Share

Empat

Penulis: Galuh Arum
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-04 07:40:11

Bu Atik geram dengan sikap Anisa, tapi mencair saate terdengar ketukan dari pintu arah depan. Ibu Wisnu yang penasaran langsung saja membukakannya dan yang datang ternyata adalah anak perempuannya.

Dengan antusias, ibu Wisnu menyambut kedatangan anak perempuan yang sudah menikah dan jarang sekali berkunjung ke rumahnya. Namun, kini dia datang dengan anaknya pula. Dengan gemas ibu Wisnu mencium pipi cucunya. Ibu Wisnu segera mengajak anak perempuannya masuk dan duduk di sofa.

"Nisa! Tolong buatkan minum! Cucu dan anak Ibu kemari! Cepat!" teriak ibu Wisnu.

Anisa yang tidak ingin bertengkar pun segera membuatkan minuman yang diminta mertuanya. Setelahnya, Anisa keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi dua gelas minuman untuk iparnya serta anaknya.

Seulas senyum Anisa berikan pada iparnya itu. Namun, bukannya membalas dengan senyuman yang sama, iparnya itu justru tertawa mengejek. Anisa hanya diam, tak ingin terlalu menanggapi iparnya itu. Memang, sejak awal dirinya datang ke rumah ini, seluruh anggota keluarga Wisnu tidak menyukainya. Maka, Anisa tidak heran dengan tingkah iparnya yang terkuat semakin menjadi-jadi itu.

"Huh, dasar cewek kampungan. Pantas saja orang lain tidak berminat," ujar ipar Anisa yang membuat langkah Anisa terhenti.

Tanpa membalikkan badan, Anisa menyunggingkan senyuman miring. Sudah terlampau sering dirinya diperlakukan seperti ini, tapi masih saja rasa sakit itu datang menghampiri. Sudut hatinya kian bertambah sakit, kejadian kemarin-kemarin belum bisa dirinya poles agar tidak terasa sakit tapi hari ini luka itu harus bertambah lagi yang kemungkinan akan bertambah besar dan lebar.

"Lihat saja, Bu. Pakaiannya, sungguh kampungan. Tidak mengenal fashion. Mana bisa mata suaminya terjaga jika seperti itu?" Lagi, iparnya itu berkata.

"Iya juga. Tapi, sudahlah bukan urusan kita pula," timpal ibu mertuanya.

Anisa memperhatikan penampilannya dari atas hingga ke bawah. Tidak ada yang aneh. Dirinya memakai kaus lengan pendek dan rok plisket dan itu cukup sopan menurut Anisa.

Dirinya pikir, jika di rumah untuk apa memakai pakaian yang bagus, padahal akan mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk. Namun, Anisa bisa menjamin di saat dirinya sudah berdua bersama suaminya, dia akan berpenampilan menarik dan Anisa bisa menjamin jika semua orang akan terpikat dengan pesonanya.

Namun, memang dasar laki-laki buaya. Suaminya justru memilih wanita yang jauh dari kata cantik jika dibanding dirinya. Huh! Anisa menjadi ingat akan kejadian malam tadi. Di mana dirinya memergoki chat mesra suaminya bersama wanita lain dan itu membuat emosinya kembali naik.

Anisa menghela napasnya panjang, lalu segera melangkah meninggalkan ibu mertua serta anak perempuannya itu. Tanpa ingin mendengar sesuatu yang nantinya akan semakin membuatnya sakit hati. Sesampainya di belakang, Anisa menyibukkan dirinya dengan pekerjaan-pekerjaan rumah lainnya. Dirinya tidak ingin emosi yang menderanya keluar dan berakibat fatal. Maka dari itu dirinya memfokuskan diri pada pekerjaannya. Tak ingin memikirkan hal yang tidak penting untuk dirinya.

"Ayo, kita sarapan dulu," ajak ibu Wisnu pada anak perempuannya yang langsung diangguki oleh anaknya itu.

Wisnu turun dari kamar dan segera bergabung dengan kedua orang tuanya dan juga kakaknya. Namun, dirinya tidak melihat Anisa di sana. Wisnu mengedarkan pandangannya, mencari-cari di mana Anisa berada.

