Home / Romansa / Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku / Bab 2. Tolong, Kembalikan Nizar!

Share

Bab 2. Tolong, Kembalikan Nizar!

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2023-07-18 14:42:43

Ainun menghela napas panjang. Aku tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya saat ini, tetapi jika menganggap aku perebut pacar orang, itu salah. Aku tidak pernah membenarkan pacaran meskipun katanya syar'i dan lamaran adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam agama.

Apa aku mulai egois? Entahlah. Mungkin karena aku mulai mencintai Nizar sejak kemarin. Akan tetapi, aku juga tidak ingin jika persahabatan kami rusak hanya karena lelaki. Lantas siapa yang patut disalahkan? Aku yang menerima pinangan itu atau Ainun yang berharap pada manusia?

"Nizar yang salah. Dia sudah membuatku melambungkan harapan yang tinggi padanya. Aku sudah pernah bilang untuk tidak membahas masa depan bersama, jangan sampai berujung tidak jodoh. Namun, dia meyakinkanku kalau kami akan menikah. Nizar mengaku sedang menabung untuk masa depan kami, memintaku pada Tuhan agar disandingkan dengannya." Ainun menjeda dengan helaan napas panjang. Aku tahu dadanya menyimpan sesak yang luar biasa. "Alia ... tolong, kembalikan Nizar padaku!"

Aku tersentak tidak percaya. Bagaimana mungkin aku mengembalikan Nizar pada Ainun, sementara dia bukan benda mati? Apa Ainun tidak memikirkan semua itu? Lagi pula, aku ini seorang wanita dan yang berhak memutuskan lamaran adalah pihak lelaki. Ini akan merusak nama baikku sekeluarga.

"Tolong, tinggalkan dia demi aku. Kamu pasti tahu perasaan aku gimana, Lia. Kita sudah lama bersahabat, aku yakin kamu bisa memahami aku." Kembali Ainun menatapku dengan mata berbinar seakan mengharap keinginannya terkabul.

Terpaksa aku mengangguk walau perih merajai hati. Semua terlalu tiba-tiba padahal baru kemarin kami menjamu keluarga Nizar pada acara lamaran yang berlangsung lancar. Tanggal pernikahan sudah ditentukan, sebagian keluarga sudah diberitahu ayah.

Jika lamarannya dibatalkan karena aku meminta Nizar kembali pada Ainun, bukankah mencoreng nama baik keluarga? Aku menelan saliva ketika mataku beradu pandang dengan Ainun yang bermata indah sesuai namanya Nur Ainun Jamilah.

"Kalau saja Nizar melamar gadis lain yang tidak aku kenal, mungkin sakitnya tidak akan sama. Bagaimana jika kalian menikah kelak, Nizar akan melewati rumahku menuju ke sini, lalu aku hadir sebagai tamu undangan dan ikut menyaksikan ijab qabul kalian? Tidak, Alia. Itu terlalu menyakitkan."

"Aku akan mencobanya, Ai. Kamu yang sabar, ya. Aku paham bagaimana perasaan kamu. Nizar pasti masih mengajar di sekolah, jadi aku akan mengabarinya sore nanti. Semoga saja semua berjalan mulus dan Nizar bisa kembali sama kamu," jawabku pelan.

Hati semakin berdenyut nyeri. Aku menarik napas panjang berusaha menelan kesedihan yang mendera. Pengakuan Ainun bagai sebuah pedang yang menghunus tubuhku berulang kali. Ini antara cinta dan persahabatan dan aku tidak bisa memilih keduanya.

"Kamu yakin?"

Aku mengangguk. "Kalau Nizar nikah sama aku, ada dua orang yang tersakiti. Sementara kalau dia nikah sama kamu, hanya satu yang tersakiti. Aku tidak peduli tentang luka karena sudah pernah melaluinya. Selama kamu bahagia, aku pasti bahagia, Ainun."

