Share

Fitnah

Author: Cia Macchiato
last update Last Updated: 2025-08-30 15:22:47

“Tik, kamu sudah dengar berita soal pernikahan Bu Shea yang gagal? Kudengar dia yang meninggalkan gedung pernikahan.” Salah satu karyawati mendekati Tika yang sedang berdiri di dekat mesin printer.

Tika tersenyum tipis, menghentikan aktivitasnya sementara. “Sudah.”

“Aku tidak percaya, Bu Shea membatalkan pernikahannya dengan Pak Randy. Padahal calon suaminya manajer di departemen digital marketing,” ucap si karyawati tersebut.

“Kita tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka, bukan? Sebaiknya memang kita tidak ikut campur,” jawab Tika, seperti orang yang tidak tertarik pada topik pembicaraan mengenai Shea. 

“Kamu tidak tahu?” si karyawati menatap terkejut lawan bicaranya. “Pernikahan mereka dibatalkan karena keluarga Bu Shea meminta mahar setinggi langit. Aku tahu ini langsung dari Pak Randy.” 

Tika tertegun menatap si karyawati yang sedang menatap sinis punggung Shea di kubikelnya. “Sudah, jangan bicarakan soal ini lagi. Ayo, kita kembali bekerja.”

“Ah, kamu nggak asik!” 

Si karyawati melengos begitu saja, meninggalkan Tika yang memeluk beberapa lembar kertas dari mesin printer. Perempuan berambut sebahu tersebut menghampiri Shea yang sedang sibuk menyelesaikan laporannya. Tika duduk di kubikel sebelahnya, tersenyum tipis sebelum memulai pembicaraan.

“Mereka menggosipkanmu,” kata Tika.

“Aku tahu.” Shea tetap menatap layar monitor dan membiarkan jemari lentiknya menari di atas keyboard tanpa menoleh ke samping.

Tika mendekatkan wajah sedikit dengan suara yang setengah berbisik. “Kamu tidak mau melakukan apa pun, Shea? Mereka mengatakan hal yang bukan-bukan tentang keluargamu.”

“Ini kantor, Tik.” Ia menoleh. “Aku nggak mau jadi masalah besar kalau ikut bersuara. Gimana kalau Pak Wira dengar? Berita pernikahanku bisa dianggap mengganggu kenyamanan karyawan lain, kan?” 

Tika tersenyum sumringah. “Kamu benar, Shea. Diam itu emas, kan?”

Shea menganggukkan kepala sambil tersenyum simpul. Mereka kembali disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing. Akan tetapi telinganya tak dapat mengusir sisa percakapan yang ia dengar sejak pagi. Entah mengapa, berita tentang pernikahannya yang gagal menyebar luas dan jadi buah bibir seluruh kantor.

Hari ini adalah hari terberat yang harus ia lalui selama lima tahun bekerja sebagai senior brand strategist di Mandakara Group. Shea menghembuskan napas panjang. Semua laporannya yang sudah jadi makanan sehari-hari telah selesai dikerjakan. Namun, kepalanya terasa berat seakan ada pemberat di balik punggungnya. Ia butuh sesuatu yang menenangkan.

“Shea, kamu mau ke mana?” Tika bertanya saat melihat teman di sebelahnya beranjak dari duduk.

“Aku mau ke pantry membuat teh hangat. Kamu mau?” tawar Shea.

“Tidak usah, terima kasih. Minumanku masih banyak.” Tika mengangkat botol minum warna merah muda ke udara dan tersenyum lebar.

Shea mengangguk singkat dan mulai melangkah menjauh. Tika memandang punggung Shea sampai menghilang di ujung lorong. Senyum yang tersisa di wajahnya tak lagi sekadar ramah. Ada kelegaan yang sulit diartikan. Bibirnya sempat mengerucut sebentar, lalu kembali mengembangkan senyum, seolah sedang memikirkan sesuatu yang seru. 

Sementara itu, Shea melangkahkan kaki di lorong menuju pantry. Ia kembali merasakan tekanan di sekitarnya dari tatapan sinis orang-orang dan mulut yang berbisik diiringi suara cekikikan. Kali ini, tekanannya lebih besar dari pagi tadi. Sehingga sangat sulit bagi Shea untuk bersikap biasa saja. Terlebih beberapa di antaranya menatap dengan menghakimi meskipun mulutnya tertutup rapat.