"Anisa ke mana, Bu?" tanya Wisnu.

"Entah, mungkin di belakang," jawab ibu Wisnu tak acuh.

Mendengar jawaban ibunya, wisnu segera melangkah ke arah belakang rumah, untuk mencari istrinya. Sedari tadi pagi, Wisnu merasa ada hal yang berbeda dengan istrinya. Jika biasanya Anisa begitu antusias untuk menyiapkan keperluannya, tapi pagi ini tidak ada lagi wajah bersemangat Anisa.

Bahkan Anisa meminta dirinya untuk menyiapkan keperluannya sendiri. Sangat berbeda sekali dengan kebiasaan istrinya itu. Tadi pagi dirinya juga menemukan Anisa tidur di sofa bukan di sampingnya. Itu sangat tidak masuk akal menurut Wisnu.

Biasanya, sedang marah seperti apa pun, Anisa akan tetap tidur di kamarnya, tetap menyiapkan keperluannya dan akan tetap peduli padanya. Namun, kali ini, Semua itu tidak dilakukan Anisa. Entah apa yang membuat Anisa berubah seperti itu. Padahal Wisnu sendiri tidak merasa sudah melakukan hal yang menyakiti hati istrinya.

Wisnu akhirnya menemukan istrinya sedang duduk di aturan yang ada di belakang rumah. Sepertinya istrinya itu tengah melamun. Dengan segera Wisnu menghampiri Anisa dan menepuk bahunya.

"Kamu kenapa ada di sini? Tidak ikut sarapan?" tanya Wisnu pelan.

Anisa menoleh lalu menjawab, "Untuk apa?" tanyanya.

Wisnu mengerutkan keningnya bingung dengan jawaban yang Anisa berikan. Itu terdengar ambigu, dan Wisnu tidak mengerti itu.

"Tentu saja untuk melayani suamimu ini, dan juga sarapan bersama. Mengisi perutmu, yang juga butuh asupan makanan," kata Wisnu.

Anisa berdiri dari duduknya dan berbalik menatap Wisnu dalam.

"Kamu kenapa sih? Aneh banget tahu gak? Kamu beda dari biasanya." Wisnu benar-benar tidak nyaman saat ditatap seperti itu oleh Anisa.

Anisa berdeham, lalu mengembuskan napasnya sejenak, sebelum berkata, "Kamu tanya aku kenapa? Kenapa gak kamu tanyakan itu pada diri kamu sendiri, Mas?"

"Maksud kamu apa sih, Nis? Aku sama sekali gak ngerti!" balas Wisnu.

"Oh, begitu, ya. Bisa berbuat tapi tidak mengerti apa yang tengah diperbuat? Ck. Hebat sekali suamiku ini .... Kamu masih tidak mau mengaku, Mas?" tanya Anisa.

"Kamu kenapa melantur seperti ini, sih, Nis? Apa yang sebenarnya kamu maksud?" tanya Wisnu frustrasi.

"Oke, sekarang aku tanya. Apa pantas seseorang yang sudah beristri memanggil mesra seorang wanita yang bahkan tidak memiliki hubungan dengannya? Seseorang yang jika dibandingkan dengan aku bahkan jauh berada di bawahku. Jawab, Mas! Jangan diam saja!"

Deg!

Wisnu terkejut mendengar perkataan Anisa. Wisnu tidak dapat menyembunyikan raut wajah terkejutnya, lalu akhirnya dirinya tersadar.

"Apa yang kamu tahu, Nis?"

"Aku tahu semuanya, Mas. Tentang perselingkuhanmu itu! Apa yang kurang dariku, Mas? Sampai kamu tega melakukan itu padaku?! Apa, Mas?!"

Suasana rumah makan terasa mencekam setelah Wisnu kembali dari belakang. Wisnu tidak menyangka jika istrinya tahu apa yang dilakukannya. Wisnu menyugar rambutnya, dirinya bingung dengan apa yang harus dilakukannya.

