Home / Romansa / Mendadak Menikahi Pria Cacat / Adit Mencoba Bunuh Diri

Share

Adit Mencoba Bunuh Diri

Author: Embun pagi_37
last update Last Updated: 2025-06-19 10:20:35

"Ada apa, Bik? Apa yang terjadi?," Bu Ajeng seketika menjadi khawatir, pikirannya melayang memikirkan hal buruk yang mungkin telah terjadi di rumahnya.

"Bik, Bik, Bik Ijah. Bik...!," karena tak kunjung mendapat jawaban Bu Ajeng mengambil telepon yang menempel di telinganya, lalu memandangi layar benda pipih itu, ternyata sambungan teleponnya telah terputus, hal itu membuat Bu Ajeng bertambah khawatir. Dia segera memasukan kembali ponsel yang berwarna hitam itu kedalam tas sandang yang menggantung di bahunya.

"Aku harus tiba di rumah secepatnya! Berani sekali pembantu itu mematikan sambungan telepon ketika aku belum selesai bicara!." Bu Ajeng mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi, motor itu meliuk-liuk di jalanan, menerobos di tengah ramainya kendaraan yang lalu lalang di jalanan hitam.

Tin,tin,tin,tin. Beberapa kali Bu Ajeng membunyikan klakson supaya kendaraan yang menghalangi jalannya memberikan dia ruang untuk melaju kencang. Sudah beberapa kali wanita bersanggul tinggi itu nyaris mengakibatkan kecelakaan, dan sudah beberapa kali juga wanita itu di hadiahi teriakan kebencian serta kata-kata makian dari para pengguna jalan yang berlalu lalang. Tetapi wanita itu tidak perduli, dia tetap melaju kencang menjadi penguasa jalanan hingga sampai di tempat tujuan. Bu Ajeng menghentikan motornya di sebuah rumah mewah. Terdengar suara derit roda ketika Bu Ajeng menekan rem motor matic itu.

"Bik,Bik,Bik." Bu Ajeng masuk ke dalam rumahnya dengan tergesa langkah kakinya sedikit berlari, sambil berteriak memanggil pembantu. Dia tidak sabar ingin mengetahui apa yang saat ini sedang terjadi di dalam rumah itu. Mendengar sang majikan telah tiba, Bik Ijah bergegas menghampiri.

"Den Adit, Bu. Den Adit mencoba bunuh diri lagi, dia mencoba terjun dari jendela." Bik Ijah berbicara dengan nada takut yang dibalut rasa khawatir. Perempuan paruh baya itu sudah bekerja di rumah Bu Ajeng sejak Aditiya masih kecil, dia mengasuh kedua anak rentenir itu dengan penuh kasih sayang, seperti merawat anaknya sendiri.

"Apa?." Bu Ajeng berlari ke kamar Aditiya, atau yang lebih akrab dipanggil Adit. Adit merupakan anak sulungnya yang menempati kamar di lantai dua. Ini sudah yang ketiga kalinya Adit mencoba mengakhiri hidupnya. Sejak mengalami kecelakaan satu tahun yang lalu, lelaki yang berusia dua puluh lima tahun itu kehilangan semangat hidup. Adit tidak bisa menerima kenyataan sejak dokter menyatakan kedua kakinya lumpuh dan hanya keajaiban yang bisa membuatnya pulih kembali.

Bu Ajeng membuka pintu kamar Adit, dia bisa bernapas  lega ketika melihat anak laki-lakinya tidak terluka sedikit pun.

"Adit, kamu kenapa, Nak? Kenapa kamu mencoba terjun dari jendela kamarmu? Apa kamu tidak menyanyangi Ibu, Nak? Kenapa kamu ingin meninggalkan Ibu?," Bu Ajeng tidak kuasa menahan air matanya. Tangannya mengusap lembut rambut putranya. Lelaki yang duduk di atas kursi roda itu hanya diam membisu, dia sama sekali tidak berniat menjawab runtunan pertanyaan yang dilontarkan Bu Ajeng. Tatapannya kosong, matanya redup tak bercahaya.

