Sesaat setelah kepergian Lusi, Anita meminta maaf kepada seluruh pelanggan dan akan mentraktir mereka dessert dan minuman gratis untuk mereka semua. Wanita itu merasa tidak enak karena telah membuat para pelanggan tidak nyaman atas apa yang terjadi. Para pelanggan itu tersenyum gembira dan mereka juga mendukung apa yang Anita lakukan itu.
Malik melepas paksa tangannya dari genggaman Anita dan pergi dari sana. Kini pria tampan itu juga merasa malu karenanya. Kebenciannya terhadap wanita berhijab itu semakin menjadi. ‘Apa aku ceraikan saja dia,’ pikirnya.Anita melihat punggung Malik dengan rasa sedih. Ia khawatir bahwa tadi dia telah membuat suaminya merasa sakit hati. Ia sebenarnya tidak ingin melakukannya di hadapan semua orang. Tapi amarahnya tadi tidak dapat ia kendalikan, karena entah dari mana asalnya rasa sakit itu tiba dan serasa menusuk jantungnya.Tiba-tiba saja Anita sulit untuk bernapas, rasa menusuk itu semakin terasa di dadanya. Ia belum pernah merasakan sakit seperti itu selama ini. Karena ia belum pernah jatuh cinta kepada siapapun sebelumnya.‘Apakah aku jatuh cinta padanya?’ benaknya. Wanita berhijab itu tanpa sadar meneteskan air matanya.“Mbak nggak apa-apa?” tanya waiters yang tadi menyajikan minuman untuknya.Anita melirik ke arahnya dan tersenyum. “Iya aku baik-baik saja,” jawabnya.“Mbak bisa istirahat sebentar di dalam, kayaknya kondisi mbak kurang baik. Wajah mbak tiba-tiba pucat,” ucap waiters itu.“Nggak apa-apa kok, aku baik-baik aja. Aku mau balik ke hotel aja, dan beristirahat di sana.” Waiters itu tetap merasa khawatir karena wajah Anita benar-benar pucat. Tapi ia tidak bisa memaksa ditambah lagi ia baru pertama kali bertemu dengan Anita dan ia juga adalah istri dari owner cafe.Wanita berhijab itu membayar terlebih dahulu apa yang telah ia janjikan kepada pelanggan sebelum ia pamit pulang. Beberapa orang terlihat khawatir dan juga merasa bangga terhadap Anita. Karena ia berani bertindak kepada wanita yang hendak menghancurkan rumah tangganya.***Anita telah tiba di hotel. Kondisi hotel sudah kondusif sekarang dan kembali normal. Wanita itu berjalan perlahan menuju kamarnya dengan terus memegangi perutnya. Ternyata setelah shalat subuh tadi ia datang bulan. Itulah kenapa ia terlihat pucat tadi, karena ia harus menahan rasa sakit haid dan juga rasa sakit di hatinya.Dengan sisa tenaga yang ada Anita membersihkan diri sebelum ia beristirahat.Begitu ia selesai mandi dan berganti pakaian, wanita itu makan terlebih dahulu untuk mengganti tenaga yang telah ia keluarkan hari ini. Setelah itu ia berjalan perlahan menuju kasur dan mulai berbaring.Dalam beberapa detik Anita sudah akan terlelap. Akan tetapi di detik itu juga Malik masuk, menarik wanita itu dengan paksa turun dari kasur.Lalu Malik mendorong tubuh mungil Anita ke sofa. Bahu kanan wanita itu terbentur cukup keras sehingga ia merasa kesakitan. Wanita yang sedang menahan sakitnya datang bulan itu menatap heran suaminya dengan wajah pucat. “Apa yang kamu lakukan Kak?” tanyanya.