"Rara Setyaningrum!"
Rara terkesiap mendengar namanya dipanggil oleh seorang wanita yang baru saja keluar dari balik pintu bercat putih. Sudah pasti ini adalah gilirannya untuk melakukan audisi di depan para personel Stonedrock.
"Sudah siap?" tanya wanita itu saat melihat Rara hanya bengong.
"I-iya, sudah," jawab Rara gugup.
"Mari," kata wanita itu mempersilahkan Rara masuk.
Rara menggendong softcase keyboardnya dan mengikuti wanita itu masuk ke dalam ruangan luas yang hanya ada empat kursi dan satu meja. Tiga kursi di antaranya diduduki tiga orang pemuda berambut panjang, dan satu kursi lagi kosong.
"Rara, ya?" tanya salah seorang pria berbalut kemeja kotak-kotak sambil melemparkan senyum pada Rara.
"I-iya, Kak," sahut Rara gugup.
"Jangan nervous gitu, dong. Kita nggak gigit kok." Ucapan salah seorang pemuda membuat dua lainnya meloloskan tawa.
Rara hanya meringis. Dibantu oleh salah seorang crew, Rara menyetting keyboardnya. Pria berjenggot yang membantunya menyiapkan alat musik kesayangannya itu tampak mengerenyitkan dahi. Iya, Rara tahu, keyboardnya ini jadul. Pasti pria itu heran kenapa masih ada orang yang memakai alat musik keluaran tahun lama itu, sementara sudah banyak keluaran terbaru dari merk yang sama. Tentu saja jawabannya adalah, karena Rara tidak punya uang untuk meng-upgrade keyboardnya. Boro-boro membeli alat musik baru, untuk makan saja susah.
"Perkenalkan, aku Josef, dia Nathan, dan yang ujung, Dito." Si baju kotak-kotak memperkenalkan diri dan kedua rekannya. Rara menyambutnya dengan anggukan dan senyuman.
"Pernah punya pengalaman manggung?" tanya salah satu personel bernama Nathan. Dia tampan dengan senyum manis. Ada lesung pipi saat dia tersenyum. Meskipun rambutnya panjang,tapi delapan puluh persen dari penampilannya terlihat manis.
"Belum pernah, Kak." Rara menjawab takut-takut.
"Tapi udah lama main musiknya?"
"Dari kecil, Kak. Belajar dari mama saya."
Ketiga pemuda mengangguk-angguk. Tepat saat tiba waktu Rara untuk unjuk gigi, pintu di belakang ketiga pemuda itu duduk terbuka dan seorang pemuda dengan rambut panjang kecoklatan yang diikat sembarang muncul dan menduduki kursi kosong yang sepertinya memang untuknya.
Rara memperhatikan pemuda itu sejenak. Dia sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Wajahnya tampan sekali tapi terlihat kusut seperti orang baru bangun tidur. Tubuh jangkungnya berbalut kaus hitam polos dan jeans biru yang tampak casual. Lengan atas bagian kiri penuh tattoo, memanjang hingga ke lengan bagian bawah. Pokoknya secara keseluruhan, penampilan pemuda itu menarik di mata Rara, meskipun dia bukan tipe pria yang disukai olehnya.
"Ini gitarisnya, Samuel. Sorry ya, dia baru bisa datang." Suara Josef membuat Rara buru-buru memutus pandangannya pada pemuda bernama Samuel itu.
"Bengong aja, ayo main!" Samuel tiba-tiba bersuara, membuat Rara terkejut. Pasalnya, nada suaranya terdengar angkuh dan tak sabar, seakan-akan Rara sedang membuang-buang waktunya.
"Ayo, Ra!" Kali ini pemuda bernama Nathan yang menyuruh, dan terdengar lebih lembut.
"I-iya, kak." Rara buru-buru memosisikan kembali jemarinya di atas tuts-tuts hitam putih. Entah kenapa dia sedikit gemetaran saat memainkan lagu pertama dari Frederic Chopin, sehingga ada beberapa nada yang dia sadar, salah.
"Nggak usah sok-sokkan pakai lagu klasik lah kalau nggak mampu. Lagu pop aja yang gampang." Celetukan Samuel di tengah-tengah permainan piano Rara membuat gadis itu seketika panas dingin.
Kata-kata Samuel begitu menusuk jantung Rara. Lagu Marriage D'amour milik Frederic Chopin adalah lagu favoritnya dan dia biasanya memainkannya dengan sempurna. Namun entah kenapa Rara menjadi begitu gugup sejak pertama mendengar suara angkuh Samuel.