Sekarang gadis berkerudung merah itu mengambangkan senyumannya, lalu memelukku erat. Dia terisak, bahunya terguncang. Aku ikut merasakan kepedihan itu, juga karena takut menghadapi amarah mama dan ayah jika keputusan ini sudah kusampaikan pada Nizar.

Aku juga penasaran kenapa Nizar tiba-tiba saja melamarku padahal hubungannya dengan Ainun belum diselesaikan. Apakah dia ingin merusak persahabatan kami? Mungkinkah Nizar setega itu? Entahlah, semua masih menjadi tanda tanya dan aku tidak mau berprasangka sendiri karena sebagian prasangka adalah dosa.

Ainun mengurai pelukan, lalu menyeka air mata. Wajahnya terlihat lega, tidak seperti tadi. Aku bisa melihat cinta di mata gadis itu, memang teramat besar tertuju pada Nizar Abdullah. Seorang lelaki bertubuh tinggi dan tampan, tidak pernah memiliki cacat apapun ketika orang-orang bercerita tentangnya.

Dia yang kusangka seperti malaikat, ternyata punya kesalahan. Ya, dia menabur harapan di dalam hati Ainun. Sepotong hati yang kini rapuh oleh kenyataan yang melukai hatinya. Sekali lagi, aku bisa memahami keadaan Ainun  dan mencoba untuk membalut lukanya. Aku sungguh-sungguh ingin mengembalikan Nizar..

***

Sore hari di dalam kamar, aku membuka aplikasi hijau dan mencari kontak Nizar Abdullah. Kami tidak pernah bertukar pesan jika bukan perkara penting, makanya aku sedikit gemetaran. Setelah pernah terluka oleh cinta dalam diam yang aku jaga dalam doa, sekarang aku takut jika luka itu kembali datang menyapa dengan orang berbeda.

Pesan terkirim, aku tidak berbasa-basi, melainkan langsung meminta Nizar untuk membatalkan lamaran tanpa menyertakan alasannya. Beberapa menit menunggu, pesanku belum juga centang biru. Mungkin dia masih dalam perjalanan pulang atau sedang mandi.

Tangan dan kaki sudah mulai dingin karena hati berselimut rasa penasaran. Berulang kali aku mengecek pesan itu, tetapi tidak kunjung ada balasan. Entahlah, mungkin Nizar sudah tahu kalau Ainun datang ke sini dan memintaku untuk mengembalikan dia padanya.

Sebuah notifikasi Whats-App membuyarkan lamunan. Dengan gerak cepat, aku langsung menyambar benda pipih yang tergeletak di meja belajar itu, lalu membuka balasan pesan dari Nizar. Aku menarik napas panjang sebelum benar-benar membaca kata demi kata yang tersusun menjadi beberapa kalimat itu.

Nizar : Kenapa, Lia? Kemarin kamu mengatakan 'iya', bahkan aku tidak sengaja melihatmu menunduk untuk menyembunyikan senyuman. Kenapa sekarang kamu menolak sementara tanggal pernikahan kita sudah ditentukan? Ibu sama bapak sudah mengabari keluarga besar. Pikirkan sekali lagi. Kalau aku punya salah, katakan, biar aku perbaiki.

Aku kembali menghela napas panjang sambil membaca balasan Nizar berulang-ulang. Sebenarnya, aku tidak tahu harus menjawab apa lagi demi menutupi fakta kalau Ainun lah yang meminta. Akan tetapi, kalau terdesak, aku pasti jujur daripada disangka egois atau ada masalah lain.

Nizar : Ustazah Halimah sudah tahu? Atau mungkin orangtuamu juga belum tahu?

Pesan kedua yang dikirim Nizar membuatku semakin bingung. Ustazah Halimah adalah sosok guru yang sangat aku segani. Beliau memang menganggap aku ini seperti anak sendiri karena takdir dari Allah belum memberinya keturunan setelah sepuluh tahun pernikahan, tetapi aku tetap segan padanya.