Mereka semua termakan gosip murahan dari orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam kabar burung yang beredar, keluarga Shea dikatakan meminta mahar berlipat-lipat. Entah siapa yang menyebarkannya pertama kali. Tetapi yang jelas, gosip yang simpang siur ini membuat nama Shea buruk di mata orang-orang.

“Aku mencintainya.” 

Suara berat dari seorang pria yang terdengar familiar, berhasil menghentikan langkah Shea. Tepat beberapa jengkal sebelum pintu masuk ke dalam pantry. Pintu pantry terbuka lebar, maka tidak heran kalau ia menyadari bawah pemilik suara itu adalah Randy.

Kemudian suara pria lain terdengar menyahuti. “Kamu mencintai apa? Bayangan Shea? Kalau kalian saling mencintai, pernikahan itu nggak mungkin dibatalkan.”

“Mau bagaimana lagi …,” Randy berhenti sejenak dengan senyum tipis seraya memainkan cangkir di tangannya. “Keluarganya minta mahar dinaikkan lima kali lipat. Itu sudah melampaui kemampuanku. Terpaksa … aku harus melepaskannya.”

Jantung Shea berpacu lebih cepat seketika, saat mendengar percakapan mereka. Tubuhnya membeku di tempat dengan dada yang mulai terasa sesak. Untuk kesekian kalinya, ia terheran-heran dengan Randy. Bagaimana mungkin, Shea tidak tahu sifat asli pria yang dicintainya selama tiga tahun? 

Ternyata apa yang dibicarakan orang-orang itu, benar. Berita tentang pernikahan mereka yang gagal dan mahar setinggi langit, disebarkan langsung oleh Randy. Ia tidak mengira kalau Randy memiliki kemampuan memanipulasi kata hingga membuat banyak orang memihaknya, meski tanpa bukti.

“Mereka g*la! Merampokmu secara terang-terangan, dengan menaikkan mahar di hari pernikahan! Mereka ingin memanfaatkan keadaan yang terdesak agar kamu setuju,” ujar teman pria Randy yang langsung menghakimi tanpa bukti.

“Mereka bukan perampok,” kata Randy, “Hanya aku saja yang sangat mengenal Shea. Dia mungkin sudah mendapatkan pria yang lebih baik dariku. Pria yang bisa memberikan lebih banyak uang daripada aku. Aku memang kurang layak untuknya.” Ia sengaja memasang wajah memelas untuk ditunjukkan pada teman-temannya.

“Dasar, perempuan matre! Kamu itu terlalu baik untuknya, Ran!” Geram teman pria Randy yang lainnya. Terhasut akan cerita sedih yang sengaja disuguhkan.

Bahkan ada seorang perempuan lainnya yang ikut memberikan pendapat. “Padahal dengan wajah secantik itu dan gaya hidup yang sederhana, ku pikir Shea adalah perempuan baik-baik. Aku nggak mengira kalau ternyata dia picik juga.”

“Aku sangat mencintainya.” Randy menundukkan kepala, wajah lesu dan bahu yang turun menunjukkan bahwa ia merasa sedih. “Aku hanya khawatir, usianya sudah kepala tiga. Bukankah di usia itu, perempuan sudah terlalu tua untuk menikah?” 

“Biarkan saja, dia! Biarkan dia merasakan jadi perawan tua sampai kulitnya keriput dan kendur!” 

Satu kalimat yang berhasil meremukan hati Shea untuk sekian kalinya. Tawa kecil di ruangan tersebut juga seperti alunan musik yang menambah kepedihannya. Kedua netranya mulai berkaca-kaca dan tangan Shea yang mengepal, berkeringat dingin. Kuku-kukunya sampai memutih. Menahan semua rasa yang bergejolak di dalam dada.

Tiba-tiba ingatannya memutar kembali satu kalimat yang Randy ucapkan di balik pagar hitam rumahnya. Bahwa pria itu akan membalas tamparan di pipinya? Shea pikir, Randy akan melakukan dengan tangan, bukan dengan kata-kata yang menyebar seperti racun. Betapa buta mata Shea yang tidak melihat sifat asli Randy selama ini.

