“Aku tidak mau masuk ke dalam sana. Sebaiknya aku turun.”
Selepas perbincangan tiket bulan madu yang tidak disukai Antonio, Jesika memilih keluar dari kamar. Pasalnya, pria itu tidak membantah lagi perintah Nenek Megan, tetapi justru mengamuk di dalam kamar.
Sayang, keberadaannya yang seorang diri itu dilihat oleh seseorang.
“Jesika? Kenapa di sini sendirian? Mana Antonio?”
Jesika langsung melompat kecil. Badannya spontan berbalik, bertemu dengan sosok yang baru saja memanggil namanya. “Ne-nenek …” celetuknya gagap. Jesika hampir mendesis ketika bibirnya mendadak kaku saat bicara dengan Megan. “A-Antonio, di kamar, Nek.”
“Apa Antonio memarahimu?”Nenek Megan kembali bertanya.
“Tidak,” jawab Jesika dengan cepat sampai nadanya sedikit melengking, membuatnya dengan cepat mengatupkan bibir lalu menunduk malu.
Megan tersenyum, lalu menepuk kedua pundak Jesika. “Tidurlah, kamu pasti capek. Susul suamimu. Kalau dia macam-macam, kamu bisa katakan pada Nenek.”
Jesika tersenyum kecil, lalu mengangguk. Hanya itu yang bisa dia lakukan.
Andai boleh meminta dan memilih, Jesika ingin sebuah tempat untuk istirahat malam ini selain berada satu ruangan dengan pria itu. Kamar yang sempit pun tidak masalah. Ah, kalau perlu izinkan saja dia pergi dari rumah ini sekalian.
Akhirnya, meski enggan … Jesika kembali menekuri tangga untuk naik ke lantai dua. Sejenak, dia menajamkan telinganya, mencoba mencari tahu, apakah Antonio masih dalam mode mengamuk seperti sebelumnya?
Lalu, saat sudah tidak terdengar lagi suara barang-barang jatuh, gadis itu baru memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Tok! Tok! Tok!
Sama sekali tidak ada sahutan dari dalam sana. Tiba-tiba, sekelebat pikiran buruk menghampirinya, membuat degup jantungnya semakin cepat.
Tidak lama, dia kembali dibuat kaget saat tiba-tiba terdenar suara kunci pintu dibuka. Pintu yang semula terbuka hanya celah itu kini didorong Jesika perlahan. Betapa kagetnya gadis itu ketika melihat situasi kamar yang tadi ditinggalkan dalam keadaan rapi, kini seperti kapal pecah.
‘Dia benar-benar mengamuk!’ komentar Jesika dalam hati saat melihat banyak barang berserakkan di lantai.
Lalu sama-samar, Jesika mendengar suara gemericik dari dalam kamar mandi. Dia menebak, setelah puas mengeluarkan amarahnya, Antonio memutuskan untuk mendinginkan diri.
Gadis itu mengedikkan bahu, mencoba tak acuh pada pemikirannya sendiri. “Apa boleh aku bereskan semua ini?” gumam Jesika. “Aku benci tempat berantakan.”
Jesika menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Hanya bayangan samar-samar terlihat dari dinding kaca. Siluet badan tegap Antonio terlihat begitu menggoda dari tempatnya berdiri. Sebelum otaknya berpikir terlalu jauh, Jesika dengan cepat membereskan kakacauan ini.
Namun, saat kegiatan bersih-bersihnya belum selesai … suara bariton terdengar, menginterupsi kegiatannya.
“Ambilkan aku handuk!”
Jesika terdiam sesaat. Dia memastikan kalau telinganya memang mendengar suara.
“Kamu masih di situ, kan? Cepat ambilkan aku handuk!” Lagi, Antonio berteriak.
Sadar tidak ada orang lain di dalam kamar, Jesika langsung terkesiap. Dengan keadaan panik, dia bergegas mencari handuk yang diminta pria itu.
Namun, saat handuk itu baru saja dia dapatkan, mendadak pintu kamar mandi terbuka dan Antonio keluar dari sana hanya dengan celana rumahan pendeknya.
“Argh!” Refleks, Jesika berteriak dan langsung membalik badan. Handuk yang telah dia temukan bahkan dia cengkeram kuat-kuat. “I-ini handuknya.” Dengan mata tertutup, juga tanpa menoleh ke arah Antonio yang berdiri di belakangnya, Jesika mengulurkan benda yang dicari pria itu sedari tadi.