Tak ingin terlalu memikirkan hal itu, Wisnu akhirnya pergi ke kantor tanpa berpamitan pada Anisa. Di dalam mobil Wisnu masih saja bingung dengan keputusan yang nantinya akan dirinya pilih.

Bagaimana bisa Anisa tahu padahal ia menutup rapat dan akan menikahi kekasihnya sesuai arahan sang ibu. Belum juga terjadi, Anisa sudah tahu semuanya. 

"Arhg, sial!" 

Wisnu memukul setir mobil, ia berulang kali merutuk dirinya.  Ia pun tak mau kehilangan Anisa untuk saat ini karena perempuan itu sangat rajin hingga dia tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk memperkejakan pembantu, toh ada sang istri yang setia merapikan rumahnya.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ki Limo
suami brengsek kyk gt tu, istri dijadiin pembantu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Empat

    “Nar, sudah membuat susu untuk Bumi?” tanya abu Zani. “Iya, Bu. Tapi aku mau buat makanan dulu buat Abas, kalau dia pulang tidak ada maafkan kasihan,” ujar Kinar dengan senyum tipis.Bu Zani mengerutkan kening, apa yang terjadi dengan Kinar anaknya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal itu, apa yang terjadi pikirnya. Ia menghampiri sang anak lalu bertanya apa yang di maksud olehnya. “Nar, Abas mau datang?” tanya Bu Zani pelan. “Iya, Bu. Tadi kami video call, dia senang karena aku sudah melahirkan anaknya. Bumi itu anak aku dan Abas,” ujar Kinar. Bu Zani cemas, lalu memegang bahu sang anak. “Nar, sadar kamu. Apa yang kamu katakan itu tidak benar. Bumi anak putri yang kamu adopsi, bukan anak kamu dan Abas.” Kinar menepis tangan sang ibu, tatapannya begitu tajam hingga membuat Bu Zani ngeri. Tidak mungkin sang anak mengalami gangguan jiwa, tapi memang dari gejala terlihat seperti itu. Ia langsung menarik Kinar untuk sadar dengan apa yang ada di pikirannya.Bu Zani menepuk-nepuk

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Tiga

    Wisnu menatap kantor yang dirinya pimpinan kini gulung tikar. Awal kehancurannya adalah saat Kinar keluar tiba-tiba, semua membatalkan kerja sama hingga ia tak mendapatkan keuntungan. Dirinya telah mencari pengganti untuk posisi Kinar, tetapi justru membuat perusahaannya semakin hancur. "Pa, tolong suntikan dana."Pak Hartawan sudah tak mau lagi membantu perusahaan anaknya itu. Wisnu selalu gegabah dalam mengambil keputusan dana sebanyak apa pun akan habis. "Pa, lalu bagaimana dengan aku? Aku memiliki istri yang harus dinafkahi," ungkap Wisnu. Pak Hartawan, melepas kacamatanya. Ia memijat pangkal hidungnya itu. "Kamu bisa menjadi karyawan di perusahaan yang papa pimpin," ujar Pak Hartawan. Mata Wisnu membulat, ia menjadi bawahan di perusahaan papanya? Dirinya ingin menolak, tetapi tahu sifat seorang Hartawan bila telah mengambil keputusan tak ada satu orang pun yang dapat mengubahnya. Wisnu keluar dari ruangan papanya dengan wajah kecewa. Kariernya benar-benar hancur. Lelaki it

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Dua

    Bu Zani khawatir tentang masa depan Bumi. Pasti akan banyak biaya untuk kedepannya. Susu, pakaian serta lainnya. Entahlah sepertinya Kinar terlalu gegabah dengan mengambil keputusan tersebut. "Bumi, udah wangi, udah minum susu juga tidur, ya, Nak." Bu Zani bicara pelan.Akan tetapi, kehadiran Bumi pun membawa dampak positif bagi Kinar bila dia kini lebih mudah untuk tertawa."Nar, kamu taukan mengurus anak itu bukan hanya memberikan kasih sayang saja, tetapi pasti memiliki biaya, lalu kamu akan membiayainya dari mana?" tanya Bu Zani. Sudah satu minggu Bumi tinggal bersama mereka dan Kinar pun banyak menghabiskan waktu dengannya. Ia menaruh jari telunjuknya di bibir memberi pertanda agar ibunya tidak bicara lagi. Kinar beranjak dari kasur. Ia segera keluar dan menemui ibunya yang berada di ruang tamu. "Kinar nanti akan bekerja lagi, Ma," ujar Kinar. Senyumnya begitu semringah. Ya, hadirnya Bumi pada kehidupan Kinar membuat semangat baru. Kini ia akan kembali mencari pekerjaan kemb

