Home / Fantasi / Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke / Bab 5 (antara kekasih dan sahabat)

Share

Bab 5 (antara kekasih dan sahabat)

Author: This_liaau
last update Huling Na-update: 2022-09-28 13:55:07

"Eron? Aku bersumpah tidak pernah sedikit pun memikirkan untuk mencelakai nona Zalina, kau pasti tahu itu, kau sangat mengenalku!"  lirihnya dengan suara bergetar.

Kecewa. Ruby mendesis menatap wajah Theron yang terlihat sangat kalut. Lelaki itu enggan menatap Ruby yang sudah menggebu-gebu.

"Aku dulu memang sangat mengenalmu, tapi aku tidak yakin karena kau pasti akan memihak Ayahmu. Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan formal, itu terdengar tidak sopan karena kita hanya sebatas sahabat!" balas Theron sukses membuat air mata Ruby menetes.

Ruby tersenyum lirih, "semenjak datangnya perempuan itu kau tidak lagi terlihat seperti sahabatku, Yang Mulia!"

Ruby rasa, dadanya akan meledak seiring denyutan rasa sakit itu seolah membelah hatinya menjadi kepingan yang berserakan. Satu kata yang ia dengar dari ucapan Theron mampu menusuknya hingga bagian terdalam.

"Jaga mulutmu Ruby!" ancamnya lagi.

"Kenapa? Kau keberatan karena aku membawa-bawa kekasihmu itu? Lalu apa yang kau perbuat saat para pelayan menyeretku dalam kisah kalian? Seolah aku yang paling menjijikan? Huh?" kelakar Ruby.

Nafas Ruby semakin memburu dengan emosi yang meluap-luap sudah tidak bisa ia tahan. Kenangan kebersamaan mereka berputar seperti kaset rusak dalam ingatan. Bagaimana mereka saling melindungi dan melempar candaan di mana pun berada.

"Berhenti Ruby!" Suara itu menggema di telinga Ruby.

Sontak, ia menutup kedua telinganya dengan telapak tangan. Memejamkan mata sekuat tenaga. Sakit. Dadanya bergerumuh sesak. Sekujur tubuhnya bergetar. Sesuatu dalam tubuh Ruby bergolak minta dilepas. Ia ingin berteriak.

"Ku mohon! Ibu! Apa yang harus kulakukan?" adu Ruby. Ia mulai kebingungan.

Gadis yang ada di atas kasur berantakan dengan pencahayaan lilin itu menutup telinganya kuat-kuat. Keringat dingin membasahi dahinya seiring emosi yang ada di bawah alam sadarnya.

"Berhenti ... arghhh!" teriak Ruby menggema di seluruh kamar.

"Benar. Kematian adalah jalan keluarnya," lirih suara asing itu memenuhi telinga Ruby.

"Arghhhh! Stop!" Gadis itu membuka lebar matanya dengan nafas memburu. Sontak ia menekan dadanya yang begitu sesak karena mimpi barusan terlihat sangat nyata dan ia tak bisa melakukan apa pun selain menyaksikan adegan memilukan yang diperankan oleh dirinya sendiri.

Itu, bukankah masa lalu?

Menatap sekitar. Hari masih gelap. Gadis itu mengerjap kemudian membuang nafasnya kasar dan kembali termenung memikirkan mimpi yang ia alami. Ini semua, semakin menyiksanya.

"Kenapa kisah cintamu rumit sekali Ruby? Kenapa kau harus menyerahkan ini padaku!" gumamnya merasa kesal.

Ini adalah devinisi orang lama tersingkir karenaorag baru. Lelaki memang seperti itu. Ternyata ini tidak jauh beda dengan dunianya dulu. Akan tetapi, sejauh ini bahkan Ruby belum pernah bertemu dengan yang namanya Zalina.

Matahari menyingsing. Cahayanya mulai memasuki kamar Ruby.

"Elina!" panggil Ruby.

Ya. Hanya Elina yang dapat membawanya untuk bertemu Zalina. Akan tetapi, ke mana gadis itu pergi? Bukankah selama beberapa hari ini dia yang akan menyambut pagi Ruby dengan kehangatan dan keceriaan. Ke mana dia?

