Share

9. Cemburu apa gimana, sih?

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-09-28 05:49:11

"Kalian ini nggak ngerti tempat, ya. Mentang-mentang pengantin baru, di kantor malah mesra-mesraan." Seorang lelaki berkemeja biru muda menyilangkan tangan di ambang pintu. Kepalanya geleng-geleng melihat live dua insan yang sejak dulu bersaing itu.

"Apa, sih, Bi," sahut Zoya. Dia segera berdiri menjauhi Arvin.

"Omonganmu ngawur, Bi," lanjut Arvin, "kamu nyariin aku?"

Berusaha setengah mungkin walau jantungnya tengah berpacu. Arvin mengikuti langkah Zoya menuju sofa.

Lelaki yang dipanggil Bi tersebut terkikik. Geli sekali melihat tingkah dua orang dewasa di depannya. Dia pun tak bisa berhenti tertawa kecil.

"Hasbi!" panggil Zoya, "kalau terus tertawa, aku pecat kamu."

Arvin menahan tawanya, perempuan di sebelahnya itu terlihat kesal sekali dengan tingkah sepupunya. Jadi, dia tidak akan menambah kekesalan Zoya. Bisa-bisa si perempuan akan semakin marah nantinya.

"Dih, Pakde aja nggak pernah ngomong gitu. Eh, penggantinya malah lebih galak. Salah dikit, langsung pecat." Hasbi mencebik, tangannya bergerak menyerahkan map biru pada Zoya.

"Apa ini?" Kening Zoya berkerut ketika membuka map yang berisi angka-angka. "Kamu sengaja buat aku pusing, ya. Dah tahu aku nggak suka hal-hal begini."

Kembali menahan tawa, Arvin melirik sepupu Zoya. Lalu, berganti menatap dingin pada perempuan yang beberapa menit ke belakang mengecup bibirnya. "Mulai sekarang, belajarlah dengan angka-angka itu. Kamu harus secepatnya beradaptasi."

"Mulai, diktator." Zoya membuang muka dan mengerucutkan bibirnya. Dia menatap angka-angka di depannya seperti jijik. Namun, di depan Arvin, perempuan itu berusaha memahami semua.

"Aku pelajari nanti, deh, Bi. Berkas ini cuma rincian gaji, kan?" tanya Zoya memastikan.

"Iya. Kamu tinggal ngecek aja, sih. Dua hari lagi, waktunya gajian. Jangan sampai terlambat. Walau kalian lagi hot-hot-nya, tapi jangan lupakan kewajiban mengurus karyawan," goda Hasbi. Alisnya bahkan naik turun ketika menatap Zoya.

"Diam, Bi," ucap Arvin tegas.

"Aku nggak nikah sama dia, ya," tambah Zoya.

Tawa Hasbi kembali meledak. "Nggak usah nyangkal, deh, Mbak, Mas. Tadi, pagi kalian kan sudah mengucap janji. Sorry aku nggak bisa datang."

"Dia terlalu membenciku, Bi. Aku balik ke ruangan. Banyak kerjaan yang belum selesai." Arvin berdiri dan meninggalkan keduanya.

Dari lirikan mata Arvin padanya, Zoya bisa melihat kekecewaan. "Ngapain juga masang muka gitu. Bukannya pembatalan itu menguntungkannya, ya," kata si perempuan dalam hati.

"Mas Arvin kenapa, Mbak? Kalian beneran nggak jadi nikah?" selidik Hasbi.

"Nggak jadi," jawab Zoya sinis.

"Kenapa? Bukannya Arvin Bucik banget sama kamu, Mbak?"

"Bucin dari Hongkong?" delik Zoya, "dia itu cintanya sama Deeva."

Terdiam, Hasbi memutar bola mata. Seperti mengingat sesuatu. Lalu, dia pun tersenyum. "Kamu cemburu sama Deeva, Mbak? Bukannya dari kecil dia memang terobsesi sama Mas Arvin. Tapi, kan, Mas Arvin nggak pernah nanggepi. Kalau mereka dekat, semua karena profesional kerja saja. Dia pasti nggak mau ngecewain Pakde."

"Profesional kerja kok sampai peluk-peluk. Aku bukan anak kecil yang bisa dibodohi, Bi. Sudahlah, mbakmu ini, sudah punya calon suami. Dia jauh lebih baik dari Arvin dalam segala hal."

"Mbak, aku ingatkan, ya," kata Hasbi. Dia sudah berdiri, jaraknya kini cukup dekat dengan Zoya.

"Apa?"