Sebelum mengalami kecelakaan , Adit adalah lelaki yang humoris, dia juga sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya, lelaki itu bahkan jarang pulang. Namun, sejak kecelakaan yang menimpanya Adit selalu mengurung diri di dalam kamar, dia juga jarang berbicara, seringkali dia mengamuk tampa alasan dan menghancurkan barang-barang yang ada di kamar itu.

"Adit, Ibu sayang sama kamu, kamu adalah belahan jiwa Ibu, jangan pernah melakukan hal konyol seperti ini lagi ya, Nak." Bu Ajeng memeluk tubuh anaknya, saat tangannya menyentuh bahu Adit, dia merasakan betapa kurus anak sulungnya sekarang, tubuh yang dulu kekar itu sudah tidak ada lagi, tubuh itu hanya tersisa tulang yang dibungkus kulit.

Bu Ajeng menangis sekeras-kerasnya agar suara tangisnya terdengar oleh seisi rumah, supaya semua mengira kalau dia benar-benar menyanyangi Adit dengan tulus.

Setelah wanita itu merasa puas mengeluarkan air mata buayanya, dia kembali melancarkan kata-kata bualan agar terlihat perhatian.

"Adit, kamu kalau perlu sesuatu jangan sungkan untuk mengatakannya pada Ibu, atau jika ada yang ingin kamu ceritakan Ibu ada di luar. Kamu tidak sendirian, Ibu akan selalu ada untuk kamu, Nak." Bu Ajeng kembali memeluk tubuh anaknya erat, lalu mengecup pucuk kepala anak itu sebelum meninggalkan kamar Adit. Namun Adit sama sekali tidak menanggapi ucapan ibunya. Lelaki itu sudah mulai lelah menghadapi sikap Bu Ajeng yang selalu pura-pura baik di hadapannya.

Setelah menutup pintu kamar Adit dari luar, Bu Ajeng menghapus air matanya, senyum misterius menghiasi bibir merahnya. Wanita itu melangkahkan kaki menuju ruang TV.

"Bik, Bik, Bibik!

Bik Ijah yang sedang membersihkan dapur lari tergesa ketika mendengar panggilan dari sang majikan yang galak

"Lama banget sih, Bik. Pita suaraku sudah mau putus berteriak dari tadi! Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Adit terlihat sangat sedih." Bu Ajeng menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa empuk berwarna merah yang ada di sampingnya

"Saya juga tidak tahu, Bu. Ketika saya mengantarkan makanan ke kamar, Aden. Setelah mengetuk pintu beberapa kali tidak ada jawaban. Saya langsung membuka pintu kamar itu dan melihat sebagian tubuh Den Adit sudah menggantung di jendela, beruntung kaki Den Adit tersangkut di kursi rodanya"

"Kamu bagaimana sih, Bik! Kamu bekerja di rumah ini di gaji untuk mengurus semua orang yang ada di sini, Bik. Jadi, kamu harus bekerja dengan benar," omel Bu Ajeng

"Maaf, Bu. Tadi saya sedang memasak di dapur," suara Bik ijah terdengar serak. Dia merasa sedih, setiap kali Adit mencoba menyakiti dirinya selalu saja Bik Ijah yang terkena imbasnya

Adit pernah keracunan obat, dia sengaja meminum obat yang diresepkan dokter untuknya dalam satu waktu. Dia juga pernah mencoba menyayat pergelangan tangannya, dan sekarang dia mencoba terjun dari jendela kamarnya yang berada di lantai dua. Setiap kali peristiwa buruk itu terjadi Bik Ijah lah yang menjadi bulan-bulanan majikannya. Bik Ijah yang selalu di salahkan dan dianggap tidak bekerja dengan baik.

"Jangan banyak alasan, Bik. Aku bisa memecat kamu kapan saja! Masih banyak orang di luar sana yang mau bekerja di rumah ini!," ucap Bu Ajeng sambil memalingkan wajah, dia tidak sudi menatap wajah Bik Ijah yang memelas.

