Share

Rencana Pernikahan

Penulis: Embun pagi_37
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-23 16:14:11

"Kenapa? Apa sekarang kamu sudah berubah pikiran? Setelah bapak kamu tidak mendapatkan pukulan, kamu berniat untuk mengingkari janjimu, Amara?" berbagai pertanyaan keluar dari mulut Bu Ajeng yang nampak kesal, rentenir itu memajukan bibirnya beberapa senti, tatapannya sinis 

"Aku akan menganggap semua hutang kalian lunas, aku juga akan membiarkan kalian tetap tinggal di gubuk reot ini jika kamu menuruti perintahku"

Amara terkejut mendengar perkataan yang baru saja keluar dari mulut Bu Ajeng. Matanya berbinar, harapan untuk membahagiakn keluargnya ada di depan mata 

"Be... Be narkah? Gadis itu seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar

Bu Ajeng menganggung pelan,

"Aku ini bukan tipe orang yang suka berbohong. Aku tidak sama seperti kalian yang omongannya tidak bisa dipercaya! Aku akan merobek surat perjanjian hutang piutang ini, jika kamu bersedia melakukan perintaku." Bu Ajeng mengetuk-ngetuk jari telunjuk kanan pada secarik kertas yang dia pegang di tangan kirinya kemudian meletakkan kertas itu di dekat keluarga Pak Bardan

 Mendengar penuturan Bu Ajeng, Amara tertawa bahagia, dia menghapus air mata lalu memeluk kedua orang tuanya secara bergantian.

"Apa yang harus aku lakukan?," tanyanya dengan penuh semangat

Bu Ajeng bersidekap, wanita itu menyeringai, menampakan gigi putihnya yang tersusun rapi tetapi nampak menakutkan bagi keluarga Pak Bardan

"Kamu harus menikah dengan putra sulungku, Aditiya!," ucap Bu Ajeng  penuh penekanan sedikit memaksa

"Apa? Pekik Amara dan ibunya secara bersamaan, sementara Pak Bardan diam membisu, lelaki tua itu sudah menaruh curiga, di balik iming-iming yang di janjikan Bu Ajeng pasti ada rencana jahat yang terselubung

" Amara ini masih kecil, Bu. Dia masih ingin melanjutkan pendidikan dan menggapai cita-citanya. Di usianya yang sekarang dia belum siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Aplagi, jika dia harus menikah dengan anak Ibu yang..." Bu Sulas tidak melanjutkan ucapannya. Wanita itu takut jika salah bicara dan membuat si rentenir sakit hati, maka keluarganya akan mendapatkan masalah baru lagi

"Anakku yang apa? Anakku yang cacat maksudmu? Biar aku perjelas, seandainya Adit tidak cacat, apa menurutmu aku akan mencarikan istri untuknya perempuan dari keluarga miskin? Anggap saja ini sebuah keberuntungan untuk keluargamu, jika bukan karena  aku belum tentu ada keluarga kaya lain yang mau menjadikan keluarga kalian yang hidup serba kekurangan ini sebagai menantu," ucap Bu Ajeng dengan tatapan misterius

Amara bergeming, gadis itu tertunduk lesu, dia diam dalam kebimbangan menyesali janji yang telah terlanjur dia ucapkan. Sikap diam Amara membuat Bu Ajeng jengkel, dia merasa jika Amara akan menolak permintaannya. Tampa pikir panjang wanita dengan sanggul tinggi yang menjulang itu kembali memberi perintah pada anak buahnya

"Lanjutkan pekerjaan kalian yang belum selesai, kali ini jangan beri ampun, jika dia beruntung bisa lolos dari maut, akan aku bawa dia ke kantor polosi dengan tuduhan penipuan. Biarlah lelaki tua itu menyesali kesalahannya di dalam jeruji besi, hitung-hitung sebagai penebusan dosa sebelum dia menghadap tuhan!," 

Mendengar Bu Ajeng memerintah dengan emosi kedua orang suruhannya mendekat, dan mengayunkan tagan di udara, namun, sebelum tangan itu mendarat di tubuh Pak Bardan Amara duduk di hadapan Pak Bardan dan merentangkan tagan, dia bermaksud melindungi bapaknya dari serangan manusia-manusia yang tidak berperasaan itu

"Baik. Aku akan menepati janjiku, tapi Ibu juga harus menepati janji Ibu padaku. Lepaskan keluargaku dari jeratan hutang, dan biarkan mereka hidup tenang di rumah ini!