"Batas antara cinta dan benci itu tipis. Jangan sampai keadaan berbalik. Mbak Zoya yang tergila-gila sama Mas Arvin. Andai aku perempuan, aku pun akan jatuh cinta padanya," kata Hasbi lirih, tetapi sarat makna.

"Hasbi! Pergi sana," bentak Zoya.

Sepeninggal Hasbi, Zoya memijat pelipisnya. Hari yang sangat melelahkan. Setelah pulang nanti, dia akan tidur untuk menghilangkan semua penat.

*****

Tepat pukul lima sore, Zoya dan Arvin sudah berada di rumah.

"Kamu mau makan apa, Ay? Biar aku yang masakkan," ucap Arvin sebelum Zoya berjalan ke kamarnya.

"Nggak usah repot-repot. Aku nanti keluar nyari makanan sendiri."

"Lho, sudah pulang, Nak?" tanya Maryam ketika melihat putranya di ruang tamu. "Kok, nggak ngabari kalau mau pulang cepat. Ibu belum masak apa-apa untuk makan malam."

"Arvin saja yang masak, Bu. Njenengan pasti capek. Gimana keadaannya Mbak-mbak?"

Zoya ngacir tanpa mempedulikan percakapan ibu dan anak itu.

"Mbak-mbakmu kabarnya baik. Mereka nitip salam." Maryam mendekatkan bibirnya ke telinga si bungsu. "Katanya, mending kamu nyari cewek lain untuk dinikahi. Mereka siap ngenalin teman-temannya."

"Sstt," desis Arvin, "Ibu nggak boleh ngomong gitu. Kasihan Pak Arsyad. Keluarga kita sudah banyak dibantu beliau."

Maryam memutar bola mata, lalu tersenyum penuh arti. "Karena Pak Arsyad atau kamu yang terlanjur jatuh hati hati?" goda si ibu.

"Mas Arvin jatuh cinta sama siapa, Bu?" tanya Adeeva dari arah ruang tengah.

Maryam menoleh dan tersenyum kecut. "Nggak sama siapa-siapa, Mbak. Ibu cuma menggodanya saja. Oh, ya, Mbak Deeva sudah makan?" Demi mengalihkan perhatian saudara tiri Zoya, perempuan paruh baya itu bertanya demikian.

"Bu, aku mau masuk dulu," kata Arvin. Dia meninggalkan Adeeva tanpa menyapa. Tanpa membersihkan diri atau mengganti pakaiannya, lelaki itu menuju dapur.

Setengah jam kemudian, Arvin sudah menghidangkan hasil masakannya di meja makan. Steak ayam goreng dengan salad sayuran terlihat sangat menarik sekali. Dia tersenyum melihat hasil masakannya. Tak sia-sia dia mengambil kelas memasak demi mendapatkan hasil maksimal seperti sekarang.

Mengambil ponselnya, lelaki itu mengirimkan chat pada Zoya. "Makanan sudah siap. Nggak usah keluar." Arvin juga mengirimkan foto masakannya yang sudah terhidang di meja makan. "Segera turun."

Sebelum melihat balasan dari Zoya, Arvin berjalan ke kamarnya. Namun, baru selangkah, kakinya terhenti karena sapaan Adeeva.

"Mas, makan malam di luar, yuk," ajak perempuan berambut cokelat yang kini mengenakan dress pendek ketat.

"Mas sudah masak untuk makan malam. Kalau kamu mau ada di meja, tapi tunggu mbakmu dulu." Lalu, lelaki itu cepat-cepat melanjutkan langkahnya.

Lima menit kemudian, Arvin kembali ke meja makan dengan tampilan yang lebih santai. Rambut yang basah terlihat acak-acakan tidak seperti biasanya. Zoya sedikit tertegun dengan penampilan lelaki yang dari dulu selalu membuatnya jengkel itu. Ketampanan Arvin mendadak meningkat.

"Kenapa kalian belum makan? Kalau dingin kan nggak enak. Jangan sia-siakan makanan." Arvin duduk tepat di seberang Zoya.

"Kalau bukan karena nunggu kamu, mana mungkin aku menahan lapar," sindir Zoya. Dia mulai memotong-motong ayam di hadapannya. Namun, tangan Arvin terjulur lebih cepat untuk meraih piringnya.

"Makan ini saja." Menyodorkan piringnya sendiri yang ayamnya sudah terpotong-potong.

Adeeva menatap dengan kekesalan hati. Arvin terang-terangan memberikan perhatiannya pada Zoya. "Punyaku juga, dong, Mas." Menyodorkan piringnya pada Arvin.

