Share

Bab 5 (antara kekasih dan sahabat)

"Eron? Aku bersumpah tidak pernah sedikit pun memikirkan untuk mencelakai nona Zalina, kau pasti tahu itu, kau sangat mengenalku!"  lirihnya dengan suara bergetar.

Kecewa. Ruby mendesis menatap wajah Theron yang terlihat sangat kalut. Lelaki itu enggan menatap Ruby yang sudah menggebu-gebu.

"Aku dulu memang sangat mengenalmu, tapi aku tidak yakin karena kau pasti akan memihak Ayahmu. Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan formal, itu terdengar tidak sopan karena kita hanya sebatas sahabat!" balas Theron sukses membuat air mata Ruby menetes.

Ruby tersenyum lirih, "semenjak datangnya perempuan itu kau tidak lagi terlihat seperti sahabatku, Yang Mulia!"

Ruby rasa, dadanya akan meledak seiring denyutan rasa sakit itu seolah membelah hatinya menjadi kepingan yang berserakan. Satu kata yang ia dengar dari ucapan Theron mampu menusuknya hingga bagian terdalam.

"Jaga mulutmu Ruby!" ancamnya lagi.

"Kenapa? Kau keberatan karena aku membawa-bawa kekasihmu itu? Lalu apa yang kau perbuat saat para pelayan menyeretku dalam kisah kalian? Seolah aku yang paling menjijikan? Huh?" kelakar Ruby.

Nafas Ruby semakin memburu dengan emosi yang meluap-luap sudah tidak bisa ia tahan. Kenangan kebersamaan mereka berputar seperti kaset rusak dalam ingatan. Bagaimana mereka saling melindungi dan melempar candaan di mana pun berada.

"Berhenti Ruby!" Suara itu menggema di telinga Ruby.

Sontak, ia menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Memejamkan mata sekuat tenaga. Sakit. Dadanya bergerumuh sesak. Sekujur tubuhnya bergetar. Sesuatu dalam tubuh Ruby bergolak minta dilepas. Ia ingin berteriak.

"Ku mohon! Ibu! Apa yang harus kulakukan?" adu Ruby. Ia mulai kebingungan.

Gadis yang ada di atas kasur berantakan dengan pencahayaan lilin itu menutup telinganya kuat-kuat. Keringat dingin membasahi dahinya seiring emosi yang ada di bawah alam sadarnya.

"Berhenti ... arghhh!" teriak Ruby menggema di seluruh kamar.

"Benar. Kematian adalah jalan keluarnya," lirih suara asing itu memenuhi telinga Ruby.

"Arghhhh! Stop!" Gadis itu membuka lebar matanya dengan nafas memburu. Sontak ia menekan dadanya yang begitu sesak karena mimpi barusan terlihat sangat nyata dan ia tak bisa melakukan apa pun selain menyaksikan adegan memilukan yang diperankan oleh dirinya sendiri.

Itu, bukankah masa lalu?

Menatap sekitar. Hari masih gelap. Gadis itu mengerjap kemudian membuang nafasnya kasar dan kembali termenung memikirkan mimpi yang ia alami. Ini semua, semakin menyiksanya.

"Kenapa kisah cintamu rumit sekali Ruby? Kenapa kau harus menyerahkan ini padaku!" gumamnya merasa kesal.

Ini adalah devinisi orang lama tersingkir karenaorag baru. Lelaki memang seperti itu. Ternyata ini tidak jauh beda dengan dunianya dulu. Akan tetapi, sejauh ini bahkan Ruby belum pernah bertemu dengan yang namanya Zalina.

Matahari menyingsing. Cahayanya mulai memasuki kamar Ruby.

"Elina!" panggil Ruby.

Ya. Hanya Elina yang dapat membawanya untuk bertemu Zalina. Akan tetapi, ke mana gadis itu pergi? Bukankah selama beberapa hari ini dia yang akan menyambut pagi Ruby dengan kehangatan dan keceriaan. Ke mana dia?

Oh, ini masih subuh.

"Elina!" Ruby berjalan keluar kamar mencari pelayannya itu tanpa alas kaki dan gaun tidur yang masih melekat di tubuh mungilnya.

