Share

Wanita penggoda

“Kemarin kamu mencoba menundukkan pandangan dari pria lain, dan sekarang kamu tersenyum bersama pria lain tanpa ada aku,” cela Malik menatap tajam kedua mata wanita yang berhijab itu. “Apa dia kekasihmu?” sambung Malik.

Tatapan dingin Malik terasa sampai menusuk tulang. Kedua bibir Anita seperti terkunci dan tidak bisa menjawab pertanyaan Malik. Lalu wanita berhijab itu menatap Malik tanpa bisa berpikir apa-apa.

Yudha seperti paham apa yang sedang terjadi. Malik pasti salah paham dengan apa semua yang ia lihat.

“Apa dia istrimu?” tanya Yudha sebelum ia memberi penjelasan pada Malik.

Malik tidak menjawab. Suami dari wanita berhijab itu menarik tangan istrinya meninggalkan tempat itu. Anita masih terdiam dan mengikuti suaminya walaupun sulit baginya untuk menyamai langkah kaki Malik.

Mereka berdua masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Malik. Mulut wanita berhijab itu masih terkunci tak bisa berkata apa-apa. Ia ingin bertanya mereka akan kemana pun tidak bisa. Mereka berdua saling diam satu sama lain selama perjalanan itu.

Sesekali Anita melirik ke arah Malik yang terdiam dengan ekspresi wajah yang tidak bisa diartikan. ‘Apa aku harus menjelaskan apa yang terjadi di taman tadi, apa aku harus diam saja? Lagi pula hubungan kami tidak sedalam itu,’ benak Anita.

Malik yang terlihat fokus menyetir bisa merasakan tatapan dari Anita. Tiba-tiba saja pria itu memutuskan berhenti di tepi jalan. Wanita berhijab itu melihat ke sekeliling, ia melihat di sana bukan ada dimana-mana mereka masih di jalan raya tanpa ada rumah.

Tiba-tiba Malik mendekatkan tubuhnya pada Anita. Tubuh wanita berhijab itu hanya diam mematung, tidak bisa menghindar. Malik menatap kedua mata Anita secara bergantian. Entah apa yang dipikirkan pria itu, lalu ia menelan salivanya tanpa sadar. Fokus Anita juga tiba-tiba buyar dia kini memperhatikan benjolan jakun tenggorokan suaminya yang baru saja menelan saliva.

“Kamu ingin mengatakan sesuatu?” tanya Malik dengan dingin.

Seketika Anita tersadar, mulutnya mulai terbuka lagi. “Aku dan pria tadi tidak saling kenal, tadi keponakannya nggak sengaja nabrak aku terus numpahin cemilanku,” jelas Anita kemudian diam kembali.

Terlihat senyuman dari sudut kanan bibir Malik. “Apa kamu pikir aku peduli, aku tidak peduli sama sekali, lagi pula pernikahan kita ini hanyalah sebuah pernikahan di atas kertas, kamu tidak mencintaiku dan apalagi aku,” cetusnya. Kemudian Malik kembali menghidupkan mesin mobilnya dan melaju dengan cepat. Tak ada reaksi dan respon dari Anita setelah Malik berkata seperti itu.

***

Beberapa saat kemudian mereka tiba di cafe milik Malik. Anita turun dan melihat ke sekeliling, ia memperhatikan semua dengan seksama.

“Ayo cepat masuk, nggak usah plonga plongo,” cetus Malik. Dengan raut wajah kesal Anita masuk ke dalam cafe.

Di dalam cafe cukup ramai terlihat beberapa orang dengan hidangan yang mereka pesan masing-masing. Ada yang sendirian, bersama pacarnya dan ada juga yang bersama teman-temannya. Canda tawa yang terdengar dari para pelanggan membuat Anita ikut senang mendengarnya. Tidak lama kemudian seorang waiters datang dan memberinya minuman dan dessert.

“Aku belum memesan,” ucap Anita.

“Oh, ini dari Pak Malik Mbak, silahkan dinikmati,” jawab waiters itu sopan.

‘Sebenarnya dia mau apa sih bawa aku ke cafenya, padahal dia tadi memutuskan untuk pergi ke cafe sendirian,’ pikir Anita.

Wanita berhijab itu mulai minum latte yang ada di hadapannya. Kini perhatian Anita teralihkan pada ponselnya yang ternyata sejak tadi Mamanya mengirimi ia pesan.

“Ya Allah, ternyata Mama nyuruh aku ke cafe Malik. Pantesan dia ngajak aku kesini,” gumam Anita.

Malik datang mendekatinya setelah ia selesai rapat dengan karyawan di cafenya. Ia duduk di sebelah Anita dengan santai. Di saat yang sama waiters juga menyajikan minuman untuk Malik.

