“Tidak perlu ada yang di laporkan. Pecat saja secara tidak hormat. Di kantor ini tidak butuh orang seperti dia.” Bu Rahayu bersikap tegas.Seharusnya memang langsung di tindak sepeti itu jika tak ingin ada masalah. Sayangnya, Abas seolah-oleh memperkeruh masalah. “Buatkan saja suratnya. Biar kabar burung itu kita bereskan pelan-pelan.” Abas kembali menimpali.”Setelah itu mereka kembali ke ruangan masing-masing. Anisa pun sama kembali ke ruangan lali diikuti oleh Abas. “Kamu tenang saja.”“Kamu bilang kau harus tenang, sementara dia semena-mena di luar. Licik sekali dia ternyata.”Anisa tak henti terus mengomel pada Abas. Kekesalannya kali ini sungguh membuat ia tak mengerti dengan jalan pikiran Abas yang memintanya tenang.Tarikan napas Anisa terasa berat. Kali ini ia pun mengambil minum untuk menenangkan diri. Hal yang dia takutkan sebelum menikah adalah hal ini. “Kalau belum selesai bisa kamu selesaikan dulu dengan dia.”“Aku sudah menyelesaikan semuanya. Hanya saja te
Kinar melebarkan senyum mendengar tawaran Wisnu, teman lama yang kini bertemu kembali dan memiliki misi yang sama. Keduanya berjabat tangan, lalu saling pandang dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang ada di pikiran Wisnu, kini ia kembali memiliki dendam yang baginya harus tuntas. Merebut kembali Anisa atau merusak kebahagiaan mantan istrinya itu. “Mulai besok kamu bisa bekerja sama denganku. Menjadi sekretaris pribadiku.” “Dengan senang hati, kita hancurkan mereka. Aku mau lihat, apa mereka masih bisa tersenyum,” ucap Kinar.Bayangan Kinar pun penuh dengan kebencian. Apalagi lagi saat mengingat Abas. Sama dengan Wisnu, misinya adalah menghancurkan rumah tangga Anisa atau bisnisnya sekaligus. Sebagaimana Anisa menghancurkan hatinya juga Abas yang membuat jiwanya rapuh. Kedua orang jahat itu entah bagaimana bisa memiliki sifat sama. Wisnu menatap Kinar tanpa henti, melihat kecantikan teman lamanya itu membuat hasratnya bergairah. Apalagi jika mengingat Nina, istrinya yang
Perasaan yang sama juga di rasakan oleh Abas saat melihat keduanya tersenyum. Apa ini adalah sebuah awal dari apa yang mereka kan lakukan pada perusahaan Anisa pikir Abas. “Kayanya harus waspada kita, Nis.” Abas kembali mengingatkan untuk waspada dan berhati-hati dengan keduanya. Dia tidak menyangka jika Wisnu kembali berulah setelah dirinya percaya dengan mantan suami sang istri. Harusnya mereka tak mempercayai dan tak memberikan modal untuk Wisnu. Ternyata, sifat tak bisa berubah dan sudah mendarah daging. “Kita pergi dari sini, Bas.” “Iya, Nis.” Abas kembali mengemudikan mobilnya menuju kantor. Ia gegas mengumpulkan beberapa orang untuk membahas masalah ini termasuk Bu Rahayu. Keduanya sampai di kantor, Abas langsung mengadakan rapat dan Anisa langsung ke ruangannya. Melihat kondisi perusahaan sepeti ini, Anisa sedikit terguncang apalagi melihat mantannya melakukan hal tidak baik. Apa yang ia lakukan pun sepertinya harus lebih mantap. “Kamu kenapa sepeti itu?” tanya Amira y
“Apa yang di rebut. Aku dan kamu sudah selesai, aku sudah katakan itu sejak awal.” Abas mencoba menjelaskan pada Kinar. Namun, di dalam lubuk hati Kinar, ia tak percaya jika mantan kekasihnya itu sudah melupakannya.“Mungkin kita sudah selesai, itu kata kamu. Tapi, aku yakin di dalam lubuk hati kamu masih ada nama aku. Benarkan?”Tidak ada yang salah dari apa yang di katakan oleh Kinar. Saat hampir menikah saja ia masih memikirkan Kinar. “Kalau kamu tidak cinta denganku, mana mungkin kamu datang ke acara pemakaman Papa aku. Itu tandanya kamu masih peduli dengan aku, Bas. Hanya saja kamu terikat dengan perjodohan itu.”Abas mengusap wajah dengan kasar. Ia tak mau Kinar kembali mengharapkannya. Namun, ia pun tidak memungkiri jika masih mencintai Kinar walau kini ia sudah menjadi suami dari Anisa. “Bas, jawab!” pekik Kinar lagi.“Apa yang harus aku jawab?”“Kamu masih cinta sama aku, kan?” “Kamu pikir saja sendiri, berapa lama kita berhubungan. Aku memang masih mencintai kam