Belum sempat berpikir jernih, Shea merasa ada langkah kaki berat yang berasal dari belakangnya. Langkah kaki tersebut tidak hanya milik satu orang, melainkan beberapa. Disusul dengan suara riuh orang-orang yang semakin mendekatinya. Saat menoleh, ia melihat kepala divisi, Pak Wira sedang melewatinya dan masuk ke dalam pantry. 

Dengan suara tegas dan penuh wibawa, Pak Wira berkata. “Randy, apa benar kamu sendiri yang menyebarkan berita tentang pernikahan kamu yang gagal itu?”

Tawa yang merendahkan itu seketika padam. Kali ini, Shea dengan berani mengintip sedikit ke dalam pantry. Ia melihat dengan jelas wajah tegang Randy dan teman-temannya di hadapan Pak Wira. Kepala divisi yang dikenal tegas, adil, dan penuh wibawa. Sikap tegas Pak Wira, sedikit banyak membuatnya jadi disegani.

“Nggak, Pak. Saya hanya menceritakannya pada teman-teman dekat saja,” ujar Randy. 

“Teman-teman?” katanya, menggarisbawahi. “Seluruh karyawan di kantor ini teman kamu, maksudnya?!” tegas Pak Wira menambah ketegangan.

Randy berkedip cepat, dengan suara terbata-bata berusaha berdalih. “Sa-saya hanya bercerita ke teman terdekat, Pak. Saya tidak tahu bagaimana cerita tentang pernikahan saya menyebar seperti ini.”

“Bagaimana nggak menyebar! Kamu membicarakan soal pernikahan dan mantan calon istrimu di ruang terbuka seperti ini! Suaramu terdengar bahkan sampai luar! Kamu sengaja?” hardik Pak Wira.

“Nggak, Pak ….” Randy tidak dapat melanjutkan kalimatnya karena Pak Wira segera memotong pembicaraan.

“Kalau begitu hentikan!” sergah Pak Wira. “Pernikahanmu itu urusan pribadi. Kantor bukan tempat pengaduan bagi orang yang gagal nikah. Cerita yang kamu sebarkan sampai ke telinga Pak Raga, lho. Dia merasa terganggu karena kamu terlalu berisik! Kamu mau ditegur langsung sama dia?” 

Randy menggelengkan kepala, pelan. “Nggak, Pak. Saya minta maaf. Saya janji nggak akan mengulangi lagi kejadian ini.”

Shea tertegun seketika mendengar nama salah satu petinggi di kantornya, Raga. Seorang pria yang jarang tersenyum atau bersosialisasi dengan karyawan lain. Cerita busuk yang disebarkan Randy benar-benar merusak reputasinya. Bahkan sampai ke telinga chief development officer di kantor mereka. Entah apa yang Raga pikirkan soal Shea apabila mereka bertemu nanti.

Orang-orang mulai berbisik perihal petinggi yang mulai terganggu akan berita karangan Randy. Ada yang berpendapat bahwa jenjang karier Randy akan berakhir sampai di sini. Ada juga yang menganggap Randy, pria penuh drama.

“Mulai hari ini, saya tidak mau dengar soal pernikahanmu di kantor. Kalau sampai saya mendengar kamu kembali membuat ulah, saya akan laporkan hal ini ke Pak Raga untuk dibawa ke HRD. Paham?” hardik Pak Wira.

Randy menundukkan kepala dengan wajah merah, akibat menahan malu. “Paham, Pak.”

“Bagus,” ucap Pak Wira singkat. 

Semua orang membubarkan diri seiring Pak Wira berjalan keluar pantry. Teman-teman Randy juga ikut meninggalkannya. Mereka melewati Shea begitu saja, seolah ia menyatu dengan tembok. Tidak terlihat sama sekali. Atau mungkin mereka sengaja mengabaikan Shea karena malu setelah ditegur Atasan mereka. 

Tadinya, Shea masih ingin membuat teh hangat di pantry. Namun setelah melihat Randy yang masih berdiri mematung di tempat dengan kepala yang tertunduk, ia mengurungkan niatnya. Lebih baik mereka tidak bertemu satu sama lain dulu. Shea memutuskan memutar tubuh menuju ruangannya kembali. Meninggalkan Randy yang masih setia pada posisinya.