"Diulang aja, Ra. Nggak papa pakai lagu yang barusan." Terdengar suara Nathan yang begitu menghibur Rara. Gadis itu dengan jelas mendengar decakan sebal dari mulut Samuel. Saat Rara perhatikan, sepertinya dua pemuda itu sedang bersitegang meskipun Rara tidak mendengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan.
"Ayo, Ra. Lanjut aja!" Suara Nathan kembali terdengar.
Rara menarik napas dalam-dalam. Dia mencoba untuk menenangkan diri dan melupakan kata-kata Samuel yang membuat nyalinya turun. Gadis itu memejamkan mata sejenak sebelum menekan nada pertama. Dia bayangkan dirinya sedang berada di sebuah taman bunga, memakai gaun berwarna salem yang indah, duduk di depan grand piano dan memainkannya untuk sang ibu.
"Wow!" Tepuk tangan terdengar dari arah Josef, Nathan dan Dito,begitu Rara menyelesaikan lagu dengan sempurna.
Rara menghembuskan napas lega sambil menyunggingkan senyum. Namun, Rara lihat Samuel tidak ikut bertepuk tangan. Wajahnya tetap terlihat angkuh. Sepertinya, dia tipe orang yang tidak mudah dibuat terkesima.
"Aku oke sih, kamu gimana, Nath, Dit?" tanya Josef pada dua rekannya yang langsung dibalas dengan acungan jempol. "Kamu, Sam?" tanyanta pada Samuel.
"Mainnya biasa aja kok, banyak yang lebih bagus," timpal Samuel, lagi-lagi membuat hati Rara mencelos.
Pemuda bernama Samuel ini sudah pasti orang yang sangat menyebalkan, pikir Rara. Orang yang tidak suka memberi pujian pada orang lain. Mendadak Rara merasa sebal bukan main dengan makhluk angkuh itu. Tampang Samuel yang tadinya sedikit membuat Rara kagum, kini rasa itu hilang.
"Aku rasa udah cukup, sih. Besok kami kabarin ya hasilnya kamu lolos apa enggak," ucap Nathan dengan ramah, mrmbuat Rara melupakan kekesalannya pada kata-kata Samuel.
Rara pun pamit undur diri keluar dari ruangan itu setelah membereskan peralatan keyboardnya. Dia tidak berharap untuk lolos audisi, mengingat ada salah satu pernonel yang sepertinya tidak terkesan dengan penampilannya.
"Kalau udah rezeki nggak akan ke mana, Ra." Begitu ucapan Sari saat Rara mampir tepat jam makan siang, dan keduanya makan di warung depan toko pakaian tempat Sari bekerja.
"Iya, sih. Tapi tahu nggak, itu cowok satu nyebelin tingkat dewa, tahu. Komentarnya itu bikin sakit hati. Kalau yang lain sih ramah banget." Rara menusuk-nusuk bola bakso dengan garpu, untuk meluapkan kekesalan.
"Samuel, ya?"
"Iya, si Samuel-Samuel itu."
"Eh, ada gosip terbaru tentang Samuel, tahu. Bukan cuma gosip, tapi berita heboh."
"Bodo amat!" Rara mengunyah potongan bakso tanpa berminat menanyakan gosip tentang Samuel.
"Ini beneran heboh, Ra. Samuel habis menghajar selingkuhan ceweknya. Ada loh videonya di Youtube," ujar Sari antusia. Dia memperlihatkan layar ponselnya pada Rara untuk membuktikan kebenaran ucapannya.
Rara melongok ke layar ponsel Sari untuk melihat video yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Benar adanya, tampak Samuel sedang menghajar seorang pria tambun hingga terkapar. Bukan sembarang orang yang dihajarnya, tapi seorang produser film yang cukup terkenal di negeri ini.
"Gila, brutal banget," decak Rara. Sudah menyebalkan, si Samuel ternyata kasar dan mengerikan.
"Namanya juga diselingkuhin. Ceweknya tuh Bianca sapa gitu, artis film pendatang baru."
Rara mendesis. "Pantesan diselingkuhin. Orang dianya nyebelin kaya gitu. Nggak ada cewek yang tahan sama dia kali," cibirnya.