Amira terdiam, menantunya itu menatap dengan tajam. Menuntut sebuah jawaban atas pertanyaan yang dirinya juga ragu akan hal tersebut. Sebuah jaminan? Apa yang menjadi jaminan? Harus bagaimana ia sekarang? Abas benar-benar membuatnya harus memutar otak. Ancaman Anisa pun sepertinya tidak main-main. Membuat Amira harus berhati-hati dalam bertindak. Takut jika salah langkah, ia benar-benar dimiskinkan. "Mengapa Mama terdiam? Mama juga ragu, kan tentang hal itu?" tanya Anisa. Membangun sebuah kepercayaan di atas kepercayaan yang pernah kecewa, tidaklah mudah. Anisa tak hanya curiga bahkan ia mendengarnya secara langsung bila Abbas masih mencintai wanita lain. Lantas lelaki seperti apalagi yang harus dirinya percaya. "Mama yang akan menjadi jaminannya bila Abas tidak akan seperti itu," ungkap Amira. Anisa menggeleng, soal kepercayaan membuatnya luluh lantak. Ia takut kembali jatuh dalam kubangan kecewa. Takut kembali mengalami masa-masa yang membuatnya terluka. Luka batin takkan mudah
Anisa kecewa, ia benar-benar marah akan apa yang telah diperbuat oleh Abas. Terlebih lagi Kinar yang membuatnya muak. Dirinya segera bangkit, keluar dari kamar dan melangkah cepat dengan napas yang memburu. Apa yang membuat hatinya ragu terbukti. Selain yang terdengar dan terlihat oleh mata kepalanya sendiri. Anisa mengetuk pintu kamar sang mertua dengan keras. Tak memedulikan bila punggung tangannya telah memerah. "Ada apa Anisa?" tanya Amira. "Apakah bukti yang Mama maksud bila Abas tak seperti apa yang aku pikirkan?" tanya Anisa sembari menunjukkan ponselnya itu. Amira terdiam. Ia bungkam, entah harus bagaimana cara menjelaskannya foto tersebut membuat dirinya sulit untuk mengelak. "Sabar dulu, Nis," ujar Amira. "Apa kata Mama aku harus sabar? Kurang sabar bagaimana aku ini Ma?" tanya Anisa. Hati wanita yang pernah kecewa dan kini dikecewakan lagi harus bersabar? "Takkan ada ampun untuk seorang pengkhianat," ujar Anisa. "Anisa, mama mohon tenangkan dulu dirimu, ya, Nak,"
Kinar terkekeh mendengar ucapan Wisnu, keduanya memang pantas bekerja sama. Mereka tak memiliki hati jadi tak peduli dengan perasaan orang lain. Yang kinar ingin hanya Abas kembali menjadi miliknya dan dirinya tak usah repot bekerja karena harta Abas pun tak akan habis ke mana.Sementara, Wisnu sedang membayangkan tentang pernikahan kedua yang akan di langsungkan bersama Anisa. Pria itu tak sabar menunggu kehancuran mereka.Wisnu pamit pulang karena sejak tadi Nina mencoba menghubungi dirinya. Ia malas menjawab, tapi nanti wanita itu malah tak mau melayaninya. Selama ini Wisnu bersikap baik pada istrinya karena takut dia pergi dan tidak ada yang mengurus rumah. Lumayan asisten tanpa bayaran pikirnya. Berbeda dengan saat mereka memperlakukan Anisa, Bu Atik lebih lembut memperlakukan Nina karena jika dia terlihat seperti membabukan menantunya, tentunya Nina akan kabur. Dan nasib mereka akan sama seperti saat di tinggal Anisa. Sebelum pulang, Wisnu pun pamit pada Kinar. Tak sengaja
Anisa bergeming, bercerai mungkin hal itu yang akan membuatnya tenang. Namun, tidak bisa menghilangkan rasa sakit yang di buat oleh Abas. Pria itu datang membawa kebahagiaan, tapi ternyata juga memberikan luka. Hati Anisa terasa perih jika mengingat dirinya sudah percaya, tapi terkhianati jua.Apalagi saat ini, janji Abas untuk setia pun hancur. Sejak kedatangan Kinar semua janji manis itu tak terlihat lagi. “Nis, pikirkan lagi. Apa kamu tidak mau mencari bukti lebih dahulu?” tanya sang ibu. “Bukti apalagi, Bu?” Anisa sedikit emosi. “Siapa tahu, ada yang terjadi sebelum itu. Siapa tahu, Abas ke sana hanya untuk melihat karena iba. Bisa saja, Wisnu dan Kinar bekerja sama untuk menjatuhkan kamu dan Abas.”Apa yang di katakan sang ibu membuat Anisa sedikit berpikir, apa benar semua itu adalah jebakan. Namun, jika benar pun Abas sudah terlihat tak setia. Untuk apa mempertahankan.“Bu, aku sudah bulat dengan keputusan aku. Maaf, jika aku mengecewakan kalian.”Ada rasa tidak ena