Terdengar decakan bersamaan dengan sambaran handuk di tangan Jesika. Dengan santainya, Antonio memutar langkah, sambil melingkarkan handuk pada pinggangnya lalu menghilang masuk ke dalam ruang ganti.
‘Apa maunya pria itu?’ batin Jesika.Semua barang-barang sudah tertata kembali walaupun sedikit ada yang berbeda dari semula. Tidak masalah, setidaknya kamar ini kembali rapi.
Suara pintu kamar mandi kembali terdengar dibuka, disusul kemudian suara Antonio yang bertanya, “Bicara apa saja Nenek denganmu?”
“Ha-Apa?” Jesika ternganga, terkesiap.
“Nenek bicara apa saja?” Antonio kembali mengulang pertanyaan dengan nada ditekan.
Sambil memegang telapak tangannya dan berdiri dengan kedua kaki rapat, Jesika menjawab, “Tidak bicara apa-apa.”
Antonio keluar kamar mandi dan kali ini sudah mengenakan kemeja tidur dengan celana pendek santainya.
‘Sialan!’ Jesika memekik dalam hati.
Pemandangan di hadapannya ini benar-benar sempurna. Wajah tampan dengan tubuh proporsional, kancing atas yang terbuka, juga suara bariton pria itu yang terdengar dalam begitu menggelitik kewarasannya. Tak sadar, Jesika sampai menelan ludah.
“Soal kamu bisa berada di bagasi mobilku ….”
“Oh, tentang itu, aku ….” Jesika buru-buru menyela, tetapi dia kehilangan kemampuan berbicara setelahnya.Entahlah, dia agak malu jika harus berterus terang.
“Kamu kabur dari pernikahanmu?” tebak Antonio, membuat raut wajah Jesika sedikit terkejut.“A-aku….”
Antonio duduk bersandar di sofa sambil menyilang kaki. Tatapnya lurus ke arah Jesika yang kini berdiri semakin menciut.
Kepala wanita itu masih menunduk. Ada rasa takut, juga menegangkan, seperti sedang diinterogasi atas kesalahan yang fatal.
“Ya, aku kabur dari pernikahanku,” jawab Jesika pada akhirnya.
Antonio mendecih lalu tersenyum miring. Tatapannya kini menyalang, berpadu antara sebuah ejekan juga rasa kebencian.
“Apa Wanita memang suka seperti itu? Kabur di hari penting? Sungguh konyol!” Antonio menatap Jesika tajam. Ada raut jijik, tetapi hanya bertahan sepersekian detik sebelum pria itu kembali berujar, “Ah, tapi setidaknya kamu sudah menolongku. Aku aman meskipun harus menikah dengan perempuan yang entah berasal dari mana.”
Pria itu terus berbicara, membuat Jesika kemudian menyimpulkan sesuatu.
‘Jadi benar, calon istrinya juga kabur di hari pernikahan?’
Namun, tentu saja kesimpulan itu tidak berani dia ujar dengan lantang, karena merasa takut terkena amarah pria yang baru saja reda dari amukan sebelumnya.
“Ehm, apa boleh aku tanya sesuatu?” Gugup, Jesika memberanikan diri menatap singkat pada Antonio yang mengangguk menjawab pertanyaannya. “Sampai kapan aku harus menjadi istriu, Tuan Antonio? Apa aku punnya kesempatan untuk pergi?”
Bukannya mendapat sebuah jawaban atas pertanyannya, Jesika justru akan dihadapakan dengan sebuah perjanjian. Antonio berdiri dengan tatapan tegas, bicara dengan jelas sampai rasanya ebrgema di ruangan kamar luas ini.“Kamu yang masuk sendiri ke sini. Jadi jangan harap kamu minta lepas.”“Apa maksud Tuan?” Jesika menatap pasrah.“Kamu sendiri yang datang padaku, kan? Aku mana mungkin melepaskan kamu begitu saja. Setidaknya kamu balas budi karena dengan masuk ke dalam mobilku kamu bisa berhasil kabur dari pernikahanmu.”Jesika ingin sekali mengumpat Kasar. Memang jelas Jesika berhasil kabur dari pernikahannya sendiri, namun bukan berarti malah masuk ke dalam pernikahan lain sebagai pengantinnya. Belum lagi pernikahan yang terjadi kemarin, seperti sebuah pernikahan yang sangat tertutup. Hanya orang-orang tertentu yang datang.“Tapi, Tuan …”“Kamu tidak mau masuk penjara karena masuk ke dalam mobil orang tanpa izin kan?”Jesika harus apa? tidak ada pilihan lain, bukan? Lalu sekarang apa?
