Share

Bab 44. Orang ke tiga

Penulis: Ralonya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-23 19:19:00

Di dalam mobil, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya. Mesin mobil menderu pelan, mengiringi jalanan siang yang tak terlalu ramai. Sinar matahari menembus kaca jendela, membingkai wajah Amel yang diam menatap ke luar. Di pangkuan, layar ponsel masih menyala, menampilkan pesan singkat yang membuat perutnya mual sejak tadi.

Jonathan melirik ke arah Amel beberapa kali dari balik kemudi. “Kamu yakin tidak ada apa-apa?” tanyanya pelan.

Amel tersenyum paksa. “Iya, Kak. Tidak ada,” ucapnya singkat. “Hanya sedikit lelah.”

Jawaban itu tidak membuat Jonathan puas, tapi ia tak ingin memaksa. “Baiklah. Kita langsung pulang ya. Supaya kamu bisa istirahat.”

Mobil meluncur dalam diam. Hanya suara pendingin udara dan musik lembut dari radio yang terdengar samar. Amel menunduk, menggenggam ponsel erat-erat. Di layar, wajah Fidya–di dalam mobil Jonathan– tersenyum di balik foto-foto itu, Jonathan yang sedang mengemudi disampingnya, lalu Jonathan yang sedang meletakan makanan di atas meja makan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 45. Kecemburuan Jonathan

    Jonathan masuk tanpa menunggu jawaban. Wajahnya serius. Sorot matanya tajam, tapi jelas terlihat lelah. “Kita perlu bicara,” katanya singkat Amel menghela napas panjang, lalu duduk di sisi ranjang. “Nanti saja, Kak,” tutur Amel pelan, dengan nada lelah yang tak kalah dari Jonathan. Jonathan melangkah mendekat, lalu berhenti tepat di depan Amel. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, seolah berharap amarahnya bisa luruh bersama gerakan itu. “Ada apa denganmu, Amel?” tanyanya dengan nada yang tak lagi bisa ditahan. “Beberapa hari ini kita baik-baik saja. Tapi sekarang? Aku harus menghadapi sikapmu yang berubah-ubah seperti ini. Aku juga lelah, Amel!” “Kalau begitu abaikan saja aku!” sahut Amel, suaranya meninggi, lalu menurun pelan, seolah tercekik oleh emosi yang terlalu berat untuk dikeluarkan. Jonathan menatapnya lama, pandangannya campur aduk–antara marah, bingung, dan kecewa. “Kamu pikir aku bisa mengabaikanmu semudah itu?” tanyanya serak. Tatapannya menyapu wajah Amel, seola

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 44. Orang ke tiga

    Di dalam mobil, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya. Mesin mobil menderu pelan, mengiringi jalanan siang yang tak terlalu ramai. Sinar matahari menembus kaca jendela, membingkai wajah Amel yang diam menatap ke luar. Di pangkuan, layar ponsel masih menyala, menampilkan pesan singkat yang membuat perutnya mual sejak tadi. Jonathan melirik ke arah Amel beberapa kali dari balik kemudi. “Kamu yakin tidak ada apa-apa?” tanyanya pelan. Amel tersenyum paksa. “Iya, Kak. Tidak ada,” ucapnya singkat. “Hanya sedikit lelah.” Jawaban itu tidak membuat Jonathan puas, tapi ia tak ingin memaksa. “Baiklah. Kita langsung pulang ya. Supaya kamu bisa istirahat.” Mobil meluncur dalam diam. Hanya suara pendingin udara dan musik lembut dari radio yang terdengar samar. Amel menunduk, menggenggam ponsel erat-erat. Di layar, wajah Fidya–di dalam mobil Jonathan– tersenyum di balik foto-foto itu, Jonathan yang sedang mengemudi disampingnya, lalu Jonathan yang sedang meletakan makanan di atas meja makan.