Air mata mengalir dari mata Pak Bardan yang membengkak, hatinya terasa bagaikan diiris-iris mendengar ucapan putri sulungnya

"Jangan korbankan masa depanmu yang masih panjang hanya demi Bapak, Nak. Biarlah Bapak yang sudah tua ini yang menderita, biarkan Bapak meregang nyawa di tangan Bu Ajeng, atau biarkanlah Bapak di penjara seumur hidup Bapak. Bapak akan menerima semua itu dengan ikhlas, Nak"

"Tidak, Pak. Ijinkan aku berbakti pada Bapak, aku tidak ingin menanggung beban penyesalan seumur hidupku jika terjadi sesuatu pada Bapak. Berikanlah kesempatan padaku untuk menunjukkan baktiku pada keluarga kita. Bapak dan Ibu adalah kehidupanku, aku tidak akan bisa hidup tenang bila membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Bapak. Jika dengan menikah dengan Aditiya bisa menyelamatkan nyawa Bapak, maka aku akan melakukannya!"

"Bagus. Kalau begitu, pernikahan akan dilaksanakan minggu depan, persiapkan dirimu untuk hari besar itu." Bu Ajeng menepuk-nepuk lembut pipi calon menantunya. Hati Pak Bardan dan Bu sulas luluh lantak mendengar ucapan rentenir itu. Begitu pun dengan Amara darah terasa berhenti mengalir di tubuhnya, hatinya terasa membeku, air mata menjadi saksi bisu betapa besar luka yang dia rasakan saat itu

Setibanya di rumah, Bu Ajeng langsung menuju kamar Adit, Bu Ajeng membuka lebar pintu kamar itu tampa mengetuknya, wanita itu menyunggingkan senyum ketika melihat Adit sedang duduk menghadap kaca.  Adit mengamati kendaraan yang lalu lalang dari atas kursi rodanya

"Adit, ada yang ingin Ibu sampaikan padamu" 

Adit tak menjawab, tatapannya tetap fokus ke luar jendela, menyaksikan hembusan angin yang menyentuh dedaunan yang menimbulkan suara deritan dari ranting kayu,  suara itu bagaikan nyanyian dari pohon-pohon yang bergoyang membuat hati Adit sedikit tenang. Rasa kesepian yang selama ini datang dan tak kunjung pergi sedikit berkurang

"Adit, Ibu sudah menemukan perempuan yang akan menjadi istrimu. Dan kalian akan menikah minggu depan!"

Tak ada angin tak ada hujan, ucapan Bu Ajeng bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Tampa kesepakatan tiba-tiba saja dia menetapkan pernikahan untuk Adit. Adit mengepalkan tinju, amarahnya menggebu-gebu. Dalam keadaan seperti sekarang Adit sama sekali tidak punya rencana untuk berumah tangga. Jangankan bertanggung jawab pada istrinya dia bahkan tidak bisa bertanggung jawab pada dirinya sendiri

Aditiya menaikan sudut bibir, tatapannya sinis pada sang ibu

"Aku tidak mau menikah," ketusnya

"Adit, Ibu melakukan semua ini demi kebaikanmu, kamu tidak mungkin menghabiskan sepanjang hidupmu sendirian di kamar ini. Ibu tidak bisa merawat kamu selamanya, Ibu juga harus bekerja banting tulang untuk menghidupi kamu dan juga adikmu," Bu Ajeng berbicara dengan suara lemah lembut tetapi ucapannya mampu menusuk jantung Adit yang paling dalam. Perkataan yang baru saja diucapkan rentenir itu membuat Adit merasa tidak berguna, rasa yang tidak pernah pergi meninggalkannya sejak lelaki itu mengalami kecelakaan

"Kali ini, Ibu tidak butuh persetujuan atau pendapat kamu. Keputusan Ibu sudah bulat, kamu akan tetap menikah dengan gadis pilihan Ibu minggu depan!" tegas Bu Ajeng kemudian meninggalkn kamar putra sulungnya. 