***
"Sam, nggak perlu gitu juga kali sama peserta." Selepas Rara keluar dari ruangan, Samuel langsung dikonfrontasi oleh Nathan. Namun pemuda itu hanya mengedikkan bahu. Dia bukan tidak suka dengan penampilan peserta bernama Rara barusan, mengingat permainan piano gadis itu begitu sempurna. Hanya saja, suasana hatinya sedang tidak baik. Pikirannya hanya dipenuhi oleh Bianca dan bagaimana caranya bisa menemui kekasihnya itu dan bicara tentang peristiwa kemarin.Bianca sama sekali tidak mau mengangkat telepon. Puluhan pesannya pun tak dibalas. Terakhir, nomernya justru diblokir oleh wanita itu."Aku cabut dulu, ya ... ada urusan penting," ujar Samuel dengan entengnya seraya beranjak dari duduknya."Loh, ini peserta audisi masih banyak, Sam," protes Josef saat melihat Samuel bersiap untuk meninggalkan ruangan."Kalian atur ajalah. Aku oke sama siapa pun yang lolos nanti." Setelah mengucapkan hal itu, Samuel benar-benar keluar meninggalkan ruangan itu tanpa peduli reaksi kawan-kawannya.Tujua
Bangun tidur pagi-pagi, yang Rara dapatkan adalah kabar baik. Dia diberitahu lewat pesan email kalau dirinya lolos seleksi pemain additional Stonedhell. Rara sampai membaca-baca ulang pesan itu memastikan kalau dia sedang tidak berhalusinasi.Kalau sudah rezeki memang tidak ke mana, begitu kata Sari sahabatnya dan memang benar. Gajinya nanti akan cukup besar sehingga Rara tidak akan kebingungan lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.Masih diselimuti rasa lega dan bahagia dalam hati, ponselnya berdering dan tampak nomer tidak dikenal menghiasi layar benda pipih itu. Tanpa menunggu lama, diangkatnya telepon dan suara seorang wanita terdengar dari seberang."Hari ini, Mbak? Jam sebelas siang latihan di studio? Iya, Mbak. Saya akan datang tepat waktu," ucap Rara dengan penuh semangat.Rara melompat-lompat kegirangan. Akhirnya dia mendapatkan pekerjaan yang sesuai minat dan bakatnya selama ini. Pasti akan sangat menyenangkan, pikirnya. Pagi itu tiba-tiba Rara menjadi sangat rajin merapikan kama
"Kamu serius, Sam? "Siapa nama calon istrimu? "Kamu akan menikahi pemain additional Stonedhell? Para wartawan berebut menghujani Samuel dengan berbagai pertanyaan. Sementara Samuel masih merangkul Rara dengan mesra dengan senyum yang tersungging di bibir. Jangan lupakan tatapan heran dari personel Stonedhell yang lain, manager dan dua pemain additional yang terbengong-bengong. "Kamu akan menikah malam ini, Sam? Di mana?" Seorang wartawan menyeletuk. "Di suatu tempat rahasia. Aku rasa wawancara malam ini sudah selesai, ya?" Samuel menarik lengan Rara dan membawa gadis itu keluar gedung. Wartawan yang memburu keduanya dicegat oleh beberapa bodyguard Stonedhell agar keduanya bisa sampai di mobil dengan lancar. "Pak Danu, ke rumah pinggir danau, ya," perintahnya pada sopirnya. Pria paruh baya itu mengangguk dan melajukan mobil meninggalkan area gedung. Samuel mengeluarkan ponsel dari saku dan menelepon seseorang. "Ronald, siapin semua keperluan nikah malam ini juga. Iya, pokoknya se
Sejak Samuel semalam tiba di rumah tepi danaunya, para wartawan yang menduga-duga kalau pernikahan Samuel dan Rara akan dilakukan di rumah besar Samuel itu sudah berkeliaran di sekitar pintu gerbang, berharap bisa mendapatkan berita menghebohkan itu pertama kali.Namun, para pejaga yang Samuel tempatkan di gerbang rumahnya tentu menghalangi mereka untuk meliput. Alhasil, mereka hanya bisa menunggu Samuel muncul keluar rumahnya.Sementara Samuel tengah menikmati minuman bersama ketiga personel Stonedhell lain di studio musik pribadi yang ada di dalam rumah mewah itu."Kamu emang gila, Sam. Ini hal paling random yang pernah aku tahu, dilakukan oleh seseorang," kekeh Josef, disambut gelak tawa Dito. Sementara Nathan hanya diam saja memilin gelas berisi minuman beralkohol di tangannya."Aku juga nggak tahu. Idenya terlintas gitu aja, dan kakiku kaya berjalan sendiri ke arah Rara.""Serius? Jangan-jangan kamu diguna-guna sama dia," cebik Dito."Pernikahan ini nggak beneran kok, kalian udah
