Share

Kesedihan

Author: El Nurien
last update Last Updated: 2024-11-20 16:30:48

Secepat kilat ia ditalak, dan hanya beberapa menit kemudian masa iddahnya habis. Seketika mereka menjadi orang asing. 

Seorang perawat laki-laki urung masuk melihat dirinya yang menangis tersedu dalam selimut. 

***

Bagus melangkah gontai memasuki rumah minimalis mereka yang sangat terawat. Tiba-tiba perasaannya dicekam hampa. Biasanya, saat datang ke rumah, selalu ada senyum untuknya. Mengambil alih barang bawaannya, juga menyediakan air hangat dalam bathtub, tak lupa mencampur dengan sabun aroma terapi. Kamarnya kini benar-benar sepi. Ia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang ukuran king size. Mata menatap langit-langit, pikirannya entah ke mana.

Hatinya hancur, semenjak Angel memilih karir daripada dia. Angel memilih beasiswa kuliah di Amsterdam daripada lamarannya. Ia sadar, dirinya memang egois saat itu. Namun, ia melakukan itu karena sangat mencintai Angel. Sayangnya Angel tidak memahami dan menuduhnya laki-laki egois. Hubungan mereka berakhir sampai di situ. 

Sejak itu, hatinya membeku. 

Lalu, Wahda sebagai junior saat itu selalu ada untuknya. Menghibur dan membantu segala keperluannya. Karena itu, ia mencoba membuka diri untuk Wahda, meski hatinya telah pergi bersama Angel. Rumah tangganya berjalan harmonis, meski ia rasakan hanya sebagai simbiosis mutualisme. Wahda baik, ia pun baik. 

Siapa sangka Angel kembali datang dengan tampilan lebih matang dan memesona dari sebelumnya. Kemandirian Angel membuatnya tak pernah bisa berpaling dari wanita itu. Semua pengabdian Wahda seketika mengecil. Perhatian di matanya menjadi posesif yang melelahkan. Cinta yang teramat dalam berwujud manja yang membosankan. 

Angel semakin sempurna di matanya. Di antara bosan dan lelah, Angel menawarkan ide brilian dan kehangatan. Siapa yang kuasa menolak kesempurnaan Angel? Nahasnya, mengapa tiba-tiba Wahda datang ke rumah sakitnya. Ironisnya, seketika pula telah kehilangan anaknya. 

Bagus mengangkat kepalanya. "Bukankah kamu bisa mendapatkan anak dari Angel?! Wanita cantik dan mandiri yang selama ini kamu rindukan." 

Bagus tersenyum dengan kalimat yang bisikkan untuk dirinya sendiri. 

Tiba-tiba Bagus tersentak. Mengapa ia melupakan ibunya? Wahda mantu yang paling disayangi ibunya. Ia tidak bisa membayangkan, jika ibunya mengetahui hal ini. 

Bagus mengocok kasar rambutnya. "Gus, mengapa kamu sebodoh ini?!"

***

Saat ibunya datang, Wahda sudah mulai bisa menguasai dirinya. Hatinya semakin teriris, membayangkan bagaimana jika ibunya mengetahui hal yang dialaminya, pasti akan membuat perempuan yang telah melewati paruh baya itu akan sedih. Wahda tidak tahu, harus bagaimana nanti untuk mengabari ibunya mengenai rumah tangganya. 

Lima tahun ia berusaha memperlihatkan semuanya baik-baik saja, kini akhirnya kandas.

Telah lama ia merasakan ketimpangan dalam rumah tangganya. Ia sadar, dirinya bukan prioritas utama Bagus. Mungkin hanya beberapa persen dirinya di mata suaminya, ia selalu berusaha puas dan bersyukur. 

Ternyata syukur saja tidak cukup. Cinta perlu dipertahankan oleh kedua belah pihak. Atau memang dari dulu, di hati suaminya tidak ada dirinya. Bagai burung hanya bisa terbang dengan sebelah sayap. Suatu saat akan jatuh juga. Sayangnya, ia jatuh bukan karena kelelahan mengepak, melainkan dihempaskan setelah melayang jauh.

Mungkin sebuah kemustahilan burung bisa mencapai tujuan dengan satu sayap. Dirinya saja yang terlalu naif dari awal.

Cintanya pada Bagus luar biasa, mengalahkan segalanya. Menutupi cela, sayangnya Bagus tidak pernah peduli dengan hal itu. Di mata Bagus, dirinya hanyalah sebongkah batu yang menutupi lubang kecil di dunianya. Sekarang hati Bagus telah kembali peraduannya, rumah impian yang dibangun selama lima tahun dihempas begitu saja. 

 Ironis. 

Perutnya kembali nyeri, membuatnya kembali meringis. 

***

"Bu, bisakah Ibu keluar sebentar?! Aku ingin bicara dengan mereka," ucap Wahda pada ibunya saat Teratai dan Sanad datang.

Perempuan lanjut usia sesaat menatap Sanad, Mauriyah. Sanad membalasnya dengan anggukan. 