"Tolong, jangan pecat saya, Bu. Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini. Saya akan menjaga Den Adit dengan lebih baik lagi," Bik Ijah mulai menangis. Meskipun bekerja di rumah Bu Ajeng membuatnya merasa tertekan, tetapi wanita itu harus tetap bertahan demi uang. Dengan bekerja di rumah itu dia bisa membantu pengobatan suaminya yang sedang terbaring lemah, karena mengalami lumpuh di kampung halamannya

"Jika kamu masih mau bekerja di rumah ini, kamu harus melakukan sesuatu untukku...." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Bertemu Sahabat

    Keesokan paginya setelah kaki Adit dipijat untuk yang pertama kalinya. Amara menemani suaminya untuk menikmati udara segar di kampung halamannya, Amara dengan penuh kesabaran dan kasih sayang mendorong kursi roda Adit, melewati jalan kampung yang dikelilingi hamparan sawah yang hijau"Kamu gak kapok kan?," tanya Amara, ketika merek berjalan sudah agak jauh"Kapok? Kenapa?""Tadi, sewaktu kakimu di pijat... Aku lihat kamu sangat kesakitan"Adit terkekeh, ada rasa bahagia yang menjalar di hatinya. "Kamu perhatian banget sama aku. Aku beruntung banget ya, Ra. Bisa berjodoh sama kamu," ucapnya"Aku gak akan pernah kapok, walaupun tadi aku sangat kesakitan. Aku akan terus berusaha agar aku bisa berjalan, aku ingin membahagiakan kamu. Kamu adalah semangat hidupku, Ra. Kamu adalah takdir terindah, yang di ukir Tuhan dalam rangkaian cerita hidupku. Aku sayang banget sama kamu, Ra "Ucapan itu begitu sederhana, tetapi bagi Amara terasa bagai aliran listrik kecil yang menjalar dari telinga h

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Berkunjung Ke Rumah Mertua

    Bik Ijah menatap Amara dan Adit secara bergantian, kedua orang itu juga masih setia menunggu jawaban pembantu rumah itu. Setelah diam membisu beberapa saat, Bik Ijah menggeleng pelan"Maaf, Bibik tidak tau siapa perempua ini," ucapnya dengan raut wajah sedih, karena telah mengecewakan Adit dan juga AmaraAdit menghembuskn napas kasar, dan mengacak-acak rambutnya yang telah tertata rapi"Ah... Sial! Kita tidak akan pernah tau siapa perempuan itu," ucapnya frustasi"Jangan menyerah dulu, Den. Kita masih punya harapan. Mulai sekarang aku akan mengawasi setiap gerak gerik Non Adel dan juga Bu Ajeng. Aku akan mengabari kalian jika ada sesuatu yang mencurigakan dari mereka""Yang dikatakan bibik benar, sekarang kita harus tetap pada rencana awal kita, agar Bu Ajeng tidak curiga, jika kita telah mengetahui rencana jahatnya. Kita akan tinggal di rumah orang tuaku untuk sementara waktu, di sana kita akan menjebak orang suruhan Bu Ajeng," tegas Amara. "Bibik setuju dengan Non Mara. Kita harus

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Marah

    "Ibu payah, kenapa tidak Ibu suruh aja orang untuk mempe*k*sa anak kampung itu. Dengan cara seperti itu aku yakin, Bang Adit akan merasa jijik dan meninggalkan istrinya yang sudah ternoda. Dan Amara juga akan menderita, dia akan menanggung malu dan di hina, serta di cibir orang2 di sekitarnya sepanjang hidupnya. Bukankah itu terdengar sangat sempurna, Bu?" Adel berbicara dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Dia dengan begitu teganya berencana menghancurkan hidup Amara, dan ingin menjatuhkannya ke dasar jurang kehidupan yang paling dalam. membayangkan penderitaan Amara membuat Adel merasa senangBu Ajeng menjentikkan ujung jarinya, matanya berbinar bahagia. Mendengar ide dari putrinya membuatnya sangat bersemangat, dia sependapat dengan anaknya, dengan cara seperti itu, kebencian dan dendamnya pada sang menantu yang dianggap sebagai ancaman bisa terbalaskan"Kamu memang anak Ibu yang paling pinter, " ucapnya, lalu mengecup kening Adel."Aku akan meminta Joko melakukan seperti apa ya