“Makanya kalau ada handphone itu digunakan, bukan cuma untuk jadi aksesoris,” celetuk suaminya itu.

Tiba-tiba Malik merubah posisi duduknya dengan merangkul Anita. Kemudian ia tersenyum dengan ramah pada wanita berhijab itu. Wanita itu tertegun dan bergeming. Senyuman menawan suaminya membuat jantungnya berdegup dengan kencang tak terkendali.

‘Ada apa dengan senyumannya itu, senyuman yang memabukkan, apakah ia tiba-tiba jatuh cinta padaku? Apakah dia sudah menerimaku?’ pikiran wanita berhijab itu campur aduk antara bahagia dan bingung hanya dengan senyuman itu.

Tapi seketika semua praduganya runtuh tatkala tiba-tiba saja seorang wanita cantik dan berpakaian terbuka datang. Ia duduk di samping Malik dan merangkulnya dengan manja. Sorot mata wanita itu seakan-akan menusuk jantung Anita sehingga terasa sangat perih.

“Mamaku dan Mama-mu memintaku untuk mengajak kamu ke cafe, karena berita tentang kejadian di hotel sudah terdengar sampai ke telinga mereka dan mereka khawatir kalau aku meninggalkan kamu sendirian di hotel,” ucap Malik.

Tapi apa yang dikatakan oleh Malik tidak terdengar jelas oleh Anita. Darah wanita berhijab itu terasa mendidih melihat kelakuan suaminya yang sudah kelewat batas. Mereka baru saja menikah tapi ia berani-beraninya bermesraan dengan wanita lain dihadapannya.

Anita tahu ini memang bukanlah pernikahan yang mereka berdua inginkan, karena ini adalah sebuah perjodohan. Tapi melihat kelakuan Malik seperti itu membuat wanita berhijab itu menjadi murka. Sorot mata Anita yang selama ini selalu terlihat baik kini berubah seseram dalamnya samudera.

Tanpa di duga-duga Anita menarik paksa Malik dari pelukan wanita penggoda itu hingga membuat wanita itu tersungkur ke lantai cafe dan dilihat oleh semua pengunjung yang datang.

“Lusi!” Sebuah nama terucap dari mulut Malik.

‘Jadi namanya Lusi,’ benak Anita.

Wanita berhijab itu berdiri di depan Malik suaminya dengan terus menggenggam tangannya. Anita menatap tajam ke arah Lusi seolah-olah busur panah yang siap dilepaskan. Ditambah lagi dengan keramaian cafe saat itu membuat Lusi semakin malu walaupun Anita belum mengucapkan satu patah kata pun.

Malik menautkan kedua alisnya dengan serius, ada rasa marah dihatinya. Pria tampan itu membalikan tubuh Anita dengan paksa sehingga mereka berdua saling beradu pandang satu sama lain.

Sorot mata Malik ingin membuat Anita merasa terintimidasi. Akan tetapi gagal karena sorot mata wanita berhijab itu jauh lebih menyeramkan darinya. Secara singkat Malik sedikit merasa takut melihat istrinya menatapnya seperti itu.

“Kenapa kamu membuat keributan di cafeku?” tanya Malik mencoba menghilangkan ketakutan dihatinya.

Tidak ada perubahan dari ekspresi dan emosi Anita. Bahkan kini pria tampan itu bisa merasakan hawa panas dari wanita berhijab itu. Seolah-olah ada api yang sedang membara dihadapannya dan ingin membakarnya.

“Aku tidak akan memulai jika tidak dipancing Kak, apa yang Kakak lakukan ini salah. Apapun alasannya, apapun hubungan kita yang sebenarnya. Aku tidak akan pernah membiarkan Kakak melakukan kesalahan ini di hadapanku, keluarga kita dan Tuhan kita,” tegas wanita berhijab itu mantap.

Anita kembali berbalik menghadap Lusi yang masih terduduk di lantai. Lusi masih berdiam diri karena ia berharap Malik akan membantunya.

“Hei kamu wanita penggoda pergi dari sini sekarang juga, atau aku akan bertindak lebih jauh dari apa yang baru saja aku lakukan.” Perkataan Anita sangat mengintimidasi Lusi, rasa malunya sampai ke ubun-ubun. Lusi merasa harga dirinya sangat jatuh karena wanita itu saat ini.

‘Lihat saja nanti wanita naif, aku akan membuatmu membayar semua yang kamu lakukan padaku. Akan lebih memalukan dan menyakitkan dari ini.’ Sumpah kebencian Lusi terucap. Lusi tidak akan pernah membiarkan Anita merasa tenang mulai sekarang. Lusi pun bangun dan beranjak pergi dari cafe.

Bersambung…

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status