Samuel menarik tangan Rara yang masih membekap mulutnya, kemudian dia tertawa. Dia lihat wajah gadis itu pucat pasi, seperti ketakutan. Sungguh berlebihan reaksinya. Dia hanya ingin menggodai saja dengan ciuman kecil di bibir."Kesepakatan apa?" tanya Samuel."Kita tidur di kamar berbeda.""Oh, yang itu nggak bisa. Aku udah bilang alasannya, kan?"Rara menghela napas dalam-dalam. "Kalau gitu kesepakatannya adalah, Kak Sam nggak boleh ngapa-ngapain aku selama pernikahan," ujar Rara. Kalau tidak dibentengi sejak awal, takutnya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namanya juga dua orang berlawanan jenis yang berada dalam satu ruangan, berdua saja. Rara mungkin mudah saja menahan diri, selain dia tidak ada perasaan apa pun pada Samuel, dia juga takut dengan hal-hal semacam itu. Tapi, Samuel, dia pemuda normal yang bisa saja khilaf."Hmmm ... gimana, ya?" Samuel mengelus dagu, ragu-ragu untuk menjawab. "Aku coba, ya?" kekehnya."Kok cuma coba, Kak? Kakak harus setuju dengan kesepakatan y
"Serius kamu masih perawan ?""Apa sih nanya-nanya kaya gitu? Mau perawan atau enggak, bukan urusan kakak, di sini tugasku cuma jadi istri pura-pura, jadi masalah begituan nggak perlu dibahas." Rara berucap dengan sewotnya. Sebal juga melihat ekspresi penasaran di wajah Samuel. Apa sih yang dia pikirkan tentang dirinya yang masih perawan."Aku belum pernah cobain perawan, Ra."Mata Rara melotot. "Ya bodo amat! Awas, Kak, aku mau keluar!" Dia dorong tubuh Samuel yang menghalangi jalannya. Segera setelah ada kesempatan untuk membuka pintu, Rara kabur dari kamar tamu."Eh, siapa ini?" Rara terkejut saat tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang belum dia temui sebelumnya. Wanita itu sudah mendekati umur separuh abad sepertinya, tapi masih terlihat cantik dan elegan. Tubuhnya pun langsing dibalut pakaian casual yang mahal pastinya."Kamu pasti istrinya Samuel, ya?" Belum sempat Rara menjawab, Samuel sudah menyusul di belakangnya, dan tanpa ba-bi-bu, dia melingkarkan len
"Kamu ngapain di sini? Ngintip, ya?"Rara gelagapan. Namun dia berusaha bersikap tenang. Dengan angkuh dia mengangkat wajah. "Siapa yang ngintip. Aku abis cari minum di dapur terus kepikiran mau ngecek keyboardku. Kata Bu Via sudah diambil dari kos lamaku," karangnya. Padahal Rara pun tak tahu nasib keyboardnya di mana, karena saat selesai konser beberapa hari lalu, keyboardnya diurus oleh crew Stonedhell dan entah ditaruh di mana."Ngecek keyboard, ya?" kekeh Samuel. Dia tentu tahu keyboard milik Rara ada di studio Stonedhell, bukan di kos lama gadis itu. "Keyboard kamu udah kuno. Udah masuk di gudang studio. Sini masuk," pintanya kemudian."Kok dikasih gudang? Itu keyboard satu-satunya milikku, peninggalan dari ibuku," protes Rara."Udah sini masuk," ujar Samuel seraya menarik tangan Rara. Gadis itu ingin protes, tapi cekalan tangan Samuel begitu kuat hingga memaksanya masuk ke dalam studio. Rara terkagum-kagum dengan apa yang ada di dalam ruangan berhawa sejuk itu. Semua alat musik
Wajahnya cantik kebule-bulean. Hidung mancung dan kulit putih bersih. Fisiknya mendekati sempurna, hanya saja dia merasa keberuntungannya masih jauh. Bianca Downey, seorang model majalah pria dewasa yang bercita-cita menjadi bintang film terkenal. Namun, jalannya mengembangkan karir tidaklah semulus kulitnya. Meskipun dia adalah kekasih dari rockstar ternama negeri ini, tapi langkahnya dalam meniti karir tidaklah mudah.Apa karena skill aktingnya kurang. Entahlah. Selama ini dia hanya mendapat peran kecil di semua film yang dibintanginya. Meskipun namanya mencuat gara-gara memiliki hubungan dengan Samuel Rorimpandey si gitaris gahar Stonedhell, tapi orang-orang di industri film tidak pernah memandangnya.Saat putus asa, Bianca bertemu dengan Ronald Sinaga. Pria paruh baya yang merupakan produser film kaya raya dan terkenal. Ronald yang seorang duda dengan satu anak yang telah dewasa, jatuh cinta padanya. Tidak hanya itu, Ronald juga menawarkan sebuah popularitas yang tak dibayangkan B