Mauriyah berdiri mengambil dua gelas air mineral lalu menyerahkan pada Sanad. "Bibi keluar dulu. Nasihatilah, jangan terlalu berlarut dalam kesedihan. Keguguran itu biasa, setelah sehat kita bisa mencoba lagi."

Sanad mengangguk. Sesaat Mauriyah dan Teratai saling mengangguk. Pandangan Wahda terus mengiringi langkah ibunya, hingga perempuan itu hilang dari pandangannya. 

Sanad menyerahkan air mineral pada Teratai, lalu mendekatinya. Tiba-tiba ia tersentak Wahda memeluknya pinggangnya. Teratai lebih tersentak lagi. Ia tahu Wahda sepupu dekat Sanad, tapi tak menyangka perempuan itu akan memeluk Sanad di depan matanya. 

Tangis Wahda pecah. Sanad kebingungan. Ia mengangkat sebelah, tetapi terhenti ketika melihat istrinya yang mematung, menatapnya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Talak    Tawaran Andrea

    “Alhamdulillah, baik. Tante mengundang Paman Ardiansyah, ibumu juga kamu dan Arsa makan siang nanti.”Wahda tergagap. Arsa mengangkat wajahnya. “A … ada apa ya, Tante?” “Selain menyambung tali kekeluargaan, juga membicarakan gimana kelanjutan hubungan kalian. Sudah saatnya kita membicarakannya.”“Tapi, Tante, Arsa-nya lagi sibuk. Rasanya dia tidak bisa konsentrasi memikirkan itu. Apa tidak menunggu waktu sedikit luang dulu?!”Arsa hanya diam menatap. “Kita ngumpul-ngumpul dulu. Kita bicarakan sama-sama. Di mana ada masalah, kita selesaikan sama-sama. Tante juga akan mengajak Teratai dan Sanad. Siapa tahu Sanad bisa membantu pekerjaan Arsa, kalau memang pekerjaan Arsa sangat banyak. Yang penting kita kumpul dulu ya. Jangan lupa ya, siang di Hotel Delima. Kasih tahu Arsa.”“Arsa ada di sini.”“Syukurlah kalau begitu. Tante tunggu ya!”“Jangan katakan kau tidak bisa datang!” tukas Arsa setelah melihat wajah redup Wahda setelah menutup telepon. “Aku sudah janji siang menemani Bagus CT

  • Mendadak Talak    Cemburu

    "Aaa … badanku capek sekali, kenapa kau malah mengingatkan itu?!" rengek Wahda. Teratai terkekeh. ***Petugas resepsionis menatap heran. Arsa yang baru saja menerima titipan lunch box, bukannya langsung membawa ke kantor, malah membongkarnya di atas meja resepsionis. Ia tersenyum kecut. Ketika melihat hanya satu sendok dengan garpu."Terima kasih," ucapnya lesu. Sambil berjalan, sebelah tangannya membuka layar ponsel, lalu aplikasi pelacak. Langkahnya terhenti ketika melihat titik keberadaan Wahda. Ia memerhatikan jam tangannya, seketika keningnya mengerut.***"Maaf, aku tadi terlelap. Tiba-tiba mendengar dia mengerang kesakitan, jadi agak panik. Kesadaranku tak sepenuhnya pulih, tiba-tiba melihat dia kesakitan. Tanpa pikir panjang aku menelponmu," ucap Nurul Hadi sambil menatap Bagus yang terlelap. Akibat reaksi obat yang diberikan dokter. Wahda mengembuskan napasnya. "Syukurlah dia tidak apa-apa." "Besok dia CT scan, kau mau menemaninya 'kan?" Wahda mengedikkan bahunya. "Apa

  • Mendadak Talak    Luka yang Tersisa

    “Wah, bolehkah aku meminta lagi padamu?”Wahda mengangkat alisnya, lalu mengangguk. “Saat ini, hanya kamu dan Nurul yang kukenal, dan kurasa kamu lebih mengenalku daripada Nurul. Karena itu ….”“Karena itu?”“Kau mau tetap menemaniku sampai aku pulih?”Wahda terdiam. Bukannya tidak mau, tapi bagaimana dengan Arsa? Laki-laki itu juga perlu perhatian. Kenyataannya ia hanya bisa mengangguk. Sebagai seorang dokter, tentu ia harus tetap mengutamakan pasien.Bagus tersenyum semringah. “Terima kasih ya.”“Makanlah, nanti buburnya dingin.”***

  • Mendadak Talak    Permintaan Bagus

    "Iya, aku mengerti. Begini saja, pindah rawatnya ke rumah sakit dia bekerja. Siapa tahu lalu lalang orang-orang di sana bisa membantu memulihkan ingatannya."Wahda tersenyum semringah."Benar juga.""Tapi mungkin kamu sedikit lebih capek, bolak balik dari satu rumah sakit ke rumah sakit itu."Wahda menghela napasnya. "Apa boleh buat. Terima kasih, Dokter. Semoga urusanmu di sana cepat selesai dan cepat balik ke sini.""Amiin. Terima kasih juga atas pengertiannya."***Wahda mendorong kursi roda yang diduduki Bagus menyusuri lorong rumah sakit."Selama