"Kalau aku motongin ayam terus untuk kalian semua, kapan aku bisa makan malam," sahut Arvin. Mendorong kembali piring Adeeva ke hadapan perempuan tersebut. Saudara

Mengunyah makanannya, Zoya menahan tawa. "Kamu itu memang raja tega, Vin. Selalu membuat perempuan jengkel," katanya dalam hati.

"Setelah makan malam, ada berkas yang harus kamu pelajari. Jangan tidur dulu."

"Bukannya Mbak Zoya harus ke rumah sakit, Mas?" tanya Adeeva, jelas sekali wajahnya kesal mendengar ucapan Arvin tadi.

"Bu Sekar memintamu yang menemaninya di rumah sakit. Coba baca chat-nya."

Segera membuka ponselnya. Adeeva melihat chat yang dikirimkan Sekar. Bibirnya pun mengerucut karena kesal.

*****

Di ruang kerja yang biasanya dipakai Arsyad, Arvin dan Zoya duduk berhadapan masing-masing memegang berkas untuk didiskusikan.

"Jadi, hal mana yang membuatmu bingung sampai Hasbi nyerah menjelaskannya tadi," kata Arvin.

"Aku bukannya bingung, tapi nggak terbiasa saja membaca absen para karyawan dari finger print ini."

"Tunjuk salah satunya. Aku jelaskan." Arvin menatap perempuan yang ada di depannya dengan senyum. Dia sangat menyukai tampilan Zoya dengan memakai kaca mata baca.

"Ini," tunjuk Zoya pada daftar hadir yang bertanda merah padahal jelas tertulis jika si karyawan masuk kerja.

Sabar, Arvin menjelaskan pada Zoya. Namun, baru beberapa menit kemudian, ponsel Zoya berdering nyaring.

"Hai, Sayang. Kamu sudah berangkat?" tanya Zoya manja apalagi senyumnya dibuat semanis mungkin. Arvin mendengkus kesal.

"Matikan ponselmu, kita harus fokus supaya lekas selesai. Sudah malam dan aku butuh istirahat." Merebut ponsel di tangan Zoya, Arvin bahkan langsung mematikan sambungannya.

"Arvin!" bentak Zoya, matanya mendelik sempurna. "Keterlaluan kamu."

Bukannya takut dengan perkataan keras Zoya, Arvin malah mencondongkan wajahnya. "Apa aku harus memakai cara keras. Supaya kamu tunduk?" ancamnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   42. Kebahagiaan Sebenarnya

    Happy Reading*****Zoya berbalik akan segera berlari menjauhi sang suami. Namun, Arvin sudah memegang pergelangan tangannya terlebih dan mendekapnya sehingga Zoya cuma bisa tertawa."Puas, ya, ngerjain Mas kayak gini?" Menciumi seluruh wajah dan kepala sang istri. Zoya tertawa lepas. Setelah banyaknya kejadian tidak mengenakkan yang terjadi akhir-akhir ini, sekarang dia mendapatkan kebahagiaan. Pernikahan yang awalnya membuat ragu kini akan berubah menjadi keluarga kecil yang Insya Allah membahagiakan. "Mas, sih. Mukanya tegang gitu padahal yang over thinking sebelumnya adalah aku. Kenapa berubah nggak yakin setelah melihatku tadi?" Kedua tangan Zoya menangkup pipi Arvin membuat bibir lelaki itu monyong. Arvin berusaha tersenyum, tetapi kesulitan karena kedua tangan Zoya. Akhirnya, lelaki itu hanya memandang sang istri lekat sambil membayangkan ketika dulu Zoya sering sinis dan marah-marah tidak jelas padanya. Walau lelaki itu sudah berusaha menjelaskan dan bertanya kenapa sikap

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   41. Overthinking

    Happy Reading*****Zoya beranjak meninggalkan Arvin. Kakinya menghentak keras karena kesal. "Katanya cinta, cuma diminta tolong gitu saja nggak mau," gerutunya sepanjang perjalanan menuju kamar. Sebagai lelaki yang cukup peka dengan sikap istrinya, Arvin menyusul wanita yang sudah dia cintai sejak dulu itu. Sebelum sampai di kamar dan membuka pintu, pergelangan Zoya dipegang. "Jangan marah dulu, dong, Sayang. Bukannya Mas nggak mau beliin mangga muda, tapi Mas penasaran sama sikapmu sekarang. Kamu nggak pengen periksa ke dokter?""Aku nggak sakit, ya. Ngapain periksa?" Zoya menyilangkan tangannya. Bibirnya mengerucut dan tatapan matanya semakin jengkel pada sang suami. Menghela napas sambil mengelus dada, Arvin meletakkan tangannya ke pundak sang istri. "Ke dokter bukan cuma sakit saja, kan? Kamu nggak kepikiran aneh padahal sudah hampir dua bulan nggak datang bulan. Minimal, kamu tes mandiri deh, Sayang." Saat itulah kening Zoya berkerut. Entah mengapa beberapa bulan ini, dia tid

