Share

Salah Paham.

“Nggak ada bantahan lagi, Sayang. Kita pulang bertiga ke rumah sekarang juga. Kamu mau anterin kami atau kami pulang pake taksi aja nih?” tanya Renata yang jelas adalah sebuah ancaman secara tidak langsung kepada Evan.

“Oke, kita pulang sekarang.” Evan menyerah.

“Nah, gitu dong. Baru namanya suamiku tersayang dan paling pengertian.”

Renata semakin melebarkan senyumannya saat ini dan kemudian menggandeng tangan Susan untuk ikut bersamanya. Kini, Renata berada di tengah antara Susan dan juga Evan – suaminya, tanpa dia tahu kebenaran kenapa Susan bisa datang bersama dengan Evan saat ini. Sebagai orang yang juga sangat mengenal Renata, tentu saja Evan tahu kalau sekarang bukanlah waktu yang pas.

Mereka bertiga sampai di mobil dan saat ini Renata bersikeras meminta Susan duduk di depan bersanding dengan Evan yang akan menyetir mobilnya pulang. Namun, Susan cukup tahu diri dan tentu saja dia menolak permintaan Renata itu. Pada akhirnya, Renata tetap adalah orang yang duduk di samping Evan.

“Ini rumahnya Mba Rena sama Mas Evan?” tanya Susan dengan nada takjub saat mobil sudah masuk dalam pekarangan yang sungguh dan mungkin teramat luas bagi Susan.

“Iya, San. Sekarang ini juga akan jadi rumah kamu, karena kamu akan tinggal di sini sama kami,” jawab Renata dengan sangat elegant.

“Tapi, kenapa? Aku kan ke sini hanya ingin ....”

Renata berpikir jika Susan hanya akan mengatakan bahwa dirinya datang ke sini hanya ingin mengandung dan melahirkan anak untuk mereka. Namun, tidak tinggal di sini seperti yang sudah dipikirkan oleh Renata sejak lama. Dia ingin merasakan bagaimana menjadi wanita hamil, meski itu harus melalui orang lain.

“Kamu nggak usah bahas masalah itu lagi, San. Mba mau semuanya mengalir aja, ya.”

Kehamilan palsu pun tidak menjadi masalah baginya dan tentu saja Renata tidak akan pernah menyia-nyiakan semua yang sudah ada di depan matanya. Menurut Renata, suaminya itu sudah sangat lelah menolak dan itu sebabnya mencari wanita yang bisa atau mengandung benih dari Evan. Namun, selama kehamilannya itu berlangsung, Renata juga akan berpura-pura hamil karena dia dan Evan akan mengambil anak itu ketika lahir dari rahim sang ibu kandung.

Bukan tanpa syarat yang jelas tentunya, mereka akan mengambil anak itu dari ibu kandungnya. Renata dan Evan harus mendapatkan orang yang sungguh mau bekerja sama dan saling menguntungkan. Sebagai bayarannya, mereka tidak akan menghitung berapa saja uang yang diminta oleh wanita itu pada mereka.

“Kamu sementara tidur di kamar tamu dulu, ya San. Nggak apa-apa kan, San? Nanti aku akan panggilkan orang yang biasanya bersihin rumah. Kamar kamu bebas mau pilih yang mana nantinya.”

“Nggak usah repot-repot, Mba. Aku tidur di mana aja juga nggak jadi masalah. Udah nggak jadi hal tabu lagi tidur di mana aja, Mba!” ungkap Susan dengan jujur kepada Renata dan juga Evan.

“Nggak bisa gitu, dong. Mulai sekarang kan kamu bagian dari keluarga ini, jadi kamu juga akan diperlakukan sama dengan aku.”

“Diperlakukan sama dengan Mba? Ke-kenapa begitu, Mba? Maaf, Mba. Aku benar-benar nggak ngerti dengan yang Mba katakan itu.”

Renata mendekati Susan yang dia sangka akan menjadi madunya itu. Dia mengusap wajah Susan dengan lembut sambil tersenyum. “Sepertinya, kamu masih sangat muda, ya. Kamu bisa jadi adik yang baik untukku, dan aku berjanji akan jadi kakak yang baik juga. Lalu, Evan pasti akan menjadi suami yang baik untukmu sampai anak kita dilahirkan,” ungkap Renata dengan nada yang sangat lembut.

Namun, semua yang Renata katakan itu semakin membuat bingung dan tak mengerti sama sekali. Ke mana arah pembicaraan Renata saat ini, Susan sungguh tidak mengerti sama sekali. Sementara Evan sudah tidak bisa lagi diam sekarang. Dia harus segera memberitahukan kebenaran itu kepada Renata.

Meskipun pada akhirnya Renata akan kecewa karena tetap saja Evan tidak mengabulkan keinginannya. Evan tidak akan mau menerima wanita mana pun menjadi istri sirinya dan mengandung anaknya. Tidak pernah terpikirkan apalagi dibayangkan oleh Evan bahwa dia akan meniduri wanita lain selain Renata.