Oh, ini masih subuh.

"Elina!" Ruby berjalan keluar kamar mencari pelayannya itu tanpa alas kaki dan gaun tidur yang masih melekat di tubuh mungilnya.

"Di mana semua orang? Sialan! Ke mana perginya Elina? Biasanya dia selalu menyambut bangun tidurku dengan sapaan manis. Aishhh! Ini menyebalkan!" Rutuknya sembari berjalan.

Lorong yang ia lewati terlihat sangat kosong seperti tidak ada kehidupan yang hinggap. Obor-obor mulai padam satu persatu dengan sendirinya. Ruby menuju pintu keluar yang ia lewati bersama Elina semalam. Acara jalan-jalan Ruby gagal karena kedatangan Theron dan ingatan tubuh ini tentang masa lalu yang penuh tanda tanya.

"Astaga nona!" Seseorang tengah memekik membuat Ruby menoleh.

Pelayan setengah baya buru-buru menghampiri Ruby, dan langsung memakaikan kain yang di pegangnya pada bahu Ruby yang terbuka, "anda bisa membeku kalau hanya memakai gaun ini untuk keluar kamar."

"Maaf, Bibi," sesalnya kemudian memggaruk kepala yang tidak gatal.

Dia memang tidak memikirkan apa pun saat keluar kamar dan langsung melesat mencari Elina. Sementara pelayan itu hanya mengangguk dan meminta Ruby untuk tidak melakukan hal itu lagi.

"Tapi, apa Bibi tahu di mana Elina? Aku dari tadi tidak melihatnya di sekitarku," ungkap Ruby membuka percakapan.

"Elina sedang mengambilkan ramuan untuk anda di kediaman tabib kerajaan di wilayah selatan," jawab pelayan tua itu seadanya.

"Di mana itu?" tanya Ruby lagi.

"Tidak jauh dari sini nona, mungkin sebentar lagi Elina akan kembali." Tutur pelayan itu lembut merapikan kain yang membalut tubuh Ruby.

"Sebaiknya anda kembali ke kamar," sambungnya kemudian diangguki mantap oleh Ruby.

Ingin sekali ia meminta bantuan pada bibi tua ini. Akan tetapi, sekali lagi kata hatinya menolak seolah hanya satu orang yang ia percayai dalam dunia ini. Hanya Elina seorang. Tidak dengan seorang pun karena Ruby ragu akan hal itu.

"Nona Ruby!" panggil seseorang.

Baru saja mereka beranjak beberapa langkah tiba-tiba sebuah suara menghentikan langkah keduanya. Sontak Ruby menoleh ke asal suara dan mendapati seorang gadis dengan gaun kuning terang menghampiri mereka bersama satu pelayan di belakangnya.

Rambut keemasan itu membingkai wajah cantik nan elegan gadis itu dengan sempurna. Senyumnya yang terlihat sangat menawan seolah tidak pernah luntur. Apa dia seorang Bangsawan? Ruby masih bertanya-tanya dalam diamnya.

"Ah ... maaf saya tidak sopan, salam nona Ruby." Tuturnya sembari membungkuk hormat, "saya terburu-buru menanyakan kabar anda karena khawatir sampai lupa mengucapkan salam."

"Ah ... tidak masalah nona—" Ruby tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena dia tidak tahu siapa nama gadis ini, sontak kepalanya memutar ke arah pelayan tua itu memberi isyarat.

"Nona Zalina," jawab pelayan.

"Tidak masalah, nona Zalina," sambungnya lagi.

Eh? Siapa tadi katanya?

"Anda baik-baik saja nona Ruby?" gadis itu menjeda ucapannya sejenak, "saya kira, rumor tentang nona Ruby yang lupa ingatan tidak benar, tapi saat datang dan menyaksikannya sendiri, saya anggap itu benar."

Zalina tersenyum menatap Ruby yang masih geming di tempatnya berpijak. Apa maksudnya?

"Ah ... ya, nona. Saya belum sehat sepenuhnya," jawab Ruby seadanya.