“Hah, tadi pagi kamu memanggilku dengan namaku, dan sekarang di cafe juga kamu memanggilku Kakak dasar wanita yang tidak berpendirian,” jawabnya.Anita memaksakan diri untuk berdiri. “Kamu marah karena itu? Bukankah kamu yang mengatakan bahwa terserah aku akan memanggilmu apa?” tanyanya balik.Malik menggenggam erat kedua bahu Anita, sorot matanya penuh dengan amarah. “Aku marah karena kamu telah mempermalukan aku di depan pelanggan dan karyawan cafeku. Apa aku salah kalau aku marah?”Anita terdiam, wanita itu merasa bersalah karena telah mempermalukan suaminya di hadapan banyak orang. Ia menundukkan kepalanya, “Maafkan aku Kak, tapi tindakan Kakak juga tidak bisa dibenarkan,” cetusnya.“Dasar wanita pincang, menjijikan,” cela Malik karena ia tidak bisa berkata apa-apa lagi.Anita seperti tersambar petir pada malam yang penuh dengan bintang itu. Malik menyebutkan kekurangannya dan berkata jahat padanya. Air mata tertahan di kedua pelupuk matanya.“Selamat malam untukmu,” ucap Anita lalu segera berbaring di atas sofa dan menutup wajahnya dengan blazer yang ia kenakan.Malik terdiam sejenak, tiba-tiba ada rasa sakit di dada yang tidak ia tahu datang dari mana. Malik mencoba mengabaikan rasa sakit itu dan pergi mandi.Dibalik blazer itu Anita menangis tanpa suara. Selama ini semua orang selalu berkata baik padanya soal cacatnya yang baru saja ia dapatkan itu. Semua orang selalu menguatkannya, maka dari itu wanita cantik itu tidak merasa sedih karena cacat yang ia dapat. Tapi malam itu, Malik berkata seperti itu membuat mentalnya jatuh.‘Ya Allah pikiran negatif mulai mendatangiku, aku takut ini akan merusak hidupku. Berilah aku kekuatan agar menghilangkan semua pikiran negatif ini dan menggantinya dengan energi positif untukku dan hidupku di kedepannya,’ mohon wanita berhijab itu pada sang pencipta.***Anita bangun pada sepertiga malam untuk melaksanakan shalat taubat, tahajud dan witir seperti yang biasa ia lakukan. Malam itu shalat malam yang ia lakukan penuh dengan kesedihan dan beberapa kali air matanya menetes. Wanita berhijab itu tahu bahwa salah karena terlalu memikirkan apa yang suaminya katakan. Tapi ia hanyalah manusia biasa, butuh proses untuk bisa melupakan ucapan Malik.Anita menengadahkan kedua tangannya lalu berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku yang maha pengasih lagi maha penyayang, maafkan aku karena telah terlalu merasa sedih. Bukan aku tidak menerima kondisi yang ada padaku saat ini. Tapi perkataan suamiku terlalu menyakitkan bagiku, bantulah aku untuk melupakan semua itu dan bantulah aku agar aku bisa menjadi istri yang baik untuk suamiku. Dan aku bisa memenangkan hatinya dan kami bisa bersama-sama menjalankan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Karena hanya kepada Engkaulah aku meminta dan memohon,” pinta Anita dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dari kedua matanya.Setelah shalat subuh Anita merapikan semua pakaiannya karena hari ini adalah hari terakhir mereka di hotel. Siang itu mereka akan pergi ke rumah pribadi Malik dan akan tinggal di sana. Rumah suaminya itu cukup jauh, 2 jam perjalanan dari cafe milik Malik.Dengan ragu Anita juga hendak merapikan pakaian suaminya. Malik melihat apa yang dilakukan oleh istrinya dan diam saja. Karena ia memang malas mengemasi barang-barangnya. ‘Apa gunanya dia jika tidak mau melakukan itu,’ pikir Malik.Sebelum mereka berdua check out mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel. Mereka duduk di meja yang sama tapi tidak ada interaksi sama sekali di antara mereka. Hanya keramaian dari tamu hotel yang terdengar di sana. Baik Malik maupun Anita tidak ada yang ingin mereka katakan satu sama lain saat itu. Malik masih dalam keadaan marah, sedangkan wanita itu bingung.Beberapa saat kemudian mereka sudah check out dan kini Anita menunggu Malik mengambil mobilnya. Dari kejauhan wanita berhijab biru itu melihat mobil suaminya mendekat. Setelah mobil itu sampai, ia hendak membuka pintu tapi terkunci.