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Seratus Satu

    Anisa dilarikan ke rumah sakit, air ketuban telah pecah. Namun, ia belum merasakan kontraksi apa-apa. "Bayinya terlilit tapi pusar, serta air ketubannya sudah keruh."Abas dan Bu Asih saling menatap. Abas belum mengerti apa tindakan yang harus ia ambil. "Lakukan apa pun yang terbaik, Dok," ujar Abas. Sang Dokter mengangguk. Ia pasti akan mengambil tindakan yang tepat. "Air ketuban keruh kemungkinan bayi dalam kandungan sudah bab, jika dibiarkan bisa-bisa ia keracunan di dalam kandungan."Abas semakin panik. Ia tak tahu harus bagaimana. "Untuk prosedur operasi caesar kami membutuhkan tandatangan, Pak Abas sebagai suaminya."Abas mengangguk ia segera menandatangani surat yang diberikan sang dokter. Usia kandungan Anisa memasuki minggu ke 39 saat USG dua hari lalu jika posisi bayi masih di atas belum berada pada posisi yang tepat untuk melahirkan secara normal. Sebelum operasi Anisa harus melakukan puasa terlebih dahulu. Wajah wanita itu terlihat pucat, banyak ketakutan yang diriny

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    seratus

    Bab 100Melihat Wisnu yang masih mematung ia kecewa harus menelan pil pahit kehidupan bila dirinya memang lelaki mandul, buktinya dari tiga wanita yang pernah dirinya jamah tak ada yang hamil. Sebagai seorang lelaki dirinya benar-benar, malu. Bagaimana jika orang tuanya tahu? Bagaimana jika Nina tahu siapa yang bermasalah? Kinar langsung menendang kaki lelaki itu hingga terjatuh. Dirinya segera masuk ke mobil dan mengendarai dengan kecepatan yang sangat tinggi. Membelah teriknya matahari. Kinar membelokkan mobil pada parkiran sebuah rumah sakit mewah. Ya, sekarang ibunya sering sakit hingga ia harus menebus obat dibagian farmasi.Langkah Kinar terhenti. Baru saja bertemu Wisnu kini ia sudah dikejutkan oleh sepasang suami istri yang baru keluar dari ruang kandungan. Abas dan Anisa, ia memilih untuk menghindari keduanya. Dirinya benar-benar sedang tidak mau mencari ribut dengan siapa pun. Anisa dan Abas saling menatap. "Tumben, dia tidak mencari masalah," ujar Anisa. Abas mengangk

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    sembilan Puluh Sembilan

    Anisa terpaku melihat perjuangan Abas yang rela basah kuyup demi membelikannya martabak keju. Ya, lelaki itu tak memakai mobil, karena takut terhambat macet yang akan menyita banyak waktu. Apalagi martabak yang diinginkannya adalah martabak yang sedang viral. "Kamu langsung mandi, Bas," ujar Anisa. Abas mengangguk. Ia segera menuju kamar dan Anisa melangkah menuju dapur. "Kamu tak ada rasa kasihan sedikit pun pada Abas memangnya? Lihat dia rela hujan-hujanan demi membelikan apa yang kamu inginkan. Padahal ibu yakin martabak ini paling cuma kamu makan sepotong," ungkap Bu Asih sembari memindahkan bungkusan martabak ke piring. Anisa terdiam, ia memejamkan mata ini bukan untuk yang pertama kalinya Abas mencarikan apa yang dirinya ingin. Kemarin malam pun sama, dirinya menginginkan nasi goreng pukul 02.00 WIB dini hari. Abas rela mencarikannya. "Ini, bawa berikan martabak ini untuk Abas. Ibu tidak selera," ungkap Bu Asih. Anisa mengangguk. Hatinya dihantui rasa bersalah. Apa dirinya