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 43. Detak kecil di dalam perut

    Lorong rumah sakit pagi itu lengang. Aroma antiseptik dan wangi samar dari diffuser lavender menyambut langkah Amel dan Jonathan yang berjalan berdampingan, meski tak saling bergandengan tangan. Amel menunduk pelan, menahan senyum. Perutnya yang baru sedikit menonjol membuat langkahnya sedikit pelan. Jonathan berjalan setengah langkah di belakang, sesekali meliriknya dengan gugup—seperti suami baru yang belum hafal ritme pasangannya. “Ini pertama kalinya kamu ikut kontrol,” gumam Amel, tidak bisa menyembunyikan rasa gembiranya. “Hm.” Jonathan mengangguk, tapi mata tajamnya tak lepas dari setiap gerak Amel. Mereka masuk ke ruang praktek dokter kandungan. Ruangan itu hangat dan tertata nyaman. Ada sofa kecil, tirai lembut di jendela, dan alat USG yang terlihat canggih di pojok ruangan. Dokter Dina menyambut mereka dengan senyum ramah. “Selamat pagi, Bu Amel, Pak Jonathan. Hari ini periksa kehamilan tiga bulan, ya?” sapanya sambil membuka catatan rekam medis. “Iya, dok. Tiga bu

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 42. Jangan biarkan siapa pun masuk

    Amel duduk bersila di atas karpet ruang keluarga. Kotak P3K terbuka di hadapannya, isinya berserakan: perban, plester, kapas, dan cairan antiseptik. Tangan kecilnya bekerja pelan dan teliti, seolah setiap benda harus kembali ke tempat semula dengan rapi. Di sofa, Marcell bersandar santai. Lengan kirinya terentang malas di sandaran, sementara mata tajamnya menatap Amel yang sedang sibuk merapikan isi kotak. “Kamu lembut juga, ya, kalau lagi ngobatin orang,” ucap Marcell dengan suara rendah. Senyum samar menghiasi ujung bibirnya, meski sisi lainnya masih tampak memar, tertutup plester. Amel tidak langsung menjawab. Ujung jarinya berhenti sejenak di atas plester, lalu melipatnya pelan. Bukan karena dia malu, tapi karena hatinya terasa sedikit tak tenang. Lalu terdengar langkah kaki menyentuh lantai marmer, agak terburu-buru membuatnya menoleh. Jonathan berdiri di sana, masih mengenakan kemeja kerja yang tadi pagi dia pilihkan. Di tangan pria itu ada buket mawar putih tampak mencol

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 41. Bayangan punggung yang menjauh

    Pagi itu, sinar matahari menelusup lembut lewat celah tirai. Amel membuka matanya perlahan. Masih mengantuk, ia mengusap kelopak matanya dan mengedarkan pandangan ke sisi tempat tidur. Kosong. Hanya selimut yang kusut. Ia duduk perlahan, lalu matanya menoleh ke arah balkon. Di balik pintu kaca yang sedikit terbuka, siluet Jonathan berdiri di sana. Satu tangan memegang cangkir kopi, dan tangan satunya lagi bertumpu pada pagar besi. Amel memandangnya tanpa berniat menghampiri. Lalu Jonathan berjalan masuk, angin sempat berhembus masuk saat pintu kaca itu dibuka. “Kamu sudah bangun,” ucap Jonathan, menutup kembali pintu itu. Amel mengangguk tak menjawab. Mereka saling tatap beberapa detik, sebelum Jonathan memutus kontak dan berjalan keluar kamar. Amel memilih beranjak menuju kamar mandi. Di meja makan, suasana seperti sebelum-sebelumnya. Tapi yang membuat hangat, ada sepiring roti di depannya. Amel menoleh pada Jonathan, pria itu hanya melirik sebentar lalu menyesap kopi hitamnya de

  • Mendadak jadi istri kakak tiriku    Bab 40. Belajar untuk tidak terlalu berharap

    Langit masih gelap ketika suara pelan dari kamar mandi membangunkan Jonathan dari tidurnya. Ia sempat terdiam, mencoba menangkap suara itu, hingga terdengar bunyi muntahan yang tertahan. “Amel?” Jonathan langsung bangkit dari ranjang, menyibak selimut dengan cemas. Begitu menyadari sisi ranjang kosong, ia buru-buru menuju kamar mandi. Pintu tak tertutup rapat. Ia dorong perlahan. Amel berdiri sambil berpegangan pada pinggiran wastafel. Tubuhnya gemetar, rambutnya menutupi sebagian wajah yang tampak sangat pucat. “Mel,” Jonathan mendekat, suaranya terdengar cemas. “Kamu tidak apa-apa?” Amel mengangguk lemah. “Aku cuma mual, Kak,” suaranya lirih. Jonathan memapahnya pelan, membantu Amel duduk di tepi bathup. Ia ambil handuk kecil dan membasahinya, lalu menyeka pelan kening Amel yang dingin dan basah keringat. Hela napas Amel masih pendek-pendek. Matanya sayu, kulitnya terlihat lebih pucat dari biasanya. Tanpa banyak bicara, Jonathan menyingkirkan handuk itu, lalu mengangkat tubu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status