“Hah, apa yang kamu pikirkan, kamu pikir aku mau satu mobil sama kamu? Aku sudah kirim alamat rumahku, kamu kesana naik taksi aja. Aku mau ke tempat lain.”“Mau kemana kamu Kak?” tanya Anita dengan cepat.“Bukan urusanmu, urus saja urusanmu, bye!!”“Tapi Kak, sebenta—r, Ka—” Anita mencoba menghentikan mobil itu dengan mengetuk kaca mobil. “Kak jawab aku, Kakak mau kemana? Kak! Kak! KAK!” pekiknya.Bersambung…Malik masih di dalam gedung, dan baru saja selesai bicara dengan para penyewa gedung dan beberapa karyawannya.“Aku akan menghubungi vendor yang terbaik segera Pak. Agar perbaikan gedung segera dilaksanakan!” ucap Sandri sebagai penanggung jawab gedung.“Iya, laksanakan segera. Dan jangan lupa, sebelum itu urus dulu perairan dan listrik di gedung aman,” sahut Malik. Pria muda yang terlihat tidak jauh berbeda umur dari Malik itu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang setelah melihat Malik atasannya pergi meninggalkannya.***Matahari sangat terik, bahkan sangat terasa walaupun berada di dalam ruangan ber-AC sekali pun. Rasa lelah sangat cepat menyerang, dan dahaga selalu melanda setiap orang siang itu.Tapi Malik, tidak peduli seberapa terik matahari saat itu. Ia segera menancapkan gas mobilnya dengan cepat. Ia ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan istrinya. Karena sejak tadi pria tampan itu merasa gelisah.“Ya Allah, kenapa r
“Astaghfirullah, Nak! Anita! Sayang!” pekik Linda begitu ia masuk ke dalam kamar dan mendapati menantunya telah jatuh pingsan.“Bi! Bi! Panggil dokter Bi! Terus suruh Malik cepet pulang sekarang juga!” pekik Linda.Kepanikan kembali menghampiri Linda. Ia berusaha sekuat tenaga menggendong Anita dan membawanya ke atas kasur.“Aduh bajunya kok basah?” ucap Linda.Iya pun segera mengambil pakaian baru untuk menantunya dan hendak mengganti pakaian yang basah itu. “Biar aku aja Ma,” cegah Malik yang ternyata baru saja sampai di rumah.“Kamu udah pulang Nak? Malik gimana ini? Pasti Anita syok karena kecelakaan itu?” Tangisan Linda hampir pecah ketika berkata seperti itu.Malik segera memegang kedua bahu Mamanya dan menggenggamnya dengan lembut. “Ma, Mama lupa? Anita lagi datang bulan, mungkin ini karena dia kurang darah dan tadi juga dia terluka. Jadi bukan masalah besar, biasanya juga kan begitu Ma. Mama juga seorang wanita kan?” Linda terdiam, dan mulai berpikir. Apa yang dikatakan anak
Kepanikan terlihat jelas di raut wajah suami dari Anita itu. Ia segera berlari menuju mobil Linda yang menabrak trotoar. Ia melihat di dalam sana ada pak Mamat dan Anita istrinya dalam keadaan pingsan.Tanpa banyak berpikir, pria tampan yang tampak syok itu segera masuk ke dalam mobil dan mengeluarkan istrinya dari sana. Dan pak Mamat di selamatkan oleh warga lainnya.Dikarenakan ambulan belum tiba, Malik berusaha menyadarkan Anita berkali-kali dengan memukul pelan wajahnya sampai memberikan napas buatan untuknya. Bulir bening perlahan tapi pasti mulai mengalir dari mata menawan pria tampan itu. Rasa sesak di dada mulai menghampiri melihat dahi sang istri yang mengalir darah segar dari sana.“Pak apakah Bapak ini keluarganya?” tanya salah satu warga yang ada di sana.Hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban Malik. Dan beberapa saat kemudian pihak medis pun tiba dan segera membawa Anita dan pak Mamat ke rumah sakit.Di saat yang sama, polisi juga tiba di sana. Beberapa warga diminta