"Anda tahu? Pada saat anda hilang, saya khawatir, saya akan menang sebelum sayembara dimulai," ungkapan Zalina sukses membuat mata Ruby membelalak takjub.

Apa-apaan dia?

Ruby termangu dengan bibir yang sedikit terbuka. Tidak disangka. Zalina bisa berkata demikian padanya. Ruby bahkan masih takjub dengan kata-katanya yang terbilang sangat kentara. Di hadapan para pelayan pula. Dan dia meremehkan Ruby.

"Apa maksud anda, nona Zalina? Anda berharap saya tidak selamat?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 39 (dia yang paling berduka)

    Kematian Grand Duke Ramon Darian dan Grand Duchess Diana Swayneza kini telah menyebar luas. Kabarnya, mereka berdua meninggal karena kecelakaan saat menuju pusat kota Eurõbia. Tepatnya di wilayah Santora dengan hutan terpanjang di kerajaan Darian. Akan tetapi, siapa tahu ini adalah kecelakaan yang sebenarnya, atau telah disiapkan oleh seseorang? Ruby menggenggam erat anyelir putih dengan kedua tangannya. Gaun hitamnya tertarik menyapu tanah musim semi. Dibiarkan beberapa daun hinggap. Wajah lesunya jelas menunjukkan kekhawatiran. "Kau yakin dengan ini? Ruby ... sudah lama kau tidak mengunjungi pemakaman dan—" "Aku baik-baik saja," potong Ruby kemudian. Theron menggeleng lemah, ia yakin saat ini Ruby takut. Semenjak kematian Ibunya, Ruby tidak pernah menghadiri pemakaman siapa pun sejak saat itu. Dia selalu mengurung dirinya saat terdengar kabar kalau orang terdekat mereka telah gugur waktu peperangan. Atau pelayan Istana yang selalu menjaga mereka. "Aku bisa meletakkan bungamu d

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 38 (Tuan Muda Ruwan)

    Musim semi empat tahun lalu. Awal musim semi yang masih terasa dingin ini seakan memanggilnya, menggodanya dengan rangkaian bayangan bunga-bunga yang bermekaran di sepanjang jalan. Pohon-pohon yang daunnya sudah tumbuh berpucuk. Dan akhirnya, ia pergi keluar Istana tanpa diketahui oleh siapa pun. Gadis itu memejamkan mata. Menikmati setiap hembusan angin yang menerpa tubuhnya hingga rambut cokelat yang dikepang itu menari-menari di bawah mentari sore. Sudah lama ia tidak ke sini. Tempat yang membuatnya merasa tenang. Di pinggir danau yang tak jauh dari Istana. Tempat yang membuat Ruby merasa nyaman dan jujur akan dirinya sendiri. Mengeluarkan keluh kesahnya selama berada di Istana. Bagaimana para pelayannya, Theron, Ratu Miranda, dan tentu saja tentang perasaannya. "Sejujurnya, aku sudah lupa bagaimana wajah Ibuku," celetuk Ruby di tengah heningnya suasana. "Yah ... setiap ingatan manusia memang akan pudar selama berjalannya waktu." Warna jingga dari mentari sore menyinari wajah

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 37 (apa lagi yang kau tunggu?)

    Theron tahu ia harus segera bertindak. Akan tetapi, hatinya ragu entah karena apa. Permintaan Ruby, pertanyaan Zalina membuat otak Theron beku. Ia bahkan tidak bisa lagi memikirkan pekerjaan yang telah menumpuk di meja kerjanya. Seandainya ia bisa berteriak, maka ia akan mengatakan ia juga tidak tahu. Katakanlah ia adalah orang yang tidak berpendirian di dunia ini. Di satu sisi ia merasa bersalah pada Zalina, dan satu sisi ia ingin Ruby terus berada di sisinya. Tidak mungkin ia memiliki selir, 'bukan? Ia tidak akan setega itu pada dua gadis ini. "Kau harus secepatnya memutuskan ini, Theron. Memangnya apa lagi yang kau tunggu? Keduanya sudah sehat. Aku tidak mengerti alasanmu menunda sayembara ini," ucap Raja Aeterius menghadap sang anak yang masih menunduk. "Apa karena gadis itu?" Raja Aeterius menatap sang anak dengan selidik. Menerka apa yang membuatnya ragu. "Siapa?" tanya balik Theron. Sementara sang Ayah hanya mendesah pasrah. Rupanya pikiran sang anak belum sampai. Atau mem