***

Tanggal yang di tentukan untuk melangsungkan pernikahan telah tiba, acara sederhana diselenggarakan di kediaman Bu Ajeng. Hanya tetangga dan kerabat dekat yang diundang. Adit duduk di depan penghulu dengan setelan jas warna abu-abu. Dia terlihat gusar menunggu kehadiran wanita yang tidak dia ketahui nama, asal usul juga wajahnya tetapi akan menjadi pengantinnya. 

Karena tidak ingin dianggap beban oleh Bu Ajeng, meskipun tidak ingin tetapi Adit tetap menerima perjodohan itu. Setelah menunggu beberapa saat seorang perempuan dengan kebaya putih datang, semua tamu mengarahkan pandangan pada sang mempelai wanita, kecuali Adit. Kebencian mengalahkan rasa penasarannya. Dia sama sekali tidak ingin melihat wajah calon istrinya

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Latihan Berjalan

    Mendengar ibunya di sebut, Adit meminta Amara untuk berhenti mendorong kursi rodanya"Ibuku...?," tanya Adit penasaran"Ya, Bu Ajeng yang melarang kami menemuimu. Hari dimana kamu mengalami kecelakaan, kami menemanimu di rumah sakit. Namun, Bu Ajeng mengusir kami sebelum sempat bertemu denganmu. Dan setelah kamu pulang, kami juga sering berkunjung ke rumahmu. Dan lagi2 ibumu mengusir kami, dengan alasan kamu tidak mau bertemu dengan siapa pun""Lelucon apa yang sedang kamu katakan?." wajah Adit merah padam, dia tidak bisa mencerna ucapan Rafa begitu saja. Dia sama sekali tidak percaya jika ibunya sejahat itu"Aku tau kamu tidak akan percaya dengan apa yang aku katakan, itu hak kamu. Yang jelas, aku sudah mengatakan apa yang sebenarnya," dengan rasa kecewa yang memenuhi dadanya, Rafa meninggalkan Adit, percuma menjelaskan panjang lebar, toh Adit tidak akan percaya padanyaAmara yang sejak tadi diam, sekarang mengambil tindakan, dia berlari mendekat pada Rafa yang sudah duduk di atas mo

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Bertemu Sahabat

    Keesokan paginya setelah kaki Adit dipijat untuk yang pertama kalinya. Amara menemani suaminya untuk menikmati udara segar di kampung halamannya, Amara dengan penuh kesabaran dan kasih sayang mendorong kursi roda Adit, melewati jalan kampung yang dikelilingi hamparan sawah yang hijau"Kamu gak kapok kan?," tanya Amara, ketika merek berjalan sudah agak jauh"Kapok? Kenapa?""Tadi, sewaktu kakimu di pijat... Aku lihat kamu sangat kesakitan"Adit terkekeh, ada rasa bahagia yang menjalar di hatinya. "Kamu perhatian banget sama aku. Aku beruntung banget ya, Ra. Bisa berjodoh sama kamu," ucapnya"Aku gak akan pernah kapok, walaupun tadi aku sangat kesakitan. Aku akan terus berusaha agar aku bisa berjalan, aku ingin membahagiakan kamu. Kamu adalah semangat hidupku, Ra. Kamu adalah takdir terindah, yang di ukir Tuhan dalam rangkaian cerita hidupku. Aku sayang banget sama kamu, Ra "Ucapan itu begitu sederhana, tetapi bagi Amara terasa bagai aliran listrik kecil yang menjalar dari telinga h

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Berkunjung Ke Rumah Mertua

    Bik Ijah menatap Amara dan Adit secara bergantian, kedua orang itu juga masih setia menunggu jawaban pembantu rumah itu. Setelah diam membisu beberapa saat, Bik Ijah menggeleng pelan"Maaf, Bibik tidak tau siapa perempua ini," ucapnya dengan raut wajah sedih, karena telah mengecewakan Adit dan juga AmaraAdit menghembuskn napas kasar, dan mengacak-acak rambutnya yang telah tertata rapi"Ah... Sial! Kita tidak akan pernah tau siapa perempuan itu," ucapnya frustasi"Jangan menyerah dulu, Den. Kita masih punya harapan. Mulai sekarang aku akan mengawasi setiap gerak gerik Non Adel dan juga Bu Ajeng. Aku akan mengabari kalian jika ada sesuatu yang mencurigakan dari mereka""Yang dikatakan bibik benar, sekarang kita harus tetap pada rencana awal kita, agar Bu Ajeng tidak curiga, jika kita telah mengetahui rencana jahatnya. Kita akan tinggal di rumah orang tuaku untuk sementara waktu, di sana kita akan menjebak orang suruhan Bu Ajeng," tegas Amara. "Bibik setuju dengan Non Mara. Kita harus

