Share

Mari kita Sepakat

Author: Kinantitha
last update Last Updated: 2025-04-08 09:34:25

"Terlambat?" Suara Ratna menyambut sang putra yang baru beberapa langkah memasuki ruang makan keluarga dengan 12 kursi di sana.

"Gimana kondisi Richie? Kapan kamu bawa pulang?" Kali ini pertanyaan ayahnya yang terdengar khawatir.

Kavi tak langsung membalas, ia memberikan salam dan kecup hangat terlebih dahulu pada kedua orang tuanya, lalu menarik kursi tepat di sisi kanan sang ayah.

"Richie baik-baik saja," jawab Kavi, seraya mengangkat cangkir kopi yang telah tersaji dihadapannya.

"Syukurlah, Daddy begitu mencemaskannya."

"Hmm."

"Bagus kalau begitu. Bawa Richie pulang saat acara 40 harian Vani," ujar Ratna yang lebih seperti perintah.

"Ya, Mami benar Vi, keluarga Hasto pasti akan senang melihat cucu mereka." Radhi menimpali.

Kavi mengangguk. "Hmm, aku mengerti."

"Lalu, apa kamu sudah mendapatkan ibu susu untuk Richie? Usahakan untuk tidak memberikan susu formula hingga usianya 2 tahun, Vi."

"Kalau bisa, biarkan ibu susu Richie tinggal bersama kita, agar segala nutrisinya dapat kita penuhi dan awasi!"

"Dan, satu hal yang paling penting dari semua itu, kamu harus tahu asal usul, bibit, bebet, dan bobot perempuan itu. Jangan ngasal, jangan sembarangan!" Imbuh Ratna penuh penekanan.

Kavi menghentikan gerak tangannya yang hendak memasukkan suapan kedua dalam mulutnya. Seketika wajah Felicia hadir dalam ingatannya, beserta dengan kenangan masa lalu, saat dahulu ibunya selalu menilai rendah wanita pujaan hatinya itu.

"Mami pikir wanita seperti apa yang akan menjadi ibu susu Richie? Seorang gadis perawan yang tak punya keluarga?" Jawab Kavi, satire.

"Saya akan mengusahakan yang terbaik untuk Richie!" Imbuh Kavi lagi, lalu menggeser kursinya, bangkit dan hendak meninggalkan meja makan tersebut sebelum menu utama dikeluarkan oleh chef keluarga mereka.

"Mau kemana kamu, Kav?" Radhi berusaha menghentikan. Ia tahu watak ibu dan anak dihadapannya ini sama kerasnya.

"Kamar Dad, saya kehilangan nafsu makan," jawab Kavi, pelan.

"Duduk dan selesaikan makan-mu dengan benar, Kav. Jangan kekanak-kanakan. Maksud Mami baik," ujar Radhi lagi.

"Jadi, menurut Daddy, hanya Mami saja yang selalu punya niat baik? Sementara aku ...."

"Apa ada yang salah dengan ucapanku? Mengapa kamu terlihat begitu sensitif?" Kali ini Ratna benar-benar bingung karena sepertinya apa yang dia katakan sama sekali tak bermaksud menyinggung siapapun.

"Tidak Mam, tidak ada yang salah. Semua saran, perintah, dan ucapan Mami baik. Sangat baik, bahkan!" Kavi kembali, menjawab.

Entah mengapa spontan ia benar-benar kesal pada sang ibu yang membahas bibit, bebet, dan bobot seseorang yang kembali membangun ingatannya pada kegagalan hubungannya dengan Felicia.

"Saya beneran udah gak nafsu makan lagi, Dad. Lagipula pukul 17.00 nanti, saya ada janji keluar makan malam dengan teman lama," Kavi kembali menolak.

"Siapa?" Ratna, spontan bertanya.

"Pria atau wanita?"

"Mam ...." Radhi menyela. Tak ingin istrinya semakin menyulutkan emosi sang putra.

"Permisi, Dad." Pamit Kavi, yang hanya melirik Ratna sekilas, lalu bergegas pergi dengan langkah-langkah besarnya menaiki undakan anak-anak tangga dengan cepat.

"Biarkan dia dulu, kamu jangan selalu menyinggung kesukaannya." Radhi kembali menegur Ratna.

"Aku hanya tidak ingin dia bertingkah gegabah. Keluarga Hasto pasti terus mengawasinya. Semua yang aku lakukan adalah demi kebaikan keluarga kita, Mas!" Balas Ratna, tak terima disudutkan.

"Aku mengerti, sangat mengerti ...."

"Aku bertanya pria atau wanita bukan maksudnya melarang dia berteman. Hanya saja, kalau sampai ada yang lihat Kavi dengan wanita lain, sementara kuburan Vani masih basah. Apa kata orang?"

Radhi mengesah berat ia cukup paham ketakutan sang istri yang tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada keluarga ini.

Sementara itu Kavi yang kini telah berada di dalam kamarnya segera membuka lemari pakaiannya.

Lemari yang terbuat dari kayu jati asli, berwarna cokelat tua, kilat. Terdiri dari empat pintu, dimana masing-masing isinya berbeda. Mulai dari set jas, kemeja, kaos, dan segala atribut penyempurna.

Kavi membuka semua pintu lemarinya, mengedarkan pandangan matanya ke seluruh sekat lemari tersebut sembari terus berpikir, kiranya ia harus menggunakan pakaian apa untuk bertemu dengan Felicia.

Seperti remaja yang pertama kali jatuh cinta. Kavi terlihat begitu menyiapkan diri untuk kembali bertemu dengan cinta di masa putih abu-abunya itu.

"Aku harus tampil sebaik mungkin. Feli harus menyesal karena telah meninggalkan aku!" Gumam Kavi, antusias.

Kavi akhirnya menarik satu kaos polo berwarna hitam, yang ia padu padankan dengan celana jeans. Tampilan casual menjadi pilihan Kavi.

...

Waktu berjalan dengan begitu cepat hingga pada akhirnya saat ini Kavi telah berada di kantin rumah sakit yang berada di lantai satu gedung tersebut.

Belum genap pukul 17.00 wib, memang. Namun, rasa tidak sabar Kavi membuatnya rela menunggu hampir sejam di sana, daripada berdiam di rumah dan datang diwaktu yang telah disepakati. Secangkir coffee latte bahkan telah kandas menemaninya, hingga Felicia akhirnya datang.

"Langsung saja!" Ujar Felicia tanpa basa basi, seraya menarik kursi di hadapan Kavi. Membuat pria tampan itu berjingkat, kaget.

Kavi memutar bola matanya malas. "Bisa gak, kalau jalan pake suara?" Protes Kavi.

Felicia mengerutkan dahinya, lalu menggeleng.

"Kamu emang kebiasaan ya, kayak hantu! Pergi gak pamit, datang gak salam," sindir Kavi, kesal.

Felicia menghela napas berat. Sungguh, hal yang membuat canggung dirinya dan Kavi saat ini adalah kalimat-kalimat yang membangkitkan kenangan masa lalu mereka yang tak lagi ingin ia bahas.

"Katakan saja dengan segera, apa yang ingin kamu bahas tentang anakmu." Felicia menjawab, dingin.

"Hhh ...." Kavi, menarik napas dalam. Felicia agaknya benar-benar tak lagi memiliki rasa padanya.

"Oke, aku akan to the point!"

Felicia mengangguk, tatapannya juga fokus pada Kavi, yang justru membuat pria itu canggung dan salah tingkah.

"Aku ingin kamu menjadi ibu susu untuk Richie secara eksklusif," ucap Kavi akhirnya, lega. Tanpa selip.

"Maksudnya eksklusif?" Felicia bertanya, memastikan.

"Ya, aku tidak akan menggunakan jasa rumah sakit untuk mengambil ASI melalui rumah sakit ini secara random. Melainkan, memintamu secara khusus, menjadi sumber ASI satu-satunya untuk Richie," terang Kavi, kali ini dengan nada suara yang lebih berwibawa dan serius.

Felicia tak langsung menjawab, kali ini ia hening sejenak untuk memikirkan tawaran Kavi.

"Jangan khawatir, karena aku akan memberikanmu tempat tinggal terpisah dari rumah utama." Imbuh Kavi yang seolah tahu apa yang menjadi beban pertimbangan Felicia.

Felicia tercengang, wajahnya yang tadi tertunduk, kini kembali terangkat menatap serius pada Kavi.

"Aku juga tidak akan mengatakan pada siapapun tentang keberadaan kamu. Semuanya kita rahasiakan."

Kavi telah mengetahui sebagian besar alasan dan rahasia masa lalu Felicia dari informasi yang Romi berikan beberapa saat lalu dan ia cukup merasa bersalah karena selama ini telah menganggap Felicia sebagai perempuan manipulatif yang hanya ingin mempermainkan ketulusan hatinya.

Manik coklat Felicia itupun akhirnya memupuk kristal bening nan hangat, hingga tanpa aba-aba menetes sempurna membasahi pipinya yang seputih susu.

"Aku pernah gagal menjagamu, tapi aku janji kali ini tidak lagi," batin Kavi, serius.

"Mari kita sepakat!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Giman?

    Kavi seketika bangkit dari tempat duduknya, terkejut dengan kehadiran sang mantan ibu mertua yang kini berdiri dengan tatap penuh selidik dihadapannya. "Ma-ma?" Kavi terbata menyapa wanita bergaun emerald. "Hmm." "Ini temen aku, Ma." Terang Kavi dengan nada suara yang lebih stabil. Riska, menatap lekat Felicia yang kini menunduk dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Wajahnya yang sendu mengingatkannya pada seseorang. Riska seolah tidak asing dengan Felicia. "Duduk, Ma. Kita makan bareng?" Tawar Kavi santun, seraya menarik satu juga kursi di sisinya, berhadapan dengan Felicia yang semakin resah. "Hmm, gak usah. Mama mau langsung pulang. Tadi ke sini, cuma pengen beli dessert aja." Tolak Riska tanpa mengalihkan pandangannya pada Felicia. "Ah, ya." "Richie apa kabar Kav?" "Baik, Ma. Sehat." "Hmm, syukurlah. Sesekali kamu bawa lah dia ke rumah. Jangan lupakan kalau Mama ini juga neneknya." "Iya, Ma." "Hmm, bawa saat peringatan kematian Sylvi." "Iya, Ma." "Kav, Sylvi belum

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Siapa Dia

    "Ada lagi?" Tanya Kavi, lembut. Memastikan bahwa semua kebutuhan Felicia yang sebagian besar merupakan makanan ringan dan bahan makan sehat itu memenuhi trolley yang mereka bawa. Felicia menggeleng malu. Tersirat senyum yang dikulum, menandakan rasa bahagia dan sungkan yang jelas berbaur menjadi satu dalam debaran jantungnya yang kini berirama tak beraturan. "Buah, sayur, daging, ikan segar, Snack, sereal, susu, perbumbuan duniawi," Kavi mengecek kembali isi keranjang dorongnya itu, untuk Felicia simak kembali. "Udah Mas, udah cukup," ujar Felicia, menghentikan tangan Kavi yang masih hendak menambah isi keranjang mereka dengan makanan ringan kesukaan Felicia. "Sekalian, buat stok! Kamu bilang kalau menyusui gampang laper? Nanti kalau gak di isi bisa masuk angin, dong. Terus ASI-nya jadi campur angin, Richie ikut gak nyaman," ucap Kavi yang seketika kembali menyadarkan Felicia, bahwa perhatian Kavi padanya saat ini semata-mata hanya untuk kebutuhan putranya, Richie. Felicia yang t

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Senyaman Kamu

    Kavi hendak meletakkan telepon genggamnya setelah memastikan Felicia baik-baik saja di apartemen tersebut. Namun, saat telepon genggam itu baru saja bersentuhan dengan meja nakas di sisi tempat tidurnya tiba-tiba berdenting dan bergetar, menandakan sebuah notifikasi kembali masuk. "Mas, aku takut!" Isi pesan balasan dari Felicia. Sesaat Kavi terhenyak, lalu tersenyum simpul setelahnya. Seperti dugaannya, wanita itu nyatanya belum berubah. Felicia masih sama penakutnya di tempat baru. "Aku ke sana?" Tawar Kavi masih dengan ekspresi sumringah. Penuh harap, kalau-kalau Felicia memintanya menemani. Sedetik, dua detik, pesannya tak kunjung dibalas, membuat Kavi yang tadinya sumringah, kini mulai mengerutkan dahi. Tak sabar."Gak usah, ini sudah mau pagi." Akhirnya Felicia membalas. Membuat semangat Kavi runtuh. "Hmm, ya sudah kalau begitu. Kamu coba tidur ya." "Iya." "Fel!" Kavi kembali mengirim pesan. "Telepon aja kalau ada apa-apa ya. 24 jam, hapenya gak aku silent." "Hmm, iya, M

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Aku Takut!

    "Kenapa kamu gak ajak aja ibu susu Richie tinggal disini, Kav?" "Dia juga butuh privasi, Mi." "Tapi kita kan jadi repot harus sedia suster lagi." Kavi mengesah pelan, tak langsung menjawab. Ratna memang sangat rewel. Ibunya ini tak ada habisnya mengeluh. "Lebih repot lagi kalau gak ada ibu susu yang sesuai untuk Richie, Mam." Radhi menyela. "Sudahlah, hal-hal kecil seperti itu jangan selalu Mami jadikan sumbu pertengkaran. Hal yang paling penting saat ini, Richie bisa terpenuhi kebutuhan ASI-nya sementara Kavi bisa fokus bekerja mengurus perusahaan." Ratna memutar bola matanya malas. Suaminya ini memang semakin hari semakin tak sejalan dengannya. Apalagi sejak Ratna diketahui menyusun rencana perpisahan Kavi dan kekasihnya yang bernama Felicia. Radhi benar-benar marah pada Ratna, karena nyaris membuat Kavi depresi dan bunuh diri. "Daddy hanya ingin berpesan, agar kamu benar-benar memperhatikan kesehatan ibu susu Richie. Asupannya, harus benar-benar kamu perhatikan agar Richie j

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Berjanjilah

    "Apartemen ini aku beli atas nama kamu. Jadi, jangan sungkan!" Terang Kavi, sembari mempersilakan Feli masuk ke dalam hunian dengan tipe duplex tersebut.Felicia seketika menghentikan langkahnya, tatkala Kavi memberitahukan status kepemilikan tempat tinggal barunya ini. "Namaku?" Beo Felicia tak percaya. Bola matanya yang cokelat itu bahkan ikut terbelalak karena terkejut. Kavi mengangguk santai dan terus melangkah dengan satu tangan menenteng tas pakaian milik Felicia, sementara yang satunya masuk ke dalam saku celananya. "Apartemen ini akan menjadi milikmu, sebagai salah satu kompensasi yang aku berikan karena kamu sudah menyusui Richie." "Tapi Mas, apa ini tidak berlebihan?" Kavi kembali menggeleng. "Berlebihan gimana? Kamu menyusui Richie untuk menjamin masa depannya. Ini, belum ada apa-apanya di bandingkan dengan itu semua."Langkah Kavi terus membawa Felicia menuju sebuah kamar di lantai satu apartemen tersebut. Belum banyak dekorasi yang berubah, karena apartemen ini bar

  • Mendadak jadi Ibu Susu Bayi Mantanku   Mari kita Sepakat

    "Terlambat?" Suara Ratna menyambut sang putra yang baru beberapa langkah memasuki ruang makan keluarga dengan 12 kursi di sana. "Gimana kondisi Richie? Kapan kamu bawa pulang?" Kali ini pertanyaan ayahnya yang terdengar khawatir. Kavi tak langsung membalas, ia memberikan salam dan kecup hangat terlebih dahulu pada kedua orang tuanya, lalu menarik kursi tepat di sisi kanan sang ayah. "Richie baik-baik saja," jawab Kavi, seraya mengangkat cangkir kopi yang telah tersaji dihadapannya. "Syukurlah, Daddy begitu mencemaskannya." "Hmm.""Bagus kalau begitu. Bawa Richie pulang saat acara 40 harian Vani," ujar Ratna yang lebih seperti perintah. "Ya, Mami benar Vi, keluarga Hasto pasti akan senang melihat cucu mereka." Radhi menimpali. Kavi mengangguk. "Hmm, aku mengerti." "Lalu, apa kamu sudah mendapatkan ibu susu untuk Richie? Usahakan untuk tidak memberikan susu formula hingga usianya 2 tahun, Vi." "Kalau bisa, biarkan ibu susu Richie tinggal bersama kita, agar segala nutrisinya dap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status