Share

6. Berita Bohong

Bukannya mendapat sebuah jawaban atas pertanyannya, Jesika justru akan dihadapakan dengan sebuah perjanjian. Antonio berdiri dengan tatapan tegas, bicara dengan jelas sampai rasanya ebrgema di ruangan kamar luas ini.

“Kamu yang masuk sendiri ke sini. Jadi jangan harap kamu minta lepas.”

“Apa maksud Tuan?” Jesika menatap pasrah.

“Kamu sendiri yang datang padaku, kan? Aku mana mungkin melepaskan kamu begitu saja. Setidaknya kamu balas budi karena dengan masuk ke dalam mobilku kamu bisa berhasil kabur dari pernikahanmu.”

Jesika ingin sekali mengumpat Kasar. Memang jelas Jesika berhasil kabur dari pernikahannya sendiri, namun bukan berarti malah masuk ke dalam pernikahan lain sebagai pengantinnya. Belum lagi pernikahan yang terjadi kemarin, seperti sebuah pernikahan yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang datang.

“Tapi, Tuan …”

“Kamu tidak mau masuk penjara karena masuk ke dalam mobil orang tanpa izin kan?”

Jesika harus apa? tidak ada pilihan lain, bukan? Lalu sekarang apa?

Jesika menghela nafas panjang, lalu menengadahkan wajah. Jesika menatap pria itu dengan enkpresi wajah yang sulit diartikan, tapi yang Jelas hatinya begitu dongkol dan ingin memaki diri sendiri.

“Kalau begitu katakana, aku harus apa sekarang?”

Ada senyum licik pada wajah pria tampan di hadapan Jesika. Dia kemudian sedikit merendahkan badan sampai wajahnya cukup dekat dengan wajah Jesika. Oke, Jesika sudah menelan ludah sekarang. mata tajam milik lawan bicaranya terlihat jelas menyipit karena menyungging senyum.

“Kamu punya hutang padaku sekarang. kita buat kesepakatan besok.”

“Apa maksud, Tuan?”

Antonio berdiri sambil mendesah pelan. “Kamu milikku sekarang. sebagai seorang istri, tentunya kamu harus patuh pada suamimu, kan?”

“Lalu?”

Tiba-tiba Antonio kembali membungkuk dan mencengkeram kedua pipi Jesika. “Tidak usah banyak tanya. Diam dan ikuti saja bagaimana aku memerintah kamu.”

Tenggorokan terasa sesak ketika Jesika menelan salivanya. Sorot mata itu begitu tajam, membuatnya langsung mengalihkan pandangan. Ketika tangan itu sudah melepaskan cengkeramnya, Jesika hanya bisa terbengong memandangi punggung lebar yang kini melenggak meninggalkan kamar.

Sampai di luar kamar, Antonio meraup kasar wajahnya. Bukan biasanya dia mengancam atau bersikap terlalu tegas pada seseorang. Namun, sekarang ini masalah sungguh sangat banyak. Kepala terasa pening, dipijat pun sama sekali tidak ada perubahan.

Antonio menoleh ke samping kanan dan berjalan ke sana. Dia menuju sebuah ruangan yang penuh dengan buku-buku yang tersusun rapi di dalam rak kayu yang menujulan tinggi. Bisa dikatakan sebuah ruangan perpustakan pribadi.

“Apa sekarang?” desah Antonio sambil mencengekram kepalanya. Rambutnya yang memiliki potongan comma hair, tampak berantakan dan kusut karena keringat.

Antonio menarik satu kursi kayu lalu mendaratkan pantat di sana. Dia menyangga kepalanya mencoba untuk berpikir lebih jernih.

Oih! Sialan!

Pada akhirnya Antonio kembali mengamuk. Dia memukul meja dengan kepalan tangannya sampai siku jarinya memerah. Berita yang tersebar luas, membuat kepalanya hampir meledak. Belum lagi dia harus membatalkan semua acara hanya karena berita pernikahannya yang sembunyi-sembunyi.

Sebenarnya ada untungnya pernikahan berlangsung secara tertutup, setidaknya para wartawan tidak bisa mengambil gambar siapa pengantin dari Antonio setelah calon pengantin yang asli kabur. Cukup mencurigakan karena sosok penyanyi terkenal sampai harus menyembunyikan pernikahannya. bukan wartawan namanya kalau tidak membuat berita yang semakin heboh.

Antonio memutar pandangan ke samping. Dia melihat sebuah computer di atas meja sudut. Dia beranjak ke sana, untuk melihat bagaimana keadaan diluar sana sekarang. semua media pasti memberitakannya dan menunggu kemunculannya.

“GEMPAR! Penyanyi bersuara serak gagal menikah!”

“ANTONIO REDCLIFFE DITINGGAL KABUR KEKASIHNYA!”

“SCADAL ARTIS SEMAKIN MERAJALELA. Antonio Reccluffe melecehkan seorang Wanita.”

Brengsek!

Satu umpatan lolos dari mulunya. Sekali lagi Antonio menggembrak meja. Untungnya dia bisa menahan untuk tidak sampai melempar komputenya yang masih menyala itu.

Berita-berita bodoh semakin bersliweran. Bukan hanya di internet. Tentunya juga pada siaran televisi. Antonio memang belum melihatnya, akan tetapi kedua orang tuanya yang tengah duduk di depan tv sudah menontonnya.

