Share

5. Kamu Istriku

Author: Irma W
last update Last Updated: 2023-11-11 11:42:53

“Aku tidak mau masuk ke dalam sana. Sebaiknya aku turun.”

Selepas perbincangan tiket bulan madu yang tidak disukai Antonio, Jesika memilih keluar dari kamar. Pasalnya, pria itu tidak membantah lagi perintah Nenek Megan, tetapi justru mengamuk di dalam kamar.

Sayang, keberadaannya yang seorang diri itu dilihat oleh seseorang.

“Jesika? Kenapa di sini sendirian? Mana Antonio?”

Jesika langsung melompat kecil. Badannya spontan berbalik, bertemu dengan sosok yang baru saja memanggil namanya. “Ne-nenek …” celetuknya gagap. Jesika hampir mendesis ketika bibirnya mendadak kaku saat bicara dengan Megan.  “A-Antonio, di kamar, Nek.”

“Apa Antonio memarahimu?”Nenek Megan kembali bertanya.

“Tidak,” jawab Jesika dengan cepat sampai nadanya sedikit melengking, membuatnya dengan cepat mengatupkan bibir lalu menunduk malu.

Megan tersenyum, lalu menepuk kedua pundak Jesika. “Tidurlah, kamu pasti capek. Susul suamimu. Kalau dia macam-macam, kamu bisa katakan pada Nenek.”

Jesika tersenyum kecil, lalu mengangguk. Hanya itu yang bisa dia lakukan.

Andai boleh meminta dan memilih, Jesika ingin sebuah tempat untuk istirahat malam ini selain berada satu ruangan dengan pria itu. Kamar yang sempit pun tidak masalah. Ah, kalau perlu izinkan saja dia pergi dari rumah ini sekalian.

Akhirnya, meski enggan … Jesika kembali menekuri tangga untuk naik ke lantai dua. Sejenak, dia menajamkan telinganya, mencoba mencari tahu, apakah Antonio masih dalam mode mengamuk seperti sebelumnya?

Lalu, saat sudah tidak terdengar lagi suara barang-barang jatuh, gadis itu baru memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

Tok! Tok! Tok!

Sama sekali tidak ada sahutan dari dalam sana. Tiba-tiba, sekelebat pikiran buruk menghampirinya, membuat degup jantungnya semakin cepat. 

Tidak lama, dia kembali dibuat kaget saat tiba-tiba terdenar suara kunci pintu dibuka. Pintu yang semula terbuka hanya celah itu kini didorong Jesika perlahan. Betapa kagetnya gadis itu ketika melihat situasi kamar yang tadi ditinggalkan dalam keadaan rapi, kini seperti kapal pecah.

‘Dia benar-benar mengamuk!’ komentar Jesika dalam hati saat melihat banyak barang berserakkan di lantai.

Lalu sama-samar, Jesika mendengar suara gemericik dari dalam kamar mandi. Dia menebak, setelah puas mengeluarkan amarahnya, Antonio memutuskan untuk mendinginkan diri.

Gadis itu mengedikkan bahu, mencoba tak acuh pada pemikirannya sendiri. “Apa boleh aku bereskan semua ini?” gumam Jesika. “Aku benci tempat berantakan.”

Jesika menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Hanya bayangan samar-samar terlihat dari dinding kaca. Siluet badan tegap Antonio terlihat begitu menggoda dari tempatnya berdiri. Sebelum otaknya berpikir terlalu jauh, Jesika dengan cepat membereskan kakacauan ini.

Namun, saat kegiatan bersih-bersihnya belum selesai … suara bariton terdengar, menginterupsi kegiatannya.

“Ambilkan aku handuk!”

Jesika terdiam sesaat. Dia memastikan kalau telinganya memang mendengar suara.

“Kamu masih di situ, kan? Cepat ambilkan aku handuk!” Lagi, Antonio berteriak.

Sadar tidak ada orang lain di dalam kamar, Jesika langsung terkesiap. Dengan keadaan panik, dia bergegas mencari handuk yang diminta pria itu.