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Menahan Emosi

    "Kenapa Ibu marah? Bukankah seharusnya Ibu senang jika aku bisa kembali berjalan seperti dulu?," Adit berbicara dengan lembut, dia berusaha keras menahan emosi yang bergejolak dalam dadanya, dia tidak mau membuat keributan. Karena nanti pasti Amara yang akan terkena imbasnya, dia harus tetap bersabar, hingga benar2 sembuh dan bisa melindungi Amara dari Adel dan juga ibunyaMendengar pertanyaan Adit, Bu Ajeng sadar jika dia sudah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus memperbaiki kecerobohannya itu dengan memainkan sandiwara baru"Adit.. Bukan begitu maksud Ibu, belajar berjalan setelah sekian lama duduk di kursi roda.. Itu akan sulit. Ibu hanya tidak ingin melihatmu menderita selama menjalani prosesnya yang tidak mudah, karena kamu belum tentu berhasil, dari pada nanti sudah bersusah payah dan tidak membuahkan hasil. Maka dari itu Ibu mencegahmu, Ibu sayang sama kamu, Nak. Percayalah, Ibu tidak punya maksud lain." Bu Ajeng terpaksa mengukir senyum palsu di bibirnya, untuk meng

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Keinginan Adit

    "Masalah yang satu belum selesai, sekarang datang lagi masalah baru. Jika tau akan menjadi seperti ini, aku tidak akan mendatangi rumah Joko. Lelaki bren*sek itu telah berani mengancamku. Dia kembali mengungkit kejadian di masa lalu yang sudah aku lupakan" Sepanjang perjaan Bu Ajeng tak henti2nya menggerutu. Kemarahanya pada Joko begitu besar, dadanya terasa sesak seperti sedang di himpit batu, Bu Ajeng melampiaskan dengan memukul-mukul stir mobil yang sedang dia kemudikan, untuk membantu mengurangi bebannya***Di tempat lain, Adit dan Amara sedang duduk di taman belakang rumah, canda tawa menghiasi kebersamaan mereka yang telah disatukan oleh cintaAdit menggenggam erat jemari Amara, matanya menatap jauh pada seekor burung kecil yang hinggap di atas pohon cemara yang tumbuh subur di sudut tempat itu"Aku ingin sembuh," ucapnya pelan, tetapi masih bisa terdengar jelas di telinga Amara yang langsung menoleh padanya. Amara menaikkan sedikit alisnya, ingin mendengar kembali kata2 yang

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Rencana Jahat Bu Ajeng

    Bu Ajeng merasa mual ketika mengingat setiap kata pujian yang diucapkan Adit untuk istrinya. Kata2 itu bahkan masih terus terngiang di telinga Bu Ajeng sampai sekarang, rasa bencinya yang mendalam bukan hanya untuk Amara, tetapi juga sudah merambat pada Adit. Dia sangat tidak suka melihat mental Adit yang sempat terpuruk mulai pulih, karena itu merupakan ancaman besar baginya dan Adel. "Aku harus segera menjalankan rencanaku. Jika perlu, aku akan menyingkirkan gadis kampung itu, agar dia tidak bisa lagi menjadi penyemangat hidup untuk Adit"Bu Ajeng keluar rumah mengendarai mobilnya, kali ini dia keluar bukan untuk menagih hutang, melainkan untuk menemui seseorang yang dia anggap bisa menjadi senjatanya untuk menghancurkan hubungan Amara dan AditMobil yang dikendarai Bu Ajeng melaju dengan kecepatan sedang, berbaur dengan ramainya kendaraan yang lalu lalang di jalannan. Setalah berkendara selama tiga puluh menit, Bu Ajeng akhirnya tiba di tempat tujuan, dia memarkirkan mobilnya di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status