“Media memang mengerikan,” ucap Jack dengan wajah prihatin. “Antonio pasti pusing dengan masalah ini.”

“Dia sudah banyak berita buruk, harusnya nggak perlu nikah sama orang asing, gimana kalau media terus mencari tahu? Bukankah semakin rumit?”

“Mulut kamu yang semakin rumit.”

Mereka berdua spontan menoleh ke asal suara itu. Megan berdiri di sana, melintas menuju ruangan lain. Agatha seketika merengut dan langsung memukul lengan suaminya.

“Lihat, ibumu memang selalu seperti itu padaku,” protesnya kesal.

“Begitu bagaimana?”

“Ibumu tidak pernah menyukaiku.”

“Kata siapa? Ibu selalu menyukaimu. Hanya saja kadang kamu memang susah diatur. Terlalu terobsesi dengan sesuatu yang berakhir buruk.”

“Kamu menyalahkanku?” Agatha menyalak tak terima.

Jack hanya bisa mendesah berat supaya tetap bicara dengan nada rendah. “Bukan begitu, aku hanya tidak mau kamu terus melawan ibu. Kamu tahu kan, ibuku sangat keras.”

Agatha melipat kedua tangan sambil mendengkus kesal. Dia tidak memiliki kuasa di rumah ini. sekalipun sang suami mengurus sebuah perusahaan besar, tapi perusahaan tersebut masih atas nama Megan. Sebuah agensi besar, yang berdiri kokoh dengan nama Star Group juga menjadikan Megan berkuasa lebih tinggi di keluarga ini.

***

Malam semakin larut, Antonio mulai jengah berada di ruang perpustakaan. Entah datang dari mana, sebuah botol wine ada di atas meja dengan gelas kosong. Gelas itu memang sudah kosong, tapi terlihat basah yang artinya pria itu sudah meneguk beberapa kali.

Kepala terasa berat, tapi Antonio masih setengah sadar. Dia tidak mabuk, hanya saja rasanya seluruh badan terasa begitu lelah.

Setelah tegukan terakhir dari botolnya langsung, Antonio mendorong kursi mundur lalu berdiri. Kepalanya benar-benar kliyengan sekarang. Antonio setengah berdiri bersangga tangan menekan pada meja.

“Sial! kenapa pening sekali sih!” desahnya berat.

Antonio mencoba menyeimbangkan badannya lalu perlahan mulai melajuka kakinya satu persatu. Sambil bergidik, Antonio menekan kepalanya yang berat. Satu botol wine, tidak akan membuat Antonio melayang sebenarnya, namun kali ini terlalu pusing karena masalah yang berat.

Bugh!

Jesika yang tengah duduk meremas tangan seketika terkesiap. Wajahnya mengarah pada pintu yang tertutup rapat itu. Jesika dengan jelas mendengar ada sesuatu yang menabrak pintu tersebut.

“Siapa?” tanya Jesika ragu-ragu.

Tidak ada sahutan dari luar sana, selain mendengar pukulan pada pintu lagi. Jesika sampai terjungkat dan mendaratkan tangan pada dada. Mendengar satu pukulan lagi, membuat Jesika spontan berdiri. Degup jantung mendadak meningkat bercampur rasa wasa-was.

“Siapa?” sekali lagi Jesika bertanya.

Pukulan itu berhenti menjadi hening. Kening Jesika yang sudah berkerut, lalu bibirnya meringis lalu mulai melangkahkan kaki untuk memastikan. Pintu tidak dikunci, jika itu pemilik kamar ini, seharusnya tinggal masuk tanpa harus menggedor pintu lagi.

Jesika mengendap-endap dengan badan membungkuk. Ini rumah yang sangat besar dan dijaga ketat mulai dari pintu gerbang, seharusnya tidak ada tidak kejahatan, kan?

Ragu-ragu, Jesika mengulurkan tangan untuk meraih knop pintu ketika langkah sudah tinggal selangkah lagi. Meski tangannya gemetaran, Jesika berhasil meraih dan memutar knop pintu tersebut. Dengan sangat hati-hati dan menahan rasa takut, Jesika mulai menarik pintu tersebut sampai terbuka. Perlahan kepalanya maju lebih dulu, lalu mengedarkan pandangan ke luar sana.

Tidak ada siapa pun. Kening Jesika berkerut, sedikit menelengkan kepala.

“Nggak ada siapa-siapa,” gumamnya sesaat, sebelum akhirnya Jesika mengatupkan mulutnya dengan telapak tangan.

Dua matanya membulat sempurna, hampir lepas dari engselnya. Jesika menahan beberapa detik ketika melihat tubuh besar meringkuk di atas lantai, dengan kepala bersandar pada bibir pintu sebelah kanan.

“Astaga, kenapa ini?” Jesika langsung panik sendiri sekarang. dia refleks melompati kaki yang menghalangi jalan kemudian berjongkok. “Tuan, Tuan bangun!”

Jesika menepuk pelan pipi Antonio dengan pelan. “Bangun, Tuan. Tuan kenapa?”

Tubuh itu bereaksi. Tangannya bergerak lalu punggung sedikit terangkat. Beberapa detik kemudian, terdengar lenguhan dan mulut bicara, meminta untuk dibantu berdiri.

“Bawa aku ke kamar,” pintanya lemah.

Jesika membuka lengan Antonio, lalu meletakkan pada pundaknya untuk membantu memapah Antonio yang teler.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status