Share

Bertemu Renata

Pada akhirnya di sinilah sekarang Evan dan Susan berada. Mereka sudah mendarat dengan selamat karena Evan sudah membayarkan tiket untuk Susan. Dia hanya bercanda dengan menanyakan uang gadis itu, dan bagaimanapun Evan masih manusia biasa. Evan tidak tega jika Susan menjadi korban atau budak untuk memenuhi kebutuhan seks pria yang membelinya.

 Saat mereka sudah sampai di dalam bandara, dari kejauhan Evan melihat Renata melambaikan tangan padanya dengan senyuman yang sangat manis. Memang seperti itulah istrinya sejak dulu, selalu membuatnya dan memperlakukan dirinya bak seorang raja. Tidak pernah sekali pun Renata mengeluh tentang apapun yang Evan lakukan. Kekurangan Renata memang hanya masalah anak atau keturunan yang tidak akan pernah bisa dia berikan lagi kepada Evan.

 “Sayang ... aku kangen banget.” Renata bersorak dan berlari kecil ke arah Evan. Dengan gayanya yang khas dan sangat manja tentu saja.

 “Kamu pikir, kamu doang yang kangen? Aku juga kangen banget sama kamu,” balas Evan dan memeluk istrinya dengan erat, dia juga mendaratkan ciuman singkat di bibir Renata.

 “Ah, kamu gombal. Kamu kemarin diemin aku, sekarang bilang kangen.”

 “Kemarin kan kamu duluan yang mulai, makanya aku tutup aja telponnya. Sekarang udah nggak gitu lagi kok, Sayang. Soalnya kan udah ketemu sama orangnya langsung, nanti mau langsung minta setoran.”

 “Dih, kenapa sih baru aja ketemu udah nagih setoran aja nih.”

 “Iya, dong. Kan udah berapa hari nggak dapat setoran dari kamu, Sayang.” Evan berkata mengimbangi nada manja dari Renata dan setoran yang mereka maksud adalah hubungan suami istri dalam bahasa berkode.

 Evan bahkan lupa dengan Susan yang datang bersamanya dan memang dia suruh berjalan jauh darinya. Akan tetapi, Evan berpesan bahwa Susan tetap harus dekat dengannya atau setidaknya masih dalam ruang lingkup yang terjangkau dari pandangannya. Evan masih belum tahu bagaimana reaksi Renata nanti saat dia melihat Susan.

 Jadi, dari kejauhan Susan bisa melihat sikap romantis dan humoris sepasang suami istri yang berbahagia itu. Susan merasa iri dan berharap jika nanti dia mendapatkan suami, dia ingin pria itu seperti Evan. Susan sudah melihat dan membuktikan sendiri kesetiaan Evan meski pria itu berada jauh dari istrinya.

 “Dia pria yang sangat mencintai istrinya banget. Beruntung banget itu mba yang jadi istrinya mas Evan, ya.” Susan berkata dalam hatinya.

 Sementara Evan dan Renata sudah siap untuk pulang, hingga saat Evan teringat pada Susan yang masih ada di sekitar mereka saat ini. Awalnya dia merasa ragu, tapi pada akhirnya dia tetap mengatakan itu kepada Renata. Susan tidak punya siapa-siapa di sini dan dia tidak tahu apa-apa tentang kota ini.

 “Em ... Sayang, aku mau ngomong sesuatu sama kamu,” ucap Evan dengan penuh keraguan.

 “Iya. Kamu mau ngomong apa, Sayang? Kok gugup banget gitu? Wajahnya juga langsung berubah pucet deh, aku jadi penasaran.” Renata berkata dengan senyum yang memudar dari bibirnya.

 “A-aku ... aku pulang nggak sendirian. Ada ... ada seorang wanita yang ikut bersamaku saat ini, Sayang.” Evan mau tidak mau akhirnya berbicara terus terang pada Renata.

 Dengan sangat jelas, Evan bisa melihat kalau raut wajah Renata berubah total. Wanita yang sudah lama menjadi istrinya itu, kini tampak pucat dan tidak bergeming. Renata mematung di depan Evan dan hal itu membuat Evan yakin jika Renata merasa syok dan kecewa pada suaminya.

 Sekuat apapun seorang wanita meminta suaminya menikah lagi dan mencari istri untuknya, saat suaminya benar-benar membawa wanita lain tentu saja hatinya akan terluka. Seperti itulah yang sekarang dirasakan oleh Evan saat melihat reaksi Renata. Namun, di luar dugaan Evan yang ternyata saat ini Renata justru tersenyum seperti orang yang penuh dengan kebahagiaan.