“Wira …,” dalam kepala yang tertunduk, Randy menyebutkan nama Atasannya dengan bibir bergetar dan napas yang berat. “Pria tua si*lan!” 

Kata-kata terakhir yang keluar dari mulutnya, terdengar sarat akan amarah yang tertahan. Melahirkan rasa sakit yang begitu dalam. Ia telah dipermalukan. Itulah yang menjadi alasan terbentuknya pemikiran-pemikiran licik di kepalanya yang tengah bermain. Menginginkan seorang Wirawan Sukma juga merasakan apa yang ia rasakan. 

“Kau sama saja dengan Shea … besok … kalian akan hancur bersama.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Badut kantor

    Randy menatap lurus sebuah pintu kaca di ujung koridor lantai 4, kantor Mandakara Group. Ia mendorong pintu salah satu departemen dengan wajah setenang air. Ruangan yang ramai dengan suara mesin ketik dan tawa ringan mendadak senyap saat melihat Randy masuk. Hanya satu wanita di ujung ruangan yang sibuk, tidak menyadari kedatangannya.Beberapa karyawan menunjukkan beragam ekspresi ketika Randy mendekati kubikel Shea. Ada yang cekikikan sambil berbisik, menatap sinis, dan ada pula yang mendengus kesal. Mereka semua tahu, Randy datang bersama drama percintaannya.“Shea, aku mau ngomong sebentar,” tegas Randy. Jemari wanita itu berhenti menari di atas mesin ketik. Ia menoleh dengan wajah datar dan tatapan mata yang berat. Sepertinya Shea sudah malas dengan masalah yang dibawa Randy.“Apa lagi sekarang, Ran?”“Kamu minta ketemu Tika di rooftop, ya?” Randy mencondongkan tubuh ke arah meja. “Tika udah ceritakan semuanya ke aku. Kamu menamparnya karena cekcok soal pertunanganku, kan?”Udara

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Hancur tanpa disentuh

    “Jadi, sepupu Pak Raga yang kirim orang itu ke rumah kita sampai Eyang ketakutan?” Suara Shea lantang, tangannya hampir menjatuhkan cangkir kopi. Ia memandang resah adik bungsunya yang terlihat santai menyeruput kopi, seolah mereka membicarakan hal sepele.Sore ini, aroma kopi segar dan roti panggang yang baru matang menggoda mereka untuk singgah. Di kafe kecil dekat rumah sakit, mereka duduk saling berhadapan. Cahaya jingga menembus kaca besar di samping meja, membingkai apik dua kakak beradik dalam pembicaraan serius.Drisa mengangguk pelan. “Nggak cuma itu, Kak. Luna juga minta orang itu buat menakut-nakuti Eyang sampai kabur dari rumah. Dia memanfaatkan demensia Eyang yang sering kambuh kalau lagi takut. Supaya Eyang nggak bisa pulang.” “Sebentar,” pinta Shea, mengangkat tangan memberi isyarat berhenti. “Kamu tahu dari mana kalau Luna yang melakukan ini?”“Aku tahu dari dia yang panik, saat aku bahas soal orang itu di depan orang tuanya. Pas aku keluar dari kamar Eyang, dia juga

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Membalikkan ancaman dengan ancaman

    Herawati tidak mau mengendurkan senyum sedikitpun selama menatap orang-orang yang datang menjenguknya. Dari Maya, Pradja, Mara, Raga, dan juga Drisa. Seakan-akan tubuhnya yang sedang terbaring di kasur rumah sakit dengan selimut tebal, bukanlah seorang pasien. Senyum tersebut berhasil menciptakan suasana yang hangat dan penuh suka cita. Akan tetapi, ada satu wanita yang duduk di sofa dan menatap lekat pada Drisa. Memperhatikan setiap gerak gerik gadis itu dengan raut wajah yang sulit diartikan. Padahal orang tuanya sudah pulang sejak tadi, namun Luna memilih untuk tetap tinggal tanpa alasan yang jelas.“Luna, apa kabar?” sapa Mara, baru saja menghempaskan diri di sofa seraya tersenyum tipis pada wanita dengan riasan menor tersebut.Bukannya membalas, Luna malah tak bergeming. Jangankan menjawab, menoleh pada Mara saja tidak. Perilaku ini, tentu saja membuat ia jengkel karena merasa Luna tidak sopan mengabaikan orang yang lebih tua sedang bicara.“Kenapa mukanya ditekuk begitu, Kak? A