Anita terlihat bingung melihat ke sekeliling kamar. Ia membolak-balikkan bantal, selimut dan yang lainnya. Wanita cantik itu tengah mencari ponselnya untuk menghubungi Laras sang sahabat.Malik masuk ke dalam kamar dan segera berbaring di atas sofa yang ada di kamar itu. Ia melihat istrinya seperti sedang kebingungan seraya menggigit ibu jarinya.“Kamu cari apa?” tanya pria tampan itu.“Ini loh Kak, hp aku dimana ya? Aku harus menghubungi Laras,” jawab sang istri.Malik pun baru teringat bahwa ponsel dari istrinya itu ada padanya. Raut wajah pria tampan itu berubah menjadi canggung. Ia segera mengambil ponsel di saku celananya seraya melihat gerak-gerik Anita. Ketika istrinya berada jauh dari tempat ia duduk, ia segera meletakkan ponsel itu tepat di bawah sofa. Di saat ia baru saja melakukan itu, Anita menoleh ke arahnya. Jantung Malik terasa hampir lepas dari tempatnya karena terkejut.“Kenapa? Ada apa?” tanyanya sebisa mungkin tidak terlihat gugup.Dengan wajah memelas, istri Malik
“Wah sabun mandi Mama wangi banget ya Kak, kayaknya ini sabun organik, ” ucap Anita begitu ia selesai mandi.Malik yang sedang bermain game online pun menoleh ke arahnya. “Eem, Mama memang suka wangi-wangian yang alami tanpa banyak bahan kimianya.”“Aku mau juga lah.”“Ya udah nanti waktu kita pulang aku anterin beli, aku tau Mama biasanya beli dimana.”Anita pun mengangguk kemudian berjalan menuju kasur dan berbaring. Aroma wangi dari tubuh wanita itu mengganggu konsentrasi dari Malik dalam bermain game online itu.“Kenapa kamu wangi banget?” tanya Malik menoleh ke arah istrinya.“Bukankah sudah aku bilang tadi sama Kakak, kalau sabun Mama wangi banget.”Pria tampan itu tiba-tiba hampir menjatuhkan tubuhnya di atas Anita. Kini mereka berdua saling pandang satu sama lain. Lagi-lagi jantung mereka berdua berdetak tidak karuan. Ditambah lagi aroma wangi yang membangkitkan gairah pria tampan itu.Anita yang malu sedikit memalingkan wajahnya. Ia tidak sanggup menatap suaminya lebih lama l
Malik tengah berada di rumah Dimas, setelah temannya itu mengajaknya untuk bertemu.“Kamu ada urusan apa manggil aku?” tanya Malik seraya berbaring di atas kasur teman sekolahnya itu.Dimas duduk di kursi yang tidak jauh dari kasur. “Malik gini, kamu kan teman yang baik banget. Masya Allah pokoknya da—”“Udah nggak usah basa-basi deh, langsung aja ke intinya mau minta tolong apa?”“Hehehe, kamu tau aja … gini Malik. Aku mau ngadain lamaran buat pacar aku. Tapi keadaan keuangan aku lagi pas-pasan, boleh nggak kamu bantu aku pinjemin cafe kamu gratis untuk aku.”“Waah, kamu ini minta tolong hal sebesar ini tapi kamu nyuruh aku yang dateng ke rumah kamu.”“Habisnya aku malu kalau sampai istri kamu denger.”Malik yang tadinya berbaring kini terduduk karena mendengar perkataan Dimas. “Kamu tau aku udah nikah?” tanyanya.“Hehe, iya aku tau. Tapi kamu tenang aja, aku nggak bakal bilang ke yang lain kok.”“Kaya