Namun, saat handuk itu baru saja dia dapatkan, mendadak pintu kamar mandi terbuka dan Antonio keluar dari sana hanya dengan celana rumahan pendeknya.

“Argh!” Refleks, Jesika berteriak dan langsung membalik badan. Handuk yang telah dia temukan bahkan dia cengkeram kuat-kuat. “I-ini handuknya.” Dengan mata tertutup, juga tanpa menoleh ke arah Antonio yang berdiri di belakangnya, Jesika mengulurkan benda yang dicari pria itu sedari tadi.

Terdengar decakan bersamaan dengan sambaran handuk di tangan Jesika. Dengan santainya, Antonio memutar langkah, sambil melingkarkan handuk pada pinggangnya lalu menghilang masuk ke dalam ruang ganti.

‘Apa maunya pria itu?’ batin Jesika.

Semua barang-barang sudah tertata kembali walaupun sedikit ada yang berbeda dari semula. Tidak masalah, setidaknya kamar ini kembali rapi.

Suara pintu kamar mandi kembali terdengar dibuka, disusul kemudian suara Antonio yang bertanya, “Bicara apa saja Nenek denganmu?”

“Ha-Apa?” Jesika ternganga, terkesiap.

“Nenek bicara apa saja?” Antonio kembali mengulang pertanyaan dengan nada ditekan.

Sambil memegang telapak tangannya dan berdiri dengan kedua kaki rapat, Jesika menjawab, “Tidak bicara apa-apa.”

Antonio keluar kamar mandi dan kali ini sudah mengenakan kemeja tidur dengan celana pendek santainya.

‘Sialan!’ Jesika memekik dalam hati.

Pemandangan di hadapannya ini benar-benar sempurna. Wajah tampan dengan tubuh proporsional, kancing atas yang terbuka, juga suara bariton pria itu yang terdengar dalam begitu menggelitik kewarasannya. Tak sadar, Jesika sampai menelan ludah.

“Soal kamu bisa berada di bagasi mobilku ….”

 “Oh, tentang itu, aku ….” Jesika buru-buru menyela, tetapi dia kehilangan kemampuan berbicara setelahnya.

Entahlah, dia agak malu jika harus berterus terang.

 “Kamu kabur dari pernikahanmu?” tebak Antonio, membuat raut wajah Jesika sedikit terkejut.

“A-aku….”

Antonio duduk bersandar di sofa sambil menyilang kaki. Tatapnya lurus ke arah Jesika yang kini berdiri semakin menciut.

Kepala wanita itu masih menunduk. Ada rasa takut, juga menegangkan, seperti sedang diinterogasi atas kesalahan yang fatal.

“Ya, aku kabur dari pernikahanku,” jawab Jesika pada akhirnya.

Antonio mendecih lalu tersenyum miring. Tatapannya kini menyalang, berpadu antara sebuah ejekan juga rasa kebencian.

“Apa Wanita memang suka seperti itu? Kabur di hari penting? Sungguh konyol!” Antonio menatap Jesika tajam. Ada raut jijik, tetapi hanya bertahan sepersekian detik sebelum pria itu kembali berujar, “Ah, tapi setidaknya kamu sudah menolongku. Aku aman meskipun harus menikah dengan perempuan yang entah berasal dari mana.”

Pria itu terus berbicara, membuat Jesika kemudian menyimpulkan sesuatu.

‘Jadi benar, calon istrinya juga kabur di hari pernikahan?’

Namun, tentu saja kesimpulan itu tidak berani dia ujar dengan lantang, karena merasa takut terkena amarah pria yang baru saja reda dari amukan sebelumnya.

“Ehm, apa boleh aku tanya sesuatu?” Gugup, Jesika memberanikan diri menatap singkat pada Antonio yang mengangguk menjawab pertanyaannya. “Sampai kapan aku harus menjadi istriu, Tuan Antonio? Apa aku punnya kesempatan untuk pergi?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 124

    Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 123

    Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bagian 122

    Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 121

    Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 120

    Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,

  • Mendadak Jadi Pengantin Pengganti   Bag 119

    Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status