Kemarin beliau turut hadir di acara lamaranku dan terlihat jelas kalau Ustazah Halimah sangat bahagia. Pantaskah aku merusak kebahagiaan dari guru dan tentu saja kedua orangtuaku? Ah, rasanya sungguh berat menjalani kehidupan yang seperti ini. Ketika orang lain dilema memilih dua lelaki salih, aku sendiri bingung harus melepaskan Nizar demi Ainun atau sebaliknya.

Aku : Kita tidak pantas menikah. Kamu hanya cocok menikah dengan Ainun. Kembali padanya, aku tidak suka kebahagiaan yang menyakiti hati wanita lain.

Pesan itu aku kirim beriring air mata, tetapi tidak menunjukkannya pada Nizar. Lelaki itu harus yakin kalau aku baik-baik saja. Ya, demi sahabat tercinta.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah

    Bab 88. Takdir Itu Selalu Indah.Setiap hari selalu sama, diisi dengan warna kehidupan yang indah. Seperti dulu, seolah tidak ada kisah kelam di masa lalu yang menyebabkan hati hancur tanpa kepingan lagi.Ainun bahagia berada di dekat teman-temannya, tetapi tentu saja ada masa dia menangis dalam kesendirian mengingat orang yang telah mendahului.Semua orang bahagia meski tidak ada kabar dari Rania. Semenjak pindah ke Manado, dia menghilang bagai ditelan bumi. Namun, mereka semua berusaha untuk terlihat santai walau khawatir pindah agama.Tak terasa sudah dua tiga berlalu. Usaha bakso meriang pun tidak lagi berada di depan rumah Bu Zahra melainkan di sampingnya. Jadi tetangga sebelah rumah Alia pindah ke luar kota, jadi mereka membeli lokasi itu karena lumayan luas.Rumah diratakan, lalu membangun warung makan yang lebih terkesan mewah dan bersih. Sementara pada tingkat dua adalah rumah Nizar dan Alia."Cie yang mau nikah. Jadinya sama

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 87. Pengaruh Ngidam

    Bab 87. Pengaruh NgidamAlia pulang ke rumahnya setelah siang karena Nizar yang meminta. Sementara Ainun berkumpul dengan keluarga Diqi, mereka begitu baik karena mau membantu Ainun.Sebenarnya perempuan itu merasa sedih, seolah dilupakan oleh Rania. Dia hanya menanggapi status Face-book tentang kematian sang umi dengan emotikon sedih, tanpa mengirim pesan apalagi memunculkan batang hidungnya.Dia terbuai oleh godaan Cris. Mereka terlalu bucin sampai lupa pada teman dan yang lainnya. Mereka seperti perangko, menempel siang dan malam. Rania melangkah semakin jauh dari Tuhannya."Kamu pake parfum kopi ya?"Sebelah alis Nizar terangkat tipis. "Iya, emang selalu pake, kan?"Alia mengulum senyum, kemudian memeluk erat Nizar padahal posisinya sedang berada di depan rumah. Untung saja lagi sepi pelanggan siang itu karena cuaca benar-benar panas.Menghirup lekat-lekat aroma parfum Nizar, membuatnya mengulum senyum. "Suka banget!""Lepa

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 86. Aroma Menyengat

    Bab 86. Aroma MenyengatPukul delapan pagi, Ainun baru saja keluar dari kamar mandi tepat setelah Nawaf dan Nizar pulang karena harus bekerja, begitu pula dengan kedua mertuanya.Saat tiba di dalam kamar, aroma sabun lemon menguar begitu saja sampai menusuk indra penciuman Alia yang sedang sibuk berkirim pesan dengan suaminya."Ainun!" pekik Alia merasa mual. Dia berlari keluar dari kamar sambil menutup hidung rapat. Kepalanya mendadak pusing, keringat membasahi pelipis.Perempuan yang baru saja ingin mengambil daster panjang dalam lemari pakaian itu mengerutkan kening, bingung. Kenapa Alia menutup hidung seakan mencium bau busuk atau menyengat?Padahal selama ini selera sabun mereka sama. Lantas, kenapa? batin Ainun penasaran.Sementara dalam kamar mandi, Alia muntah sedikit. Setelah itu mengambil minum dan langsung meneguknya setengah gelas. Dia terduduk lesu di meja makan sambil sesekali menghela napas panjang."Kamu kenapa, sih?"