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 36 (takhta atau kebebasan)

    "Yang Mulia, apa anda mencintai saya?" Pertanyaan itu muncul begitu saja lewat belah bibir Zalina. Dadanya luar biasa sakit. Benaknya dipenuhi pertanyaan yang berbeda setiap waktu, dan benang merahnya hanya di satu pertanyaan. Apa cinta itu ada di hati Theron? Zalina tahu kata itu tak pernah terucap. Ia tahu bahwa lelaki itu masih memandang Ruby sedemikian lekat meski mulutnya melontarkan emosi. Mereka, seperti dua orang yang kehilangan arah. Dan dirinya masuk di sela-sela keduanya. "Yang Mulia saya bertanya ... " "Jangan melawannya," lirih Theron. Lelaki itu termenung di tempatnya. Sorot matanya terlihat menyedihkan. Pria yang biasanya menunjukkan ketegasan itu kini menatap Zalina dengan nanar. Gumamannya membuat gadis itu semakin bingung. Apa maksudnya? Siapa yang ia lawan? "Jangan melawannya. Ruby ... dia bukan tandinganmu," lanjut Theron membuat dada Zalina sesak. Air matanya menetes. Meski mensugesti dirinya dengan fakta bagaimana Theron membawanya ke Istana dan memperlaku

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 35 (apa anda cemburu?)

    Kata orang, hidup ini penuh dengan berbagai kejutan. Awalnya, Ruby tidak mempercayai hal itu karena jalan hidupnya yang terlalu flat. Tidak ada yang spesial. Hingga saat ia terbangun di tubuh orang lain, tinggal di era yang jauh berbeda dengan era milenial, menjalani, dan mempelajari hidup yang bukan miliknya. Terkadang, Ruby pikir ini hanyalah ilusi semata. Dan terkadang, ia melihat dunia ini begitu nyata sehingga merasa tubuh ini benar-benar miliknya. Mungkin ini adalah masa lalu yang harus diperbaiki. Dunia yang penuh tipu muslihat ini adalah rintangannya. Serta, perasaannya pada lelaki ini yang tak kunjung pudar meski awalnya rasa benci mendominasi. "Sudah puas menggoda lelaki lain, huh?" Apa perasaan itu bisa ia manfaatkan? Mengejar cinta yang Ruby miliki dulu dan merebut kembali tempatnya, atau menjauh seperti rencana awalnya karena bahaya yang ada di dalam Istana ini? Tanpa sadar musik telah berhenti. Membuat atensi orang-orang yang ada di aula jatuh pada Theron yang datang

  • Mendadak Terbangun Sebagai Putri Seorang Duke   Bab 34 (lelaki misterius)

    Setelah Roseline pergi menemui keluarganya, Ruby juga pamit. Ia tidak melihat Ayahnya di mana pun. Apa pria masih di perjanalan dinas dan belum kembali? Menggelengkan kepala, Ruby naik ke lantai dua untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada Ratu Miranda secara langsung. "Selamat ulang tahun Yang Mulia Ratu yang terhormat. Bila berkenan, terimalah hadiah saya yang tidak seberapa ini." Ruby membungkuk anggun saat Ratu berdiri menghampirinya. Memeluknya sayang. Sementara Ruby memejamkan mata. Rasa rindu pada orang rumah di dunianya dulu kini membuat sesak karena pelukan Ratu. Ia tahu, rindunya kian bertambah karena tak mendapat jawaban. Dan saat Ratu Miranda mengurai pelukan mereka, Ruby tersenyum. "Hadiah terbaikmu adalah pesta ini, Ruby. Dan ini adalah hadiah terbaik untukku. Terima kasih, Arunika pasti bahagia melihatmu di atas sana." ucap Ratu Miranda menggenggam kedua tangannya. Arunika, atau sebut saja Duchess Arunika Edelmiro yang meninggal sepuluh tahun yang lalu. Ibu dari R

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status