Kelopak mata terbuka perlahan menyambut sorot matahari yang mengintip dari balik tirai tipis yang terpasang pada jendela kaca. Antonio melengkuh sebelum kemudian membuka mata dengan lebar. Yang ia lihat sekarang langit-langit kamar yang berwarna putih. Pandangannya menoleh ke samping, lalu dengan cepat turun dengan kepala sedikit terangkat masih dalam posisi berbaring telentang. Antonio melihat selimut menutupi setengah badannya. “Sshht!” Antonio mendesis ketika hendak mengangkat badannya. Kepalanya masih sedikit pening. Memperkuat tenaga di tangannya, Antonio mencoba duduk tegak. Wajahnya masih merengut sampai mata menyipit menahan pening dan kantuk yang belum hilang. “Jam berapa sekarang? kenapa kepalaku pening sekali? Apa yang terjadi semalam?” Antonio bertanya-tanya sambil terus mengingat-ingat, sampai tiba-tiba sosok cantik keluar dari dalam kamar mandi. Mata Antonio menyipit menapat jeli, sementara yang ditatap masih belum menayadari sepasang netra mengawasi. Jesika membung
Jesika termenung diam memandangi tangannya yang memerah. Sesaat dia sempat mengedarkan pandangan, lalu kembali menunduk sambil tersenyum getir. Hidupnya selucu ini ternyata. Membayangkan bagaimana kemarin dia kabur, membuat Jesika hampir setengah gila. Gaun pengantin yang menyentuh tanah, ia angkat untuk memudahkan kedua kakinya berjalan cepat tanpa suara. Para tamu yang Jesika intip dari balik jendela kamarnya, membuat jantung semakin berdegup.Jesika tidak sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya dan satu adik permpuannya di ruang makan. Mulanya tidak ada yang serius, tapi betapa terkejutnya ketika secara jelas mereka mengatakan kalau seseorang akan menikahi Jesika minggu depan.Dari balik dinding, Jesika tertegun mematung. Dengan siapa menikah? Pacar saja sudah tidak punya. Ya, satu bulan yang lalu hubungan baru saja berakhir.“Kenapa tidak turun ke bawah.”Suara dari belakang menegur, membuat Jesika langsung terkesiap. Jesika memandangi pria itu saksama seperti tengah membandi
“Baca dan cermati!”Selembaran kertas melayang lalu mendarat di atas meja. Jesika yang baru masuk beberapa detik yang lalu, tampak tertegun melihat kertas tersebut.“Apa ini?” tanya Jesika penasaran.“Aturan yang harus kamu patuhi selama menjadi istriku.”Kening Jesika berkerut, kemudian ragu-ragu membungkuk meraih kertas tersebut. Sebelum mulai menyusuri setiap hurup yang tertata rapi pada lembaran tersebut, Jesika sempat menatap Antonio sekilas.Jesika mengibas sekali kertas tersebut supaya menegak. Bola matanya mulai bergerak menyusuri setiap huruf di sana. Wajahnya begitu tenang, sampai perlahan ada raut wajah menyipit.“Apa harus seperti ini?” tanya Jesika usai membaca bagian tengah di mana terdapat nomor lima di dan enam.Turuti semua perintah pihak pertama. Dilarang membantah, patuhi semua.Lakukan tugas layaknya seorang istri pada umumnya.Sungguh konyol.“Anda tidak salah tulis kan, Tuan?”Antonio mengangkat pundaknya. “Tentu saja tidak. semua sudah aku pikirkan matang-matang