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Marah

    "Ibu payah, kenapa tidak Ibu suruh aja orang untuk mempe*k*sa anak kampung itu. Dengan cara seperti itu aku yakin, Bang Adit akan merasa jijik dan meninggalkan istrinya yang sudah ternoda. Dan Amara juga akan menderita, dia akan menanggung malu dan di hina, serta di cibir orang2 di sekitarnya sepanjang hidupnya. Bukankah itu terdengar sangat sempurna, Bu?" Adel berbicara dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Dia dengan begitu teganya berencana menghancurkan hidup Amara, dan ingin menjatuhkannya ke dasar jurang kehidupan yang paling dalam. membayangkan penderitaan Amara membuat Adel merasa senangBu Ajeng menjentikkan ujung jarinya, matanya berbinar bahagia. Mendengar ide dari putrinya membuatnya sangat bersemangat, dia sependapat dengan anaknya, dengan cara seperti itu, kebencian dan dendamnya pada sang menantu yang dianggap sebagai ancaman bisa terbalaskan"Kamu memang anak Ibu yang paling pinter, " ucapnya, lalu mengecup kening Adel."Aku akan meminta Joko melakukan seperti apa ya

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Menahan Emosi

    "Kenapa Ibu marah? Bukankah seharusnya Ibu senang jika aku bisa kembali berjalan seperti dulu?," Adit berbicara dengan lembut, dia berusaha keras menahan emosi yang bergejolak dalam dadanya, dia tidak mau membuat keributan. Karena nanti pasti Amara yang akan terkena imbasnya, dia harus tetap bersabar, hingga benar2 sembuh dan bisa melindungi Amara dari Adel dan juga ibunyaMendengar pertanyaan Adit, Bu Ajeng sadar jika dia sudah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus memperbaiki kecerobohannya itu dengan memainkan sandiwara baru"Adit.. Bukan begitu maksud Ibu, belajar berjalan setelah sekian lama duduk di kursi roda.. Itu akan sulit. Ibu hanya tidak ingin melihatmu menderita selama menjalani prosesnya yang tidak mudah, karena kamu belum tentu berhasil, dari pada nanti sudah bersusah payah dan tidak membuahkan hasil. Maka dari itu Ibu mencegahmu, Ibu sayang sama kamu, Nak. Percayalah, Ibu tidak punya maksud lain." Bu Ajeng terpaksa mengukir senyum palsu di bibirnya, untuk meng

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Keinginan Adit

    "Masalah yang satu belum selesai, sekarang datang lagi masalah baru. Jika tau akan menjadi seperti ini, aku tidak akan mendatangi rumah Joko. Lelaki bren*sek itu telah berani mengancamku. Dia kembali mengungkit kejadian di masa lalu yang sudah aku lupakan" Sepanjang perjaan Bu Ajeng tak henti2nya menggerutu. Kemarahanya pada Joko begitu besar, dadanya terasa sesak seperti sedang di himpit batu, Bu Ajeng melampiaskan dengan memukul-mukul stir mobil yang sedang dia kemudikan, untuk membantu mengurangi bebannya***Di tempat lain, Adit dan Amara sedang duduk di taman belakang rumah, canda tawa menghiasi kebersamaan mereka yang telah disatukan oleh cintaAdit menggenggam erat jemari Amara, matanya menatap jauh pada seekor burung kecil yang hinggap di atas pohon cemara yang tumbuh subur di sudut tempat itu"Aku ingin sembuh," ucapnya pelan, tetapi masih bisa terdengar jelas di telinga Amara yang langsung menoleh padanya. Amara menaikkan sedikit alisnya, ingin mendengar kembali kata2 yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status