“Sayang ... tunggu sebentar biar aku jelaskan. Kamu udah salah paham tentang Susan sejak awal. Aku nggak bisa ngomong karena kamu udah berpikir kalau Susan adalah wanita yang kamu minta aku cari,” ungkap Evan pada Renata yang kini ditariknya lembut ke belakang dan sejajar dengan posisinya berdiri saat ini.

“A-apa maksud kamu, Sayang? Susan bukan calon istri yang aku suruh cari untuk kamu?” tanya Renata dengan kening berkerut dan telunjuknya mengarah pada Susan.

“Hah? Calon istri? Mba minta mas Evan cari istri lagi?” tanya Susan yang tentu saja sangat terkejut mendengar pertanyaan Renata kepada Evan.

“Dan ... tunggu dulu. Aku bukan siapa-siapa, Mba. Aku hanya orang yang dibantu oleh mas Evan dan diselamatkannya. Aku kabur ke sini dari kota Jambi karena aku nggak tahan lagi diperlakukan sebagai budak di sana, Mba. Tolong, jangan salah paham dengan aku,” sambung Susan yang ingin lebih memperjelas lagi siapa dirinya kepada Renata.

“Mas! Apa benar yang Susan katakan?” tanya Renata pada Evan.

“Iya, Sayang. Susan itu hanya tamu di tempat aku rapat kemarin. Dia hampir aja dilecehkan kalau aku nggak bawa dia pergi dengan cepat. Lalu, dia juga minta aku untuk tolong dia kabur dari tempat itu karena udah nggak tahan lagi disiksa terus oleh ayah kandungnya,” terang Evan menjelaskan semuanya kepada Renata.

“Jadi, kamu ...?”

“Maaf, Sayang. Aku nggak akan pernah setuju untuk mengikuti ide gila kamu itu!”

“Tapi, Mas ....”

“Cukup, Ren! Aku nggak akan mengubah keputusanku! Sampai tua dan mati pun, aku nggak akan pernah ragu untuk terus mencintai satu wanita meski itu hanya kamu dan kita nggak punya anak. Bukan anak untuk mengukur kebahagiaan kita, Sayang. Kamu tau kan? Aku menikahi kamu bukan karena aku ingin punya anak. Tapi, karena aku memang mencintai kamu dan ingin hidup bersamamu sampai tua dan maut memisahkan kita.”

“Kamu nggak butuh anak. Tapi, aku butuh, Mas! Aku malu di depan keluarga kamu yang terus menuntut kamu untuk punya keturunan. Apa aku harus kasih tau sama mereka semua kalau aku udah angkat rahim? Benar-benar nggak bisa mengandung dan melahirkan lagi selamanya, sampai mati?” tanya Renata yang tak kalah emosionalnya.

Mendengar hal itu, tentu saja Evan langsung merasa tidak sampai hati. Dia tahu kalau saat ini Renata mengatakannya dengan hati yang benar-benar hancur dan terluka. Wanita itu hanya kuat di depan Evan saja, padahal dia sering menangis diam-diam dan mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa memberikan Evan keturunan. Namun, bagi Evan memang semua itu bukanlah sebuah masalah besar.

“Oke. Aku kasih tau aja semuanya di group keluarga, biar mereka mulai bergerak mencarikan kamu istri kedua dan setelah itu memaksa kamu untuk menceraikan aku. Aku yakin, apapun yang terjadi pada akhirnya kita tetap akan berpisah, Mas! Aku atau kamu, nggak akan ada yang bisa melawan keluarga besar kamu yang berkuasa atas segalanya itu.” Renata mengatakan hal itu dan lalu pergi begitu saja meninggalkan Evan dan Susan yang masih menganga tak percaya mendengar pertengkaran hebat suami dan istri itu.

“Ya Tuhan! Sepertinya aku sudah salah datang ke tempat ini. Tapi, kasian banget mba Renata yang nggak bisa hamil dan melahirkan lagi. Mas Evan juga adalah suami yang setia sih sebenarnya. Mba Renata udah kuat banget itu minta mas Evan buat nyari istri lagi,” batin Susan berkata dengan perasaan yang sangat iba dan merasa bersalah pada keduanya. Menurut Susan, karena kehadirannya saat inilah yang menjadi pemicu perkelahian antara Evan dan istrinya – Renata.

“Kamu istirahat di kamar tamu itu aja dulu, ya. Pakai aja baju yang ada di lemari dan di sana ada kamar mandinya. Mandi dan setelah itu makan aja langsung di dapur. Aku mau istirahat dan membujuk Renata. Maaf, udah buat kamu nggak nyaman!” ungkap Evan dengan nada lembut pada Susan dan kemudian dia pergi sebelum Susan sempat memberikan jawabannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status