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Keluarga Mulhan

    Lorong rumah sakit pada sore hari memang lebih sunyi. Bau obat-obatan dan cairan antiseptik menguasai hampir seluruh udara secara samar. Lampu di langit-langit yang memantulkan cahaya putih di dinginnya lantai. Menerangi langkah kaki seorang wanita sosialita bergaya centil. Tiba-tiba langkah kaki wanita itu terpaksa berhenti saat bahunya bertabrakan dengan bahu milik orang lain. Seorang perawat yang sedang berjalan ke arah berlawanan dengannya. Suara pletak! Terdengar saat tas jinjing yang menggantung di bahunya, terjatuh ke lantai. “Ya ampun!” cicit wanita tersebut, mendelik ke arah perawat yang buru-buru mengambilkan tasnya di lantai. “Kalau jalan pakai mata, dong!”Perawat muda di depannya menyodorkan tas dengan wajah ketakutan dan tangan yang gemetaran. “Ma-maaf, Bu. Saya nggak sengaja.”“Sini!” Ia merebut paksa tas kecil dari perawat itu dengan kasar. Jemari lentiknya mengusap setiap permukaan kulit tas itu dengan cermat, seolah sedang menilai kerusakan sekecil apapun. “Maaf,

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Siapa yang akan malu?

    Suara kantong plastik saling bergesekan memenuhi ruang makan rumah Wanda. Di meja makan, mereka meletakkan semua kantong plastik tersebut secara rapi dan tersusun. Mengeluarkan satu per satu isi dari setiap plastik, kemudian diperiksa ulang, sebelum dimasukkan ke dalam kulkas. Dari makanan ringan, sayur, buah, minuman, dan juga daging segar. Baya datang menyapa mereka dengan wajah sumringah. Tak hanya itu, ia juga menawarkan bantuan untuk menyusun bahan makanan baru di kulkas. “Ibu jadi belikan aku jus ini?” tanya Drisa, mengangkat jus kemasan yang tadi sempat menyita waktunya selama sepuluh menit untuk berpikir. “Kamu mau, kan?” Wanda melirik sekilas putri bungsunya, lalu tersenyum hangat. “Pasti Ibu kepancing sama si Nenek sihir itu, ya?” ujar Drisa, tangannya menaruh kembali minuman kemasan itu di atas meja bersama teman-teman sejawatnya. “Drisa,” tegur Wanda dengan nada lemah lembut, “Ibu tahu kamu kesal sama mereka. Tapi bukan berarti kamu jadi bersikap nggak sopan ke mereka

  • Mendadak Jadi Nikah Setelah Dikhianati   Adu angkuh

    Drisa sibuk menimang-nimang barang di kedua tangannya. Ia berdiri di depan lorong pendingin supermarket yang anginnya membuat semakin betah. Di tangan kiri, Drisa memegang satu kotak susu strawberry berukuran 1 liter. Sedangkan di tangan kanannya, ada jus buah-buahan dengan ukuran yang sama. Ia terlihat frustasi karena tak dapat menentukan.“Hmmm … aku nggak bisa menolak kenikmatan susu strawberry kesukaanku ini,” gumam Drisa menatap barang di tangan kirinya, kemudian beralih ke tangan kanan. “Tapi harga kamu lebih ekonomis.”Tak lama, Wanda muncul membawa beberapa plastik berisikan aneka buah. Seperti apel, jeruk, dan anggur. Ia menaruh semua buah itu ke dalam troli yang sedari tadi didorong oleh Drisa.Wanda mengernyitkan dahi memperhatikan tingkah laku putri bungsunya. “Kamu lagi apa di situ, Dek? Perasaan dari tadi cuma di situ-situ aja.”“Aku bingung mau pilih yang mana, Bu.”“Bingung?” Wanda melihat barang-barang yang ada di tangan Drisa. “Bukannya itu susu kesukaan kamu. Kalau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status