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Sembilan Puluh Delapan

    Wisnu merasa sang istri merendahkannya. Jelas-jelas mengatakan bila ialah yang mandul. Dirinya merasa terpojokkan, Nina benar-benar memancing emosinya. "Kau—""Apa?" tanya Nina. "Beraninya kau berbicara seperti itu pada suamimu, Nin?" tanya Wisnu. Urat-urat leher lelaki itu sudah menegang. Matanya pun telah memerah. "Memangnya kenapa jika itu fakta kamu tak bisa mengelaknya, Mas," sahut Nina. Tak ada rasa takut, ia tetap menjawab apa yang Wisnu ucapkan. Dirinya lelah selalu dipojokkan dan disalahkan sang mertua dan juga suaminya. "Diam!" seru Wisnu. "Kalau aku tidak mau diam, kenapa?" sahut Nina. Wisnu mengepalkan tangan. Ia menendang kursi rias milik sang istri. Lalu berbalik menatap Nina dengan mengangkat tangan. Nina telah memejamkan mata, tetapi Wisnu mengurungkan niat untuk menamparnya. "Kenapa tidak jadi?" tanya Nina. Ia semakin menantang dengan mendekatkan pipi pada lengan Wisnu. "Ayo tampar aku, Mas," ujar Nina sembari memegangi lengan sang suami. Wisnu terdiam. H

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Sembilan Puluh Tujuh

    Bu Asih, tersenyum. Ia puas melihat wajah mantan besannya yang terlihat muram itu. Rencana Allah itu memang dahsyat. Dulu putrinya dihina dikata-katai jika mandul, nyatanyalah sekarang anaknya tengah mengandung. "Hei, kamu, ajak Wisnu ke dokter kandungan siapa tahu memang dia memiliki masalah," ujar Bu Asih. Nina terdiam, ia hanya menunduk malu. Memang benar sampai sekarang dirinya belum hamil juga. Bu Asih bukan tanpa alasan mengatakan hal tersebut, tetapi dirinya tak mau jika wanita yang kini menjadi menantunya Bu Atik akan diperlakukan sama seperti Anisa waktu dulu. Ia hanya memberikannya sedikit peringatan. Anisa menyentuh bahu sang ibu, agar tidak lagi mengatakan apa pun. "Buahnya ini sudah cukup, Bu, Anisa juga udah capek," tutur Anisa. Bu Asih menoleh, ia mengangguk. "Kami pamit, dulu, ya, kan kalau wanita hamil itu tidak boleh kecapean," tutur Bu Asih. Mereka segera membayar, lalu pulang. Di dalam mobil Bu Asih bercerita kepada Bu Amira, bagaimana ia puas melihat reak

  • Mendadak Kaya Usai Bercerai    Sembilan Puluh Enam

    "Ih, kamu itu bisa enggak sih jangan dekat-dekat aku. Mual tau rasanya," ujar Anisa. "Masa, sih, Nis, kamu mual?" tanya Abas. Anisa bungkam. Anaknya ini tak bisa diajak berkompromi. Entahlah ia ingin berdekatan dengan Abas, tetapi dirinya terlalu gengsi untuk mengakuinya. Jika suaminya itu berangkat bekerja, ia akan merasa kesepian, kesal sendiri dan melakukan apa pun dengan emosi karena keinginannya tak dituruti. "Iya," jawab Anisa. Abas bukan orang yang mudah menyerah, ia akan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kembali hati sang istri. Terlebih lagi sekarang mereka akan memiliki anak yang sudah pastinya akan semakin menguatkan rumah tangganya. Anisa melirik ke arah Abas terkadang beberapa kali mencuri pandang. "Ya sudah, daripada kamu mual lebih baik aku keluar," ujar Abas. 'Tak peka!' Anisa memalingkan wajahnya, kenapa coba Abas harus keluar dari kamar. Harusnya lelaki itu tetap berada di sampingnya, sudah seharian ditinggal kerja dan sekarang sudah di rumah pun dirinya h

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status