang sebisa mungkin untuk menyangkal keinginan Vadlan.Namun, Vadlan malah tersenyum samar mendengar bagaimana Rosela yang terkesan tidak ingin menuruti keinginannya."Kenapa kamu tidak mau bukan?""Bu-bukannya gak mau, Tuan," jawab Rosela buru-buru. Ia sudah bisa menebak dari nada suara Vadlan bahwa pria itu sebenarnya saat ini sedang marah kepadanya."Kalau begitu apalagi. Cepat bangun dan bantu aku ke lantai atas," tukas Vadlan memberikan perintah kepada Rosela."Baik, Tuan." Rosela segera beranjak dari pangkuan Vadlan, dalam membantu pria tersebut untuk bangun hingga berjalan dengan hati-hati menuju anakan tangga.Baru saja keduanya bangun, terdengar suara pintu depan. Kemudian ada suara derap langkah kaki menuju ke ruang tengah.Itu adalah Kamelia yang mana wanita tersebut baru saja mendengar tentang Vadlan yang mengalami kecelakaan mobil. Ia langsung ke tempat itu dengan berlari untuk memastikan keadaan V
"Ah, perutku ...."Rosela meringis memegangi perutnya yang terasa begitu perih. Rasa letih dan lelah berjalan seharian itu benar-benar menguras energinya. Bahkan membuat kepalanya terasa seperti berputar tujuh keliling. Tapi, tetap dipaksanya untuk tetap berjalan dan entah akan kemana.Niatnya ke ibukota untuk mencari pekerjaan, tapi berakhir kemalangan dengan tas yang berisikan dompet, ponsel dan uangnya diambil oleh pencuri. Padahal uang yang dibawanya dari kampung adalah hasil menabungnya selama satu tahun.Kesedihan Rosela semakin bertambah, di saat perutnya bergejolak meminta untuk diisi. Ia memang belum makan apapun selama di bus sebelumnya karena tertidur pulas. Lalu sekarang bagaimana? Ia sama sekali tidak mempunyai uang untuk membeli makanan ataupun ongkosHampir seharian itu, Rosela mencari pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang atau bahkan bisa ditukar sekedar dengan sebungkus nasi, ia sama sekali tidak menolaknya. Tapi, ternyata tidak mudah mendapatkan mencari peke
Rosela yang sempat membuka matanya itu, pada akhirnya kembali tak sadarkan diri karena rasa lelah, sakit dan mengantuk menjadi satu membuatnya kehabisan tenaga untuk tersadar.Sementara di kursi depan, Vadlan tampak menghubungi seseorang yang berada di rumah sakit."Siapkan ruangan VIP. Istriku pingsan di mansion dan butuh perawatan khusus. Pastikan penjagaan ketat di luar ruangannya," titah Vadlan."Baik, Tuan muda. Akan kami siapkan."Panggilan itu pun usai, Vadlan menyimpan ponselnya kembali dan menatap lurus ke depan."Pastikan kali ini dia tidak melarikan diri, Bas!" tegasnya yang ditujukan kepada asisten pribadinya itu."Iya, Tuan muda. Saya akan tambahkan penjagaan yang lebih banyak," jawab Baswara. Pria yang sudah mengabdi secara turun menurun kepada keluarga Atmajaya dari generasi sebelumnya."Satu lagi, pastikan keluarga Salvia tidak tahu untuk sementara apapun yang terjadi dengannya. Katakan selama satu Minggu terakhir dia berada di mansion," tegas Vadlan yang kembali membe
Dalam hitungan detik, Vadlan menepis kasar wajah Rosela hingga membuat wanita tersebut tersungkur di atas ranjang pasien.Tidak sakit memang, tapi hal itu membuat wajah Rosela kian pucat pasi dan benar-benar ketakutan. Ia semakin yakin jika pria yang mengaku suaminya itu, bukanlah suami dari wanita yang bernama Salvia.Bagaimana, tidak. Jika memang pasangan suami istri tentunya sang suami bersikap lemah lembut bukan? Tapi, ini justru sebaliknya.Rosela memperbaiki posisi duduknya sambil memijat kedua pipinya yang terasa sakit. Ia menatap ke arah pria yang berdiri tidak jauh dari tempatnya."Tolong lepaskan saya, Om. Jangan jual saya. Saya mau pulang kampung. Saya harus nelpon ibu saya di kampung kalau saya--""Sekali lagi kamu bicara, aku patahkan leher kamu itu," sela Vadlan dengan kalimat ancaman di dalamnya dan menatap tajam ke arah Rosel. Ia yakin istrinya itu mengalami amnesia dan mengaku sebagai orang lain sebagai bentuk halusinasinya.Mendengar ancaman Vadlan. Rosela seketika l