"Di mana semua orang? Sialan! Ke mana perginya Elina? Biasanya dia selalu menyambut bangun tidurku dengan sapaan manis. Aishhh! Ini menyebalkan!" Rutuknya sembari berjalan.

Lorong yang ia lewati terlihat sangat kosong seperti tidak ada kehidupan yang hinggap. Obor-obor mulai padam satu persatu dengan sendirinya. Ruby menuju pintu keluar yang ia lewati bersama Elina semalam. Acara jalan-jalan Ruby gagal karena kedatangan Theron dan ingatan tubuh ini tentang masa lalu yang penuh tanda tanya.

"Astaga nona!" Seseorang tengah memekik membuat Ruby menoleh.

Pelayan setengah baya buru-buru menghampiri Ruby, dan langsung memakaikan kain yang di pegangnya pada bahu Ruby yang terbuka, "anda bisa membeku kalau hanya memakai gaun ini untuk keluar kamar."

"Maaf, Bibi," sesalnya kemudian memggaruk kepala yang tidak gatal.

Dia memang tidak memikirkan apa pun saat keluar kamar dan langsung melesat mencari Elina. Sementara pelayan itu hanya mengangguk dan meminta Ruby untuk tidak melakukan hal itu lagi.

"Tapi, apa Bibi tahu di mana Elina? Aku dari tadi tidak melihatnya di sekitarku," ungkap Ruby membuka percakapan.

"Elina sedang mengambilkan ramuan untuk anda di kediaman tabib kerajaan di wilayah selatan," jawab pelayan tua itu seadanya.

"Di mana itu?" tanya Ruby lagi.

"Tidak jauh dari sini nona, mungkin sebentar lagi Elina akan kembali." Tutur pelayan itu lembut merapikan kain yang membalut tubuh Ruby.

"Sebaiknya anda kembali ke kamar," sambungnya kemudian diangguki mantap oleh Ruby.

Ingin sekali ia meminta bantuan pada bibi tua ini. Akan tetapi, sekali lagi kata hatinya menolak seolah hanya satu orang yang ia percayai dalam dunia ini. Hanya Elina seorang. Tidak dengan seorang pun karena Ruby ragu akan hal itu.

"Nona Ruby!" panggil seseorang.

Baru saja mereka beranjak beberapa langkah tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkah keduanya. Sontak Ruby menoleh ke asal suara dan mendapati seorang gadis dengan gaun kuning terang menghampiri mereka bersama satu pelayan di belakangnya.

Rambut keemasan itu membingkai wajah cantik nan elegan gadis itu dengan sempurna. Senyumnya yang terlihat sangat menawan seolah tidak pernah luntur. Apa dia seorang Bangsawan? Ruby masih bertanya-tanya dalam diamnya.

"Ah ... maaf saya tidak sopan, salam nona Ruby." Tuturnya sembari membungkuk hormat, "saya terburu-buru menanyakan kabar anda karena khawatir sampai lupa mengucapkan salam."

"Ah ... tidak masalah nona—" Ruby tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena dia tidak tahu siapa nama gadis ini, sontak kepalanya memutar ke arah pelayan tua itu memberi isyarat.

"Nona Zalina," jawab pelayan.

"Tidak masalah, nona Zalina," sambungnya lagi.

Eh? Siapa tadi katanya?

"Anda baik-baik saja nona Ruby?" gadis itu menjeda ucapannya sejenak, "saya kira, rumor tentang nona Ruby yang lupa ingatan tidak benar, tapi saat datang dan menyaksikannya sendiri, saya anggap itu benar."

Zalina tersenyum menatap Ruby yang masih geming di tempatnya berpijak. Apa maksudnya?

"Ah ... ya, nona. Saya belum sehat sepenuhnya," jawab Ruby seadanya.

"Anda tahu? Pada saat anda hilang, saya khawatir, saya akan menang sebelum sayembara dimulai," ungkapan Zalina sukses membuat mata Ruby membelalak takjub.

Apa-apaan dia?

Ruby termangu dengan bibir yang sedikit terbuka. Tidak disangka. Zalina bisa berkata demikian padanya. Ruby bahkan masih takjub dengan kata-katanya yang terbilang sangat kentara. Di hadapan para pelayan pula. Dan dia meremehkan Ruby.

"Apa maksud anda, nona Zalina? Anda berharap saya tidak selamat?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status