 “Sayang ... apakah kamu menemukan yang aku katakan itu? Kamu udah dapat orangnya, ya Sayang? Mana dia? Siapa namanya? Kenapa nggak ada di samping kamu dari tadi?” tanya Renata beruntun pada Evan dan itu membuat Evan benar-benar merasa heran dengan sikap Renata kepadanya.

 “Kamu nggak marah sama sekali, Sayang?” tanya Evan pula kepada Renata dengan nada penuh keheranan.

 “Nggak, dong. Kan aku yang minta kamu buat nyari dan bawa pulang seorang wanita yang bisa mengan ... ups! Nggak usah kita bahas di sini. Mana dia? Aku pengen ketemu langsung.”

 “Tapi, ini nggak seperti yang kamu bayangkan, Sayang. Dia bukan ....”

 “Nggak usah jelasin apa-apa lagi sama aku, Sayang. Aku bisa paham dan ngerti kok. Yang penting, mana orangnya? Apa yang berdiri di sana? Dia dari tadi menatap ke sini terus soalnya,” terang Renata dan mengarahkan matanya pada Susan yang memang berdiri tidak jauh dari mereka saat ini.

 Evan ingin mengatakan bahwa wanita yang dibawanya itu bukanlah wanita yang diminta oleh Renata. Melainkan hanya seorang wanita yang berusaha dia selamatkan dari cengkraman pria tak bertanggung jawab atau penjual wanita. Evan ingin menjelaskan semuanya sebelum Renata salah paham, tapi sepertinya apapun yang Evan katakan saat ini tidak akan didengarkan oleh istrinya itu.

 Evan menoleh ke arah di mana Renata mengarahkan pandangannya dan melihat Susan berdiri dengan canggung di sana. Sepertinya, Susan tahu bahwa dirinya sedang jadi bahan perbincangan dua orang yang tak lain adalah suami istri itu sekarang. Jadi, dia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

 “Jadi, benar dia orangnya, Sayang? Kalau gitu, aku samperin dia aja.” Renata begitu senang dan langsung berlari kecil ke arah Susan berdiri.

Evan sungguh tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti Renata menujun ke tempat Susan berada sekarang. Susan yang dihampiri dengan senyum bahagia oleh Renata tentu saja juga merasa heran dan bingung. Mana ada seorang istri yang bahagia seperti itu saat suaminya datang dari luar kota bersama seorang gadis asing seperti dirinya saat ini.

 “Hai, Sayang. Siapa namamu? Apa Evan menyusahkanmu?” tanya Renata dengan sangat ramah kepada Susan.

Susan yang tidak menyangka akan mendapatkan sapaan dan pertanyaan seperti itu dari Renata, tentu saja langsung merasa gugup dan salah tingkah. Dia melirik ke arah Evan dan pria itu justru sedang memegang keningnya seperti orang yang sedang merasa bingung dan juga pasrah.

 “Ha-hai juga, Mba. Sepertinya ... aku yang sudah banyak merepotkan mas Evan. Maafkan aku, Mba. Soal nama ... em, namaku Susan.” Susan menjawab dengan gugup dan sangat hati-hati.

 “Nama yang sangat cantik, secantik orangnya. Kamu nggak mungkin nyusahin Evan. Aku yakin, dia yang udah menyusahkan kamu dengan sikapnya yang dingin dan cuek itu. Iya kan?” tanya Renata lagi seolah mereka adalah dua orang yang sangat akrab dan sudah lama tidak bertemu.

 “Sayang ... gimana kalau nanti aja ngobrolnya di rumah? Sepertinya Susan harus kita antarkan ke penginapan dulu sampai dia mendapatkan rumah kontrakannya untuk tempat tinggal,” ungkap Evan kepada Renata dan memeluk pinggang wanita itu dengan sangat intim.

 Hal itu jelas diperhatikan oleh Susan dan dia menjadi serba salah di depan Renata saat ini. Susan merasa bahwa dirinya hanyalah sebagai pengganggu dan jelas jika Evan memang terlihat tidak senang dengan kehadirannya. Pria yang baru saja menolongnya pergi dari kota Jambi itu memang sudah sangat banyak membantu Susan.

 “Mas Evan benar, Mba. Aku harus cari penginapan dulu, sampai aku bisa dapat rumah kontrakan atau tempat kos,” ucap Susan yang berusaha untuk mengerti dengan posisi Evan saat ini.

 “No! Kenapa kamu harus cari penginapan dan atau kos? Kamu tinggal sama kami aja, ya. Sekarang kita pulang sama-sama, dan aku senang kamu ada di sini.” Renata berkata dengan nada penuh suka cita.

 “Ta-tapi, Sayang ...,” ucapan itu kembali terputus oleh ucapan Renata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status