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   40. Merajuk

    Happy Reading*****"Ibu," teriak Hasbi. Lelaki itu segera merangkul perempuan yang telah melahirkannya dan berteriak untuk memanggil Ambulance.Sementara Arvin, mencengkeram kuat leher Noval. Dia juga melayangkan bogem dengan sekuat tenaga. Polisi langsung mengamankan lelaki yang telah melukai ibunya Hasbi tersebut. Namun, lelaki itu terus memberontak hingga satu pukulan kembali melayang padanya. "Dasar manusia jahat. Masih saja ingin melawan. Kamu mau membusuk di penjara seumur hidup?" bentak Arvin."Aku bersumpah nggak akan mati sebelum menghabisi kalian semua. Nggak usah mimpi, Vin," umpat Noval. "Menyerahlah sebelum kami melakukan tindakan lebih buruk dari ini." Polisi memukul kaki Noval, mengurangi pergerakannya.Sementara itu, Zoya terpaku melihat tantenya bersimbah darah di pelukan Hasbi. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. "Bi, gimana kalau tante ....""Sstt. Berdoa yang baik-baik saja." Hasbi langsung menggendong ibunya kelur dari ruang meeting. Di luar, ambulance s

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   39. Korban

    Happy Reading*****"Om, jangan bertindak gegabah. Njenengan itu sudah menjadi buronan polisi saat ini. Kalau sampai Mbak Zoya terluka, hukuman yang didapat nggak main-main. Kemungkinan besar, Om Sano akan membusuk di penjara," peringat Hasbi. Dia bergerak pelan untuk menyelamatkan saudaranya."Diam, Bi. Jangan ikut campur. Kalau kamu bergerak lagi. Aku benar-benar akan menghabisinya," ancam Sano. Pisau yang dia acungkan ke leher Zoya menempel erat di kulit. Di belakang lelaki paruh baya itu sudah ada Noval dan lelaki yang paling dibenci Hasbi. Suami ibunya itu membawa serta perempuan yang telah melahirkan Hasbi. "Jangan ikut campur kalau nggak mau nyawa ibumu melayang," peringat Noval. Lalu, dia menatap semua orang yang ada di ruangan itu. "Sebaiknya, kalian juga diam. Jangan ada yang berani bergerak untuk menghubungi polisi kalau nggak mau nyawa melayang."Noval melemparkan map berwarna hitam ke meja meeting. "Silakan kalian tanda tangani berkas itu. Setelahnya, kalian bisa pergi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   38. Tertangkap

    Happy Reading*****"Jika laporan rugi laba ini benar, kenapa pihak-pihak yang bekerja sama dengan kita masih komplain? Para karyawan juga banyak yang mengeluh jika Zoya membiarkan masalah itu terus berlanjut," tanya Sekar. "Benar. Ketika saya mengadakan sidak beberapa waktu lalu, salah satu karyawan sempat mengatakan bahwa kamu nggak mengambil tindakan apa pun. Cuma menyortir bahan amentah yang ada di frezer gudang. Selebihnya, kamu nggak amengambil tindakan apa pun," kata salah satu pemilik modal."Pasti yang bapak tanyai adalah karyawan dengan posisi pekerja biasa atau pelaksana. Coba njenengan tanya pada semua jajaran presidium yang ada di pabrik ini. Bagaimana Mbak Zoya dan saya berusaha mengatasi masalah yang ada tanpa bantuan siapa pun. Kami malah mendapat intimidasi dari beberapa orang tak dikenal," terang Hasbi. Zoya berdiri, menetap semua orang yang hadir penuh selidik. "Saya tahu, ada seseorang dari njenengan-njenengan ini yang nggak mau saya berada di posisi sekarang. Se