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku

    Bab 85. Jangan Tinggalkan Aku"Jangan larut dalam kesedihan, Ainun. Perbanyak doa untuk umi, semoga Allah menerima semua amal kebaikannya," kata Ustazah Halimah begitu melihat perempuan itu duduk di dalam kamarnya, menatap kosong dalam pelukan Alia."Umi sudah nggak ada. Sekarang aku yatim piatu, Ustazah," balas Ainun lirih. Tidak ada lagi air mata yang mengalir di sepanjang pipinya.Puncak dari segala kesedihan adalah ketika mata tak lagi mampu menangis. Kehilangan kedua orang tua sangat menyakitkan, membuat Ainun merasa sendiri di dunia.Sakit yang disebabkan kehilangan itu tidak memiliki obat. Mereka bilang, hati akan pulih seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, menurut Ainun berbeda. Sampai kapan pun, rasa sakit itu akan selalu ada.Apalagi karena kehilangan orang tua, di mana setiap insan tidak bisa terlahir kembali. Orang tua adalah sosok yang tidak ada gantinya. Mereka ada dalam hati, di tempat paling istimewa.Perempuan itu menunduk

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 84. Berujung Air Mata

    Bab 84. Berujung Air MataEmosi Diva meluap sampai ke ubun-ubun. Baru saja si Kemayu itu ingin menyerang Ainun ketika Diqi lantas mendorongnya.Diqi sudah berjanji akan melindungi Ainun dalam keadaan apa pun bahkan jika harus kehilangan nyawa sendiri. Dia memberi tatapan tajam, dingin tak tersentuh pada Diva. "Jangan berani menyentuh istriku atau kamu harus berakhir di rumah sakit!" ancamnya serius."Serius amat, Yang? Padahal kalau kamu bagi nomer Whats-App, kan, gak bakal seribet ini. Ayolah!" Diva mengedipkan sebelah mata, sengaja ingin menggoda Diqi.Namun, siapa yang akan tergoda padanya? Setiap lelaki normal itu mencintai wanita dan bukan waria. Diqi sangat tahu bagaimana Islam melarang perbuatan yang meniru umat terdahulu, sebut saja Kaum Sodom."Minggir!" Ainun dengan penuh keberanian mendorong bahu lelaki kemayu itu sampai harus tersungkur ke belakang. Beberapa pasang memperhatikan mereka. Ada yang merasa kasihan ada pula yang menganggap m

  • Menerima Lamaran Kekasih Sahabatku   Bab 83. Senyum Tanpa Makna

    Bab 83. Senyum tanpa Makna"Kamu beneran hamil, Sayang?" tanya Nizar sangat antusias. Kedua matanya berbinar, lalu bulir bening menggenang di sana."Iya, alhamdulillah. Sebentar lagi kamu akan jadi seorang ayah." Alia mengulum senyum, tidak lama setelah itu Nizar langsung menariknya masuk kamar agar bisa leluasa memeluk sang istri.Sebenarnya bisa saja melakukan itu di luar, tetapi khawatir tertangkap basah sama Bu Aminah dan Pak Abdullah, mereka bisa malu. Di dalam kamar, Nizar memeluk erat istrinya sambil menghujaninya dengan kecupan lembut di seluruh wajah."Makanya tadi aku suruh mandi dulu sebelum ngasih tahu, takut bau jigong!" kata Alia setelah Nizar melonggarkan pelukannya.Namun, lelaki itu tidak menanggapi. Dia menuntun Alia untuk duduk di tepi ranjang, setelah itu dia akan mensejajarkan wajahnya dengan perut Alia yang masih sangat rata.Tangan kanannya mengusap perut perempuan itu. "Anak abi. Apa kabar, Sayang? Oh iya, kamu jangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status