  • Mendadak Talak    Mengembalikan Ingatan

    Andre lagi berdecak mengejek. “Serius amat hidup Lo. Hebat.” Andre mengacungkan dua jempolnya. "Atau jangan-jangan punya mainan baru?!"Arsa hanya merespon dengan tersenyum nyengir."Wah, dari senyumnya mengerikan. Jangan katakan di sana mainan lo perempuan!"Andre teman seasrama dari Jakarta. Anak IT. Andre sering ngajak ke club mereka, yang akhirnya Arsa juga tergiur ikut bersama mereka. Hanya saja, sejak itu ia sudah berprinsip hanya sekadar mainan buatnya. Dari awal, ia hanya ingin mendedikasikan untuk Tante Fatima. Setelah pulang, ia pun melupakan segalanya. Meski sesekali teringat mainan di Amerika jika melihat Angga mengerjakan orderan di kafe Teratai.Ia tidak begitu peduli tentang IT di perusahaan karena sudah ada divisi yang menanganinya. Siap

  • Mendadak Talak    Permainan Arsa

    "Katakan, kau marah padaku?"Wahda menggeleng."Lalu?"Wahda kembali menghidupkan kompor. Ia mengambil spatula, lalu mengaduk masakan. Arsa terus berdiri di sampingnya."Aku cuma sedih, di saat kamu kesulitan aku tidak bisa ngapa-ngapain. Bahkan sekadar mengantar makanan saja juga buatan ibu. Aku iri dengan Cintia. Dia membantumu menyelesaikan masalah kantor, sedang aku? Bisaku cuma merengek."Arsa merengkuh badannya. "Aku tidak butuh itu. Aku hanya ingin kita saling mempercayai dan menjaga kepercayaan."Wahda merapatkan tubuhnya. Aroma parfum Arsa sedikit membuat hatinya terasa lega."Mungkin Cintia

  • Mendadak Talak    Kepercayaan Diri

    "Menurutmu apa dia masih mencintai Bagus?" Arsa tak kuasa menahan kegalauannya."Entahlah. Mungkin saja, mengingat hubungan mereka selama lima tahun, mungkinkah bisa hilang dengan hanya beberapa bulan?"Arsa semakin menunduk."Mengungkit ini, aku hanya bermaksud agar kau berupaya lebih keras lagi. Sangat disayangkan kalau hubungan kalian putus gara-gara ini.""Kenapa? Apakah kamu juga berpikir akan merusak hubungan kekeluargaan?"Teratai menggeleng. "Bukan itu maksudku. Mungkin kalian masih meragukan perasaan masing-masing. Namun, satu hal yang harus kalian tahu, kalian sudah seperti anggota tubuh satu badan. Kalian akan merasa sedih kalau satunya kesusahan. Mungkin emosional asmara kalian masih perlu dipertanyaka

  • Mendadak Talak    Keraguan

    Arsa memerhatikan jam di tangannya. “Sebentar lagi kami ada rapat penting. Aku minta tolong antar ke dalam ya.”Wahda mengangguk.“Terima kasih ya. Aku pergi dulu.”Arsa dan Cintia menjauh. Wahda menatap sedih punggung Arsa dan Cintia, lalu beralih pada tas yang berisi lunch Box buatan ibunya.***Arsa menghempas sebuah dokumen di depan manajer Doni. Sontak semua yang ada di situ terkejut. Dengan heran Doni membuka dokumen dan seketika matanya membesar.“Ini ….”“Jelaskan!” titah Arsa.&

  • Mendadak Talak    Potongan Masa Lalu

    Arsa tersentak. Tiba-tiba tangannya mengibas dokumen di atas meja sehingga berserakan di lantai. Napasnya memburu. “Maaf, Pak. Maafkan saya,” ucap Cintia dengan wajah menunduk.“Rapikan dokumen itu!” perintah Arsa dingin. Cintia segera memunguti dokumen-dokumen itu, lalu meletakkan di atas meja. “Taruh di sana,” tunjuk Arsa pada meja kerjanya. “Lalu keluarlah.”Cintia meletakkan dokumen ke atas meja, lalu melangkah keluar. Tiba-tiba di tengah pintu Arsa memanggilnya. “Cintia!”“Iya, Pak.”“Jam berapa rapat?”“Jam 19, Pak.”Arsa mengangguk. Lalu menyuruh keluar dengan isyarat. Sepeninggalan Cintia, Arsa menyandarkan punggung ke sofa dan menengadahkan kepala. Dari sini ia mengerti mengapa Sanad tidak mau bergabung dengan ibunya atau ke ayahnya. Ibunya juga tidak memaksa, meski sebagai seorang ibu tentu berharap dibantu oleh anaknya. Dirinya benar-benar pengecualian. Hubungan darah atau emosional dalam pekerjaan kadang membuat bertindak tidak profesional lagi.Mendadak ia juga ter

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status