Sebagai cucu pemilik sebuah agensi, seharusnya Antonio tidak harus bersembunyi lama-lama mengenai kasusnya sekarang ini. Kalian tahu bagaimana uang bisa berkata segalanya. Uang akan menang, begitulah kata orang-orang. Namun, untuk saat ini Antonio belum bisa focus dengan kasusnya. Setelah menikah dengan gadis di dalam bagasi, seharusnya sekarang memang harus lebih focus untuk hal itu, apalagi nenek malah mendukung.Dua koper besar sudah berada teras rumah. Jesika tidak tahu kapan dan siapa yang menatap semua barang-barang tersebut sampai masuk semua ke dalam koper. Bukan hanya baju dalam koper saja yang siap untuk dibawa, melainkan juga barang-barang lain seperti tas berisi perlatan wajah, ponsel dompet dan lain sebagainya.“Jadi nenek membiarkan pelayan masuk ke ruang gantiku?” tanya Antonio dengan nada kesal.Megan terlihat santai. “Kalau tidak begitu, kamu pasti akan sengaja mengulur waktu.”Antonio berdecak sambil menyugar kasar rambutnya. Pria itu membuang muka lantas duduk di so
Perjalanan berlangsung sekitar dua jam setengah untuk sampai di tempat tujuan. Sebuah mobil mengantar mereka setelah turun dari persawat menuju sebuah hotel yang tentunya sudah dipesan oleh nenek sebagai tempat singgah bulan madu. Sheraton Resort menjadi pilihan yang cocok untuk mereka sebagai pasangan pengantin baru.Disisi lain karena tempatnya yang mewah, Megan juga mengenal siapa pemilik hotel tersebut. Pernah juga ikut bergabung beberapa kali setiap ada perayaan tahunan di hotel tersebut.Sampai di hotel, mereka langsung diantar oleh dua orang Bellboy menuju kamar yang sudah dipesan. Sepanjang berjalan menyusuri Lorong, Jesika tidak berhenti terkagum-kagum dengan horel ini. di depan dia sudah di manjakan dengan pemandangan yang indah, bangunan mewah, lalu masuk ke dalam disambut layaknya seorang tamu special, hingga sampai diantar ke kamar.Jadi seperti inikah menginap di sebuah hotel?Jesika menoleh ke belakang sebelum pintu kamar dengan nomor 106 terbuka. Beberapa pintu berdere
“Jadi apa kamu sudah menemukan wanitamu yang kabur?”“Belum. Sial! aku hampir gila mencarinya.”“Aku kirim gambar padamu. Sebaiknya kamu melihatnya.”Panggilan masih tersambung, pria itu melihat sebuah pesan gambar yang masuk. Keningnya mulai berkerut ketika melihat seroang Wanita cantik dengan rambut digulung, dengan poni belah samping. Model rambut yang biasa menjadi tren di Korea.Pria itu kembali menempelkan ponsel pada telinganya. “Di mana kamu melihatnya.”“Jalanan dekat pantai kuta. Bukankah sangat mirip?”“Aku matikan telpon dulu. Kita bisara lagi nanti.”Saat panggilan sudah selesai, pria dengan rambut Buzz cut itu menepi menuju sebuah apartemen. Dia berjalan cepat menuju apartemennya yang berada di lantai dua puluh. Hari cukup melelahkan karena pekerjaan kantor sangat banyak.Sampai di dalam apartemnnya, Joseph langsung duduk di sofa dengan punggung bersandar. Dia menyelunjrkan kedua kakinya ke atas sofa, lalu membuka ponselnya lagi.Tatapan mata pada layar yang menyala itu
“Seharusnya kita segera pindah setelah mendapatkan uang itu, Pa!” decak Sera. “Dia sunggu menakutkan!”Atiqah manarik sang putri dalam pelukannya, sementara matanya menatap sedih bercampr kesal pada sang suami.“Seharusnya kamu mengawasinya lebih ketat supaya dia tidak kabur.”Sanjaya meraup wajah sambil mendesah berat. Bisnisnya mulai berkembang sebenarnya. “Jesika sudah di rumah itu sebelum kabur. Seharusnya pengawal Joseph yang lebih ketat penjagaannya.”“Memang benar, tapi kalau sudah begini, kita yang repot juga. Dia sampai mengancam akan membawa Sera.”Sanjaya meraup kasar wajahnya yang kusam. “Besok kita pindah. Toh sekarang bisnis kita sudah mulai berkembang. kita tidak akan lagi kekurangan. Kalian tenang saja.”Sanjaya berlalu meninggalkan sang istri dan putrinya yang masih berada di dalam kamar. Melihat ponselnya yang tergeletak di atas meja berlaci, Sanjaya mendekat ke sana. Dia ingat kalau Joseph mengirimkan sesuatu di sana,Sebelum duduk, Sanjaya mengambil kaca mata lebih