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   37. Masuk Perangkap

    Happy Reading*****Arvin menatap semua anggota keluarganya bergantian. "Kalau kita nggak menyembunyikannya. Aku takut, apa yang mereka rencanakan akan jauh lebih besar lagi. Bukan nggak mungkin kalau nyawamu juga menjadi incaran mereka," ucapnya pada sang istri. Diam, semua orang yang ada di ruang perawatan itu mencoba berpikir dan menimbang ide yang dikemukakan Arvin."Mereka itu orang yang berpikiran sempit. Kita nggak bisa menjamin jika mereka nggak merencanakan semua itu apalagi selama ini rencana-rencana yang disusun selalu gagal. Bu, Pak, aku nggak bisa mengambil resiko jika sampai mereka benar-benar menargetkan kematian Zoya.""Sepertinya, apa yang dikatakan Mas Arvin benar. Ada baiknya kita mengikuti permainan mereka. Mungkin dengan jalan ini, kita bisa mengetahui keberadaan Om Sano dan Noval. Jika orang yang dianggap penghalang sudah nggak ada, bisa dipastikan keduanya akan muncul," tambah Hasbi yang merasa ide sang ipar bisa dijalankan.Terdengar tarikan napas Zoya, dia m

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   36. Gagal Total

    Happy Reading*****"Mbak, ada apa sama Mas Arvin?" tanya Hasbi ikut panik seperti Zoya. "Nggak tahu, Bi. Antar Mbak ke rumah sakit. Mbak takut nggak fokus nyetir kalau ke sana sendiri." Membereskan berkas yang ada di hadapannya. Zoya berdiri, lalu melempar kunci mobil tanpa menunggu jawaban Hasbi."Istighfar, Mbak," pinta Hasbi. "Kita nggak punya waktu banyak, Bi. Suara Bapak di telpon seperti orang yang ketakutan.""Ayo, cepat ke rumah sakit." Setengah berlari keduanya menuju parkiran. Tak sedikit orang yang berpapasan dengan keduanya bertanya, tetapi tidak dijawab. Hasbi melakukan kendaraan dengan cepat menuju rumah sakit. Walau beberapa pengendara lain sempat memperingatkannya dengan mengklakson bahkan kadang ada yang mengumpat langsung karena cara berkendaranya yang ugal-ugalan. Namun, Hasbi tak mengindahkannya hingga lima menit kemudian mereka sampai di gerbang rumah sakit."Mbak turun dulu. Biar aku nyari tempat parkir." Mobil yang mereka kendarai sudah ada di depan loket

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   35. Runyam

    Happy Reading*****Pulang dari rumah tua, Sekar dan Adeeva mampir ke tempat orang yang sudah disebutkan Noval. Mereka akan meminta bantuan pada lelaki tersebut. Bintang keberuntungan berpihak pada keduanya. Lelaki yang dicari tengah duduk di teras rumah."Untungnya kamu ada di rumah, Rim," ucap Sekar menyapa lelaki berbadan dempak dengan jambang lebat."Tumben. Ada keperluan apa mencariku?" Lelaki yang tak lain adalah suami kedua ibunya Hasbi itu menatap dua perempuan di depannya dengan tatapan menyelidik."Ada hal yang perlu kita bicarakan," jawab Sekar."Kayaknya hidup Om Karim sangat santai dan tenang. Sore gini sudah duduk di teras rumah menikamati senja," tambah Adeeva.Lelaki itu terkekeh. "Nggak semua yang kamu lihat adalah kebenarannya. Terkadang, orang yang terlihat paling santai adalah orang yang paling ruwet pemikirannya," jawabnya. Lalu, lelaki itu menatap Sekar. "Bagaimana kabar Sano?""Buruk. Dia dalam pengawasan polisi. Oleh karena itulah aku datang menemuimu. Dia memi

  • Mendadak jadi Istri Sainganku yang Tampan   34. Rencana Busuk Sekar

    Happy Reading*****"Jangan salah paham, Mas. Kami bermaksud baik," sahut Ashari."Benar, Mas Hasbi. Coba njenengan lihat keadaan Mbak Zoya sekarang. Apakah tega terus-terusn melihatnya seperti itu?" tambah Maryam, "Ibu sama Bapak cuma ingin yang terbaik.Hasbi memandang Zoya, lalu menatap kedua orang tua Arvin. Kemarahan yang semula mulai hadir kini perlahan mereda. Lelaki itu mencoba menempatkan dirinya pada posisi orang-orang tersebut. "Gini, lho, Bu, Pak. Coba njenengan pikirkan lagi, apa yang akan Mas Arvin rasakan jika dia terbangun nanti. Dia sudah menunggu Mbak Zoya lama sekali, lho. Mbak Zoya sendiri pastinya nggak akan mau meninggalkan suaminya dalam keadaan seperti ini," jelas Hasbi."Tapi, Mas. Coba njenengan bayangkan, sudah sebulan lebih nggak ada perkembangan pada Arvin. Ibu sama Bapak nggak tega melihat Mbak Zoya terus-terusan seperti ini." Maryam mulai menitikkan air mata."Biarlah, jika dia bangun nanti kami yang akan menjelaskan," tambah